*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
Jangan bilang saya sejarawan. Saya hanyalah seorang ekonom peminat sejarah. Dalam sejarah Bali, haruslah ada orang yang memulainya. Mereka itu ternyata bukan kita, tetapi adalah orang-orang gila yang berani bertarung nyawa. Kita pada masa ini tidak ada apa-apanya. Kita hanya sekadar penyalin. Yang lebih buruk lagi ada diantara kita yang sengaja tidak sengaja menambah yang tidak pernah ada. Lalu kemudian muncul golongan yang aneh yang melebih-lebihkan satu hal dan juga mengerdilkan hal lainnya.
Jangan bilang saya sejarawan. Saya hanyalah seorang ekonom peminat sejarah. Dalam sejarah Bali, haruslah ada orang yang memulainya. Mereka itu ternyata bukan kita, tetapi adalah orang-orang gila yang berani bertarung nyawa. Kita pada masa ini tidak ada apa-apanya. Kita hanya sekadar penyalin. Yang lebih buruk lagi ada diantara kita yang sengaja tidak sengaja menambah yang tidak pernah ada. Lalu kemudian muncul golongan yang aneh yang melebih-lebihkan satu hal dan juga mengerdilkan hal lainnya.
Menurut
Wikipedia: Sejarah (bahasa Yunani: ἱστορία, historia (artinya "mengusut,
pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian"); bahasa Arab: تاريخ,
tārīkh; bahasa Jerman: geschichte) adalah kajian tentang masa lampau, khususnya
bagaimana kaitannya dengan manusia. Dalam bahasa Indonesia, sejarah, babad,
hikayat, riwayat, tarikh, tawarik, tambo, atau histori dapat diartikan sebagai
kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal usul
(keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah. Ini adalah
istilah umum yang berhubungan dengan peristiwa masa lalu serta penemuan,
koleksi, organisasi, dan penyajian informasi mengenai peristiwa ini. Istilah
ini mencakup kosmik, geologi, dan sejarah makhluk hidup, tetapi sering kali secara
umum diartikan sebagai sejarah manusia. Para sarjana yang menulis tentang
sejarah disebut ahli sejarah atau sejarawan. Peristiwa yang terjadi sebelum
catatan tertulis disebut Prasejarah.
Sejarah adalah narasi fakta dan data. Suatu fakta
dan data yang dinarasikan secara proporsional yang jauh dari maksud untuk
mengelabui pembaca. Sejarah haruslah memberi edukasi pada generasi mendatang.
Dalam membaca fakta dan data jelas diperlukan analisis yang cermat agar
memberikan dampak pada narasi sejarah yang baik dan benar. Dalam hubungan ini,
artikel ini dimaksudkan untuk merangkum siapa saja sejarawan awal pulau Bali,
orang-orang yang telah memberi kontrinusi dalam penulisan sejarah masa kini.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam
artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan
lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru
yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Bali Sejak Era VOC: G van den Broek
Sejarah Bali, meski pulaunya kecil seperti halnya
pulau Lombok, sejatinya Bali memiliki sejarah yang super lengkap. Ibarat
toserba (hypermarket) semua (bidang penelitian sejarah) ada. Tidak hanya soal
keragaman (jenis) termasuk varian warna, sejarah Bali juga ibarat pembeli
sepatu di hypermarket yang dapat menemukan semua ukuran (bayi, anak-anak,
remaja, dewasa dan lansia) dan semua kebutuhan (sekolah, kantor, pesta, olah
raga dan liburan). Para peneliti (sejarah) Bali juga banyak orangnya yang mampu
melayani semua pengunjung. Para peneliti inilah yang disebut pionir sejarah
Bali.
Hingga tahun 1839 tidak ada orang asing yang
mengetahui secara sadar bahwa penduduk Bali beragama Hindoe. Para penulis
sejarah Bali menyebut orang Bali adalah Budha dan berbicara bahasa Bali, de
Balinezen zijn Budhisten en spreken het Balineesch (lihat Tijdschrift voor
Neerland's Indie, 1839). Paradoks memang. Intinya, masih banyak yang belum
mengenal bagian dalam pulau Bali, padahal catatan tentang keberadaan Bali
seumur dengan kehadiran Belanda di Hindia Timur (sejak ekspedisi pertama
Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman, 1595-1597). Sejak ekspedisi
pertama ini, Bali dapat dianggap sebagai basis pertama pelaut-pelaut Belanda.
Pada tahun 1605 Bali adalah basis (angkatan laut) Belanda dalam penaklukan
Amboina yang dikuasai oleh Portugis. Ekspedisi penaklukkan (pelabuhan) Ambon
ini dipimpin oleh Admiral Steven van Hagen.
Dalam catatan Kasteel Batavia (Daghregister) yang
dimulai sejak 1659 nama Bali termasuk yang sering disebut. Pada era VOC, Bali
hanya dikenal dari sisi luar. Salah satu penulis yang sudah berinisiatif
memanfaatkan data Daghregister adalah Valentijn, seorag geografi sosial yang
berdiam di Amboina yang bukunya dipublikasikan pada tahun 1727 hanya
menyinggung Bali sepintas dari sisi luar. Demikian juga Radermacher, pendiri
lembaga ilmiah pertama, Bataviasch Genootschap Der Kunsten En Weetenschappen
(didirikan 1778), dalam berbagai risalahnya tentang Hindia Timur hanya secuil
menyinggung Bali. Ketidaktahuan tentang Bali, bahkan sekelas Raffles, hanya berspekulasi
menulis sejarah Bali dan berasumsi bahwa asal usul orang Bali dari berbagai
tempat di Celebes (lihat The History of Java; yang diterbitkan 1817). Dari sisi
luar, sejarah Bali terbilang terdepan dalam sejarah Indonesia, tetapi dari sisi
(pe)dalam(an) sejarah Bali kurang terinformasikan hingga tahun 1846. Inilah
masalah utama sejarah Bali. Namun itu tidak menjadi soal, karena peneliti
(sejarah) Bali sangat banyak (dari berbgai bidang keahlian) dan juga memiliki
perhatian yang intens (termasuk melakukan kajian sejarah Bali secara
retrospektif). Dalam hal inilah peran pionir sejarawan Bali menjadi penting.
Mereka inilah yang kemudian membangun fondasi sejarah Bali untuk sejarawan next
generation.
Setelah kembalinya Pemerintah Hindia
(menggantikan pemerintah pendudukan militer Inggris 1811-1816) mengirim
ekspedisi ke Bali. Dalam berbagai sumber disebut orang yang memimpin ekspedisi damai
ke Bali adalah van den Broek pada tahun 1817 atau 1818. Laporan van den Broek
ini sudah diketahui pada tahun 1818 (lihat Algemene konst- en letter-bode, 1818). Laporan
ini kemudian terdapat pada (buku) De Oosterling
(diedit oleh J Oliveir Jr) yang diterbitkan pada tahun 1834 di bawah judul
Verslag nopens het eiland Bali, de Vorsten hunne geaardheid en betrekkingen,
den handel, den culture, de bevolking, hare seden en gewoonten, godsdienst en
andere bojzonderheden (halaman 158-236).
Sebagaimana judulnya cakupan laporan cukup luas seperti perdagangan di pantai,
sekilas tentang masing-masing kerajaan di Bali.
De Oosterling (diedit oleh J Oliveir Jr) 1834 |
Nama G van den Broek dengan beberapa penumpang
lainnya diberitakan berangkat ke Batavia. Dalam pelayaran ini terdapat tentara
(lihat Rotterdamsche courant, 06-01-1818). Berita berikutnya adalah bahwa di
Portsmouth [Inggris] kapal Le Fenne Annet di bawah kapten G van den Broek dari
Amstedam menuju Batavia (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 15-01-1818). Di
Batavia dari Postkantoor diumumkan bahwa beberapa kapal akan berangkat ke
Belanda, diantaranya kapal La Fenne Annette dengan kapten van den Broek menuju
Antwerpen (lihat Bataviasche courant, 16-01-1819). Diantara kedatangan dan
keberangkatan inilah sebagai komisaris, G van den Broek dikirim ke Bali. Banyak
diantara keluarga (marga) van den Broek sebagai pelaut dan juga terdapat
beberapa yang tinggal di Hindia. Salah satu keluarga van den Broek yang
terkenal adalah P van den Broek komandan eskpedisi Belanda pertama ke Arabia,
Hindoestan dan Suratte antara tahun 1616 hingga 1618. Tujuan misi perdamaian yang
dipimpin G van den Broek ke Bali ini tidak menghasilkan perjanjian damai
(placaat). Meski demikian, masih ada yang tersisa atas ekspedisi ini yakni
laporan tentang Bali.
Paling tidak kehadiran G van den Broek di Bali
sebagai petunjuk adanya wakil Pemerintah Hindia Belanda (Batavia) untuk
menjajaki kembali hubungan yang terputus dengan (radja-radja) Bali. Boleh jadi
ini adalah kunjungan pertama orang Belanda ke Bali setelah lama tidak terjadi
kontak (komunikasi). Laporan van den Broek ini dapat dikatakan sebagai
penulisan terawal tentang sejarah Bali. Berdasarkan catatan Kasteel Batavia
yang terakhir terdapat dua surat dari Bali kepada Yang Mulia di Batavia.
Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1882 |
Kahadiran G van den Broek tidak banyak memberikan
keterangan tentang sejarah Bali. Sejarah Bali hanya terbatas pada perihal perdagangan
sejak era VOC dan aspek yang tekait politik. Ini karena orang-orang
Eropa-Belanda hanya terbatas (perdagangan) di pantai. Ketika sejumlah tempat sudah
dibentuk cabang Pemerintah Hindia Belanda seperti di Jawa (pasca Perang
Jawa-Diponegoro 1825-1830) dan Sumatra’s Westkust (Perang Padri sejak 1823,
yang baru berakhir 1838) Bali sendiri masih independen, yang berarti Bali belum
langsung berada di bawah Pemerintah Hindia Belanda. Sebelumnya pemerintah
penduduk Inggris (1811-1816) akan memaksa Bali berada di bawah Letnan Gubernur
Raffles namun harus sirna karena kembalinya kekuasaan Pemerintah Hindia
Belanda. Oleh karena itu, Bali yang tetap independen.
Setelah
gagalnya van den Broek membuat penjanjian damai dengan raja-raja Bali, sebenarnya
ada upaya yang dilakukan pasca Tractat London 1824 yakni dengan mengirim Said
Hasan Abdoellah. Hasilnya hanya kerajaan Badoeng yang bersedia yang kemudian
ditandatangani perjanjian antara pejabat Pemerintah Hindia Belanda dengan Radja
Badoeng pada tahun 1826. Untuk itu Pemerintah Hindia Belanda menempatkan du
Bois sebagai perwakilan pemerintah di Badoeng. Namun du Buis harus segera
ditarik pada tahun 1831 (pasca Perang Jawa). Hubungan Pemerintah Hindia Belanda
dengan Bali kembali terputus.
Independensi Bali menyebabkan Bali kurang
terinformasikan ke luar. Dengan kata lain orang-orang Eropa-Belanda belum ada yang
menginformasikan tentang situasi dan kondisi di (pedalaman) Bali. Informasi
tentang Bali hanya diperoleh di pelabuhan-pelabuhan (seperti pelabuhan
Boeleleng dan pelabuhan Koeta). Dari sumber lain diketahui bahwa selama du Bois
di Badoeng, ada dua orang Inggris Medhurst dan Tomlin yang datang. Setelah
tidak adanya kehadiran Pemerintah Hindia Belanda di Bali sejak 1831 lalu
kemudian muncul satu orang Inggris yang mulai merintis perdagangan di pelabuhan
pantai Bali. Pedagang tersebut awalnya berada di Batavia yakni GP King lalu
pindah ke Bali tahun 1833. Pedagang ini kemudian diketahui telah relokasi ke
Ampenan, Lombok (sementara pedagang Denmark, keluarga de Lange membangun
perdagangannya di pelabuhan Tanjung Karang, Lombok).
Utrechtsche courant, 28-11-1836 |
Orang-orang Eropa-Belanda, sejak lama hanya
mengenal Bali sebagai kontak pertama Belanda sejak Cornelis de Houtman,
komunikasi perdagangan VOC, wilayah kerajaan-kerajaan, perjanjian-perjanjian
dengan raja-raja Bali, para budak yang didatangkan dari Bali, orang-orang Bali
yang dijadikan sebagai tentara pribumi pendukung militer VOC dan orang-orang
Bali yang banyak menetap di Batavia dan sekitar. Bagaimana situasi dan kondisi
di (perdalaman) Bali dan bagaimana sejarahnya masih buta bagi orang-orang
Belanda. Para ilmuwan Belanda sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda
hanya intens melakukan studi di Jawa. Bali masih sebuah kotak pandora. Seorang
perwira mudal angkatan laut Melvill membuka perhatian dengan menulis deskripsi
geografis pulau Bali.
Saat
pulau Bali hampir terlupakan, seorang perwira angkatan laut Melvill menulis
deskripsi geografis pulau Bali dan pulau Lombok yang dimuat pada majalah di Moniteur
des Indes (1845-1849) pada tahun kesatu dan tahun kedua dengan judul Beschrijving
van de eilanden Bali en Lombok. P Baron Melvill van Carnbee, mengindikasikan
keturunan Inggris yang lahir di ‘s Gravenhage pada tanggal 20 Mei 1816. Dia memulai
karir sebagai letnan laut dan melakukan pelayaran pertama ke Hindia (1835-1837).
Melvill kembali ke Hindia pada tahun 1839 dan sejak ini timbul menatnya untuk
pengetahuan kepulauan Hindia seiring dengan penempatannya juga di kantor
hydograph di Batavia. Melvill mulai menyadari dengan ketekunannya memperhatikan
bahwa para pelaut Belanda yang telah menggunakan selama lebih dari setengah
abad memanfaatkan peta laut yang dibuat Inggris sudah tidak memadai untuk
perairan Hindia Belanda, Melvill mulai paham mengapa banyak kapal-kapal Belanda
tenggelam dan kehilangan banyak materi di perairan Hindia Belanda. Melvill
mulai menyarankan perlunya memperbaiki dan untuk menyusun peta yang lebih baik
dari dokumen-dokumen VOC-Hindia Belanda yang lama lama. Lalu lahirlah peta Jawa
terbaru pada tahun 1842. Pada tahun 1845 Melvill kembali ke Hindia hingga 1850.
Dalam fase ini Melvill banyak melakukan pelayaran ke seluruh Hindia dalam
tugas-tugas pengamanan laut dan pemetaan. Dalam kesempatan ini Mervill banyak
melakukan pengukuran ketinggian gunung termasuk gunung Randjani di Lombok dan
gunung-gunungdi Soembawa dan Floresr. Melvill pada fase ini juga diperbantukan
sebagai pemimpin Moniteur des Indes. Melvill banyak membahas dalam bidang ini,
uraian, peta, komentar, dll. Pembuatan peta Tiongkok Selata, Riouw, Singapura,
dan Lingga atas kontribusi Melvill sangat dihargai bahkan oleh orang Inggris
sendiri. Pada tahun 1850 Melvill dipromosikan sebagai ajudan ke Wakil Laksamana
van den Bosch. P Baron Melviil menikah pada tahun 1854 dengan nona muda, putri anggota
Dewan Hindia, Baron de Koek. Pada tahun 1854 Melvill menghasilkan peta laut Jawa
dan juga menyelesaikan kompilasi peta pantai timur Celebes dan jalur pelayaran
yang berdekatan. Mervill dengan permintaan pemerintah akan mengedit dan akan
menerbitkan atlas umum Hindia Belanda. Untuk itu Mervill telah mengumpulkan
banyak catatan dari dirinya sendiri dan orang lain termasuk dari para pelancong
di darat maupun di lautan. Atas semua prestasinya di bidang pelayaran dan
kelautan serta pemetaan telah diberikan bintang oleh pemerintah. Namun usia
Melvill tidak lama, seperti yang diberitakan Algemeen Handelsblad, 12-01-1857 P
Baron Melvill van Carnbee meninggal pada bulan Oktober 1856.
Sehubungan dengan adanya kebijakan Pemerintah Hindia Belanda dalam
pelarangan perdagangan budak di Hindia Belanda, sejumlah radja-radja di pulau
Flores dan pulau-pulau sekitar mengeluh kepada Pemerintah Hindia Belanda
tentang banyak penduduknya yang diculik dan diduga mengalir ke kota-kota
pelabuhan di barat pulau Soembawa dan timur pulau Lombok. Sementara itu,
sebelumnya Pemerintah Hindia Belanda sudah memiliki perjanjian dengan radja
Bali Selaparang di Lombok tahun 1843 untuk turut mencegah perdagangan budak di
sekitar perairan Lombok (perjanjian dengan Radja Boeleleng pada tahun 1841). Dengan
adanya perjanjian ini akan memudahkan kapal perang Pemerintah Hindia Belanda
bergerak di perairan Bali dan Lombok untuk mencegah perdagangan budak. Dalam
hubungan inilah kapal perang Hindia Belanda melakukan pengamanan di sekitar perairan
Lombok dan perairan Bali. Saat inilah diduga kuat Melvill mengumpulkan
bahan-bahannya dalam penulisan tentang deskripsi geografis pulau Bali dan
Lombok yang diterbitkan pada majalah Moniteur de Indes (1845 dan 1846).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Para Pionir Sejarah Bali
Pada tahun 1846 Pemerintah Hindia Belanda
merekrut seorang Jerman Heinrich Zollinger, penulis yang beralatar belakang keahlian
geologi dan botani untuk ditugaskan melakukan ekspedisi ilmiah di Bali dan
Lombok. Hal ini dilakukan seiring dengan pengiriman ekspedisi militer
Pemerintah Hindia Belanda untuk menghukum pangeran (radja) Boeleleng yang
dimulai pada bulan Juni 1846. Perang antara Pemerintah Hindia Belanda dan
kerajaan Boeleleng dikenal sebagai Perang Bali pertama (1846).
Disebutkan pangkal perkara
perang ini adalah Goesti Ngoerah Made Karang Asem, Radja Boeleleng telah
melanggar perjanjian yang dibuat dengan Pemerintah Hindia Belanda yang
ditandatanganinya sendiri dilanggar dan ditandatangani sendiri. Perjanjian itu
dibuat pada tanggal 26 November 1841 dan diperbarui tanggal 8 Mei 1843.
Pelanggaram lainnya adalah penduduk Djembrana (di bawah kekuasaan Radja
Boeleleng) pada bulan Januarij 1844 bersalah karena menjarah kapal yang
berlayar di bawah bendera Belanda di atas kapal milik warga negara Hindia dan
bahwa kompensasi yang dijanjikan belum diberikan; bahwa Radja tidak menerima
dan memperlakukan utusan-utusan Pemerintah dengan penghargaan yang harus
dibayar dan sebagai wakil dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda tetapi disikapi
sebagai musuh. Juga disebutkan surat Gubernur Jenderal tidak dijawab, dan tidak
menampilkan bendera Belanda sebagaimana mestinya (sesuai perjanjian damai).
Oleh karena pintu negosiasi sudah tertutup lalu diputuskan diadakan ekspedisi
(militer). Sebelum dilakukan pendaratan, surat ultimatum telah dikirimkan kepada
Radja dengan tempo 3X24 jam. Bagaimana perang itu berlangsung dapat dibaca pada
surat kabar Javasche courant, 07-07-1846 (yang mana pada edisi ini semuanya
berisi tentang perang di Boeleleng dan Singaradja).
Sehubungan dengan perang di pulau Bali ini mulai
pulau Bali ditulis dari berbagai sisi. Selain artikel-artikel di surat kabar. salah
satu tulisan yang terbilang teknis adalah tulisan van Hoevel tentang Pulau Bali
yang dimuat pada Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie, 1846. Laporan Heinrich Zollinger baru
diterbitkan pada tahun 1847 dengan judul Verhaal eener reis over de eilanden Bali en Lombok
gedurende de maanden mei tot september 1846 (diterbitkan di Utrecht). Dari
isinya, Heinrich Zollinger telah mengunjungi Singaradja pada tahun 1846. Sementara
tulisan van Hoevel lebih pada kompilasi berbagai sumber.
Tulisan Heinrich Zollinger, dapat
dikatakan sebagai tulisan yang menguraikan secara komprehensif tentang pulau
Bali, tidak hanya soal geologi dan pertanian juga tentang perdagangan dan juga
tentang deskripsi penduduk pulau Bali. Jika G van den Broek pada kunjungan
tahun 1818 mengulas tentang sisi luar pulau Bali, Heinrich Zollinger, dapat
dikatakan sangat rinci tentang sisi (pe)dalam(an) pulau Bali.
Sejak laporan Heinrich Zollinger tentang pulau,
tulisan-tulisan tentang pulau pulau semakin akumulatif (semakin diperkuat dan
semakin diperkaya). Tulisan yang segera menyusul setelah Heinrich Zollinger,
adalah tulisan Rudolf Hermann Theodor Friederich yang berjudul Voorloopig
verslag van het eiland Bali yang diterbitkan oleh Universiteitsbibliotheek
Leiden pada tahun 1849.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Dr. N van der Tuuk dan Dr. R van Eck
Tidak ada komentar:
Posting Komentar