*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Bali, tidak hanya tentang alam pulau
Bali, tetapi juga tentang orang yang berada di pulau itu. Pulau Bali sendiri
sejak awal adalah pulau yang terbuka, pulau dimana bermukim penduduk asli,
penduduk yang paling asli (origin). Namun dalam rentang waktu sejarah pulau
Bali yang sudah lama, sejak origin hingga ini hari, masih ditemukan sisa
penduduk aseli pulau Bali. Penduduk paling aseli ini disebut orang Bali Aga.
Orang-orang aseli ini masih melakukan praktek budaya lama (oesana Bali).
Sejarah Bali juga termasuk orang-orang yang ahli di bidangnya tentang Bali.
Bagaimana
cara mempelajari (sejarah) orang Bali, seorang peneliti bernama Lekkerkerker.dalam
risalahnya yang dimuat pada majalah Tijdschrift van het Aardrijkskundig
Genootschap, 1933 menyatakan bahwa studi tentang masyarakat Bali seharusnya
tidak dimulai dari ujung yang salah, tidak dengan masyarakat kasta dan
lembaga-lembaga Hindoe, tetapi di desa-desa, dimana banyak kelompok populasi
kuno masih dapat ditemukan. Salah satu desa kuno yang terkenal adalah desa
Tenganan Pagringsingan. Hingga masa ini oesana Bali masih eksis di desa Tenganan
Pagringsingan. Nama dua orang ahli yang terbilang sangat intens tentang sejarah
orang Bali adalah FA Liefrinck dan N van der Tuuk. Oleh karena itu, jika
terkait dengan urusan sejarah orang Bali, generasi ahli berikutnya mendirikan perpustakaan
di Bali dengan nama Kirtya Liefrinck van der Tuuk.
Bagaimana sejarah orang Bali dan bagaimana
sejarah orang-orang yang meneliti tentang (pulau) Bali menjadi satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dalam penulisan sejarah Bali. Seperti orang Bali harus
ada yang bermula (orang Bali yang paling awal), juga dalam penulisan sejarah
Bali harus ada orang yang memulainya. Yang memulainya adalah orang-orang
Eropa-Belanda. Kita, pada masa kini hanyalah sekadar melanjutkan. Okelah, untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Orang Bali Aga
Tidak seorang pun yang mengetahui tentang orang
Bali asli, orang Bali Aga hingga kedatangan seorang ahli bahasa Dr. N van der
Tuuk. Kedatangan N van der Tuuk ke Bali karena satu alasan: mempelajari bahasa
Bali untuk menyusun kamus bahasa Bali agar injil dapat diterjemahkan ke dalam
bahasa Bali (sebagaimana sebelumnya N van der Tuuk telah berhasil menyusun
kamus bahasa Batak). Ternyata N van der Tuuk di Bali sudah mulai menemukan ada
hubungan antara bahasa Bali dengan bahasa Kawi. Eureka!
Ketika
van der Tuuk sudah beberapa waktu berada di Bali (Boeleleng) muncul perdebatan
diantara para ahli Belanda soal penerjemahan dokumen kuno di Jawa. Para ahli Belanda
kesulitan membaca teks Jawa Kuno (seperti Negarakertagama dan Pararaton) yang
ditulis dalam bahasa Kawi yang hanya mengandalkan kamus bahasa Jawa (modern). N
van der Tuuk menulis risalah yang diterbitkan di majalah bergengsi, yang
menyatakan kamus bahasa Jawa tidak bisa diandalkan menerjemahkan teks bahasa
Kawi. N van der Tuuk berpendapat bahwa kamus bahasa Kawi haruslah
mempertimbangkan bahasa Bali (dan bahasa Sasak). N van der Tuuk menyatakan
secara tegas: ‘saya di Bali sedang mengerjakannya’.
Bahasa Kawi adalah bahasa Jawa kuno. Tidak ada lagi penutur bahasa Kawi di Jawa
meski teks yang ditemukan bertambah dari waktu ke waktu. Di Bali, N van der
Tuuk, meski penutur bahasa (Bali) kuno sudah hilang, tetapi masih banyak
ditemukan desa-desa yang mempraktekkan budaya kuno. Desa-desa tersebut dihuni
oleh penduduk aseli Bali yang disebut orang Bali Aga. Dari orang-orang Bali Aga
inilah N van der Tuuk berharap menemukan jalan keluar untuk membangun kamus
bahasa Kawi agar teks Jawa kuno yang ditulis dalam bahasa Kawi dapat
diterjemahkan lebih baik.
Orang
Bali Aga adalah sisa penduduk aseli Bali yang masih mempraktekkan pengetahuan
dan perilaku orang Bali kuno. Mereka bukan Hindoe tetapi memiliki kepercayaan
sendiri (kepercayaan lama sebelum Hindoe terbentuk di Bali). Orang Bali Aga
dapat dikatakan adalah orang asli Bali yang terpinggirkan (mengisolasi diri),
tetapi N van der Tuuk melihat berbeda. Orang Bali Aga diharapkannya menjadi jembatan
untuk menerjemahkan sisa teks bahasa kuno (bahasa Kawi) yang belum lama
ditemukan untuk kebutuhan ilmu pengetahuan.
N van der Tuuk membuat daftar desa-desa Bali Aga.
Jumlahnya cukup banyak termasuk di dalamnya desa Tenganan Pagringsingan, desa
Troenjan dan desa Sambiran. Dalam hal ini, penemuan (masyarakat) Bali Aga
menjadi penting sehubungan dengan kehadiran N van der Tuuk di Bali. Orang Bali
Aga adalah orang terasli di pulau Bali. Penemuan orang Bali Aga ini kemudian
menyusul R van Eck merapat ke Bali. Sementara pertanyaan utama N van der Tuuk
adalah bagaimana (How) bahasa Bali, R
van Eck mengajukan pertanyaan mengapa (Why) orang Bali Aga. Pertanyaan praktis
R van Eck adalah siapa sesungguhnya orang Bali Aga.
Dua
orang ahli inilah yang pertama melakukan penyelidikan tentang pulau Bali. Studi
awal N van der Tuuk menemukan sisa-sisa bahasa Kawi di Bali, tepatnya di
desa-desa orang Bali Aga. Sedangkan R van Eck dalam studi awalnya menemukan
bahwa orang Bali Aga berbeda dengan orang Bali umumnya. R van Eck mempelajari
profil orang Bali Aga yang berbeda dengan orang Bali umumnya (yang cenderung lebih
mirip dengan profil orang Jawa). Orang Bali Aga tidak hanya memiliki bahasa dan
budaya sendiri, tetapi juga asal-usul sendiri. Orang Bali umumnya adalah
percampuran orang Bali Aga dengan orang Jawa. Orang Bali umumnya ini disebut
orang Bali Moela. Orang Bali yang paling asli (Bali Aga) hanya ditemukan di
desa-desa Bali Aga.
Hasil kerja N van der Tuuk dan R van Eck kemudian
dijadikan oleh Lekkerkerker.sebagai suatu panduan berguna untuk meluruskan para
peneliti yang latah menulis sejarah Bali dari titik yang salah. Lekkerkerker
dalam risalahnya yang dimuat pada majalah Tijdschrift van het Aardrijkskundig
Genootschap, 1933 menyatakan secara tegas bahwa studi tentang masyarakat Bali
seharusnya tidak dimulai dari ujung yang salah, tidak dengan masyarakat kasta
dan lembaga-lembaga Hindoe, tetapi di desa-desa, dimana banyak kelompok
populasi kuno masih dapat ditemukan. Titik awal itu berada di desa-desa Bali
Aga.
Dalam
hal ini desa-desa Bali Aga seperti desa Tenganan, desa Troenjan dan desa
Sambiran janganlah dipandang sebagai desa-desa terbelakang, tetapi harus
ditempatkan sebagai desa-desa terdepan dalam studi dan penulisan sejarah Bali. Seperti
dikatakan Lekkerkerker, mengabaikan desa-desa Bali Aga hanya akan menghilangkan
jati diri (hal paling mendasar) sejarah Bali.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kirtya Liefrinck - van der Tuuk
Dalam penulisan sejarah Bali, dua nama terpenting
haruslah menyebut FA Liefrinck dan N van der Tuuk. Dua nama ini juga penting
disebutkan dalam penulisan sejarah Lombok. Seperti disebutkan N van der Tuuk
telah menyusun kamus Bali, N van der Tuuk juga telah menyusun kamus Sasak. Lantas
siapa FA Liefrinck?
FA Liefrinck
sangat mahir berbahasa Melayu. FA Liefrinck memulai karir sebagai pejabat di
Residentie Banjoewangi pada awal tahun 1870an. FA Liefrinck bersama koleganya R
van Eck juga sangat aktif menulis dan artikelnya dikirim ke majalah bergengsi.
Salah satu tulisan mereka berdua mengulas tentang dewan pertanian irigasi (bacaK
Subak) di Bali yang dimuat dalam majalah ilmiah Tijdschrift voor Indiscke
Taal-, Land- en Volkenkunde, 1875. Dalam edisi yang sama juga terdapat Brief
dari N van der Tuuk. Mereka berdua juga menulis tentang sistem perpajakan di
Bali (lihat Bataviaasch handelsblad, 14-02-1876).
Pada tahun 1876 FA Liefrinck diangkat sebagao
aspirant Controleur di Boeleleng (lihat Bataviaasch handelsblad, 19-08-1876).
Ini mengindikasikab bahwa FA Liefrinck meningkat jabatannya. Sebelumnya FA Liefrinck
adalah sebagai pegawai di Afdeeeling Banjoewangi, Residentie Besoeki. Controleur
Afdeeling Boeleleng dan Afdeeling Djembrana di Residentie Bali en Lombok di
bawah pengawasan Residen Besoeki yangdiperbantukan kepada Asisten Residen di
Banjoewangi. Sebagaimana diketahui N van der Tuuk sudah bekerja di Boeleleng
sejak 1871.Seperti dilihat dari artikel-artikelnya bersama R van Eck, FA Liefrinck
sudah sering ke Bali khususnya Boeleleng. R van Eck, FA Liefrinck dan N van
derTuuk menjadi ‘trio maut’ dalam bidang penulisan sejarah Bali di Boeleleng.
Afdeeling
Boelelengdan Afdeeling Djembrana adalah dua cabang Pemerintah Hindia Belanda
yang sudah terbentuk di wilayah Residentie Bali en Lombok. Di dua afdeeling ini
masing-masing ditempatkan seorang Controleur, Kerajaan-kerajaan lainnya terasuk
kerajaan Bali Selaparang di pulau Lombok hubungannya tidak langsung (masih
dipimpin oleh radja masing-masing). Pembentukan cabang Pemerintah Hindia
Belanda di Boeleleng dan Djembrana dimulai dengan sehubungan penghukuman
terhadap radja (pangeran) Boelelengpada tahun 1846. Saat itu kerajaan Djembrana
di bawah kekuasaan kerajaan Boeleleng. Untuk menghukum Radja Boeleleng
Pemerintah Hindia Belanda mengirim ekspedisi militer tahun 1846 dan berakhir
pada tahun 1849 (Perang Bali pertama). Pasca perang inilah Pemerintah Hindia
Belanda membentuk cabang pemerintahan di Boeleleng dan Djembrana.
Seperti disebutkan di atas, pada tahun 1878 Rvan
Eck menerbitkan suatu artikel yang dimuat dalam majalah Tijdschrift voor
Neerland's Indie, 1878 dengan judul Scheten van het Eiland Bali. Dalam sketsa R
van Eck ini diulas panjang lebar siapa sesungguhnya orang-orang Bali Aga. R van
Eck tidak hanya menganggap desa-desa Bali Aga penting, tetapi juga menyatakan
bahwa orang Bali Aga berbeda dengan orang Bali umumnya. Menurut R van Eck orang
Bali umumnya mirip orang Jawa.
Dalam
risalah tersebut, R van Eck memulai tulisannya dengan mengutip pendapat seorang
penulis Inggris yanga menyatakan bahwa "sejarah agama di Hindia (Belanda)
adalah sejarah rakyat’. Meski pernyataan itu diragukannya, namun R van Eck
sependapat dengan penulis tersebut tentang Bali. Lalu R van Eck engajuan
pertanyaan, mereka berasal dari mana? Yang dimaksud mereka adalah seluruh
(kelompok) populasi di Bali. R van Eck menyingkirkan soal mitologi meski dia
harus juga membaca Oesana Bali yang telah diterjemahkan oleh Friederich dan
mendengakan cerita Abdullah bin Mohamed el Maz'rie tentang kampong Bedahoeloe
(tempat asal-usul). R van Eck hanya menyimpulkan beberapa sumber (cerita) dengan menyatakan saya tidak menemukan
apa-apa selain desahan, terinspirasi oleh kebanggaan nasional yang berlebihan
dan desahan untuk mengangkat orang Jawa (yang telah menjadi penguasa Bali). R
van Eck juga terkesan menyangkal pendapat Raffles dalam bukunya The Histroy Of
Java yang menyatakan bahwa orang Bali berasal dari berbagai tempat di Celebes.R
van Eck lalu menutup pendapat-pendapat itu dengan jujur bahwa saya tidak tahu bagaimana orang Bali datang ke
pulau ini. Kalimat penutup ini menjadi ruang terbuka bagi R van Eck untuk
membuka ruang studinya untuk membuka kotak pandora dengan melakukan studi
perbandingan antara orang-orang Bali Aga dengan orang Bali umumnya dengan suatu
hipotesis bahwa populasi pulau saat ini sebagian besar merupakan hasil dari
campuran penduduk asli dengan pemukim Jawa dan pemukim lainnya. Perbedaan
antara kelompok yang besar dan kecil ini akan mengarahkan kepada penyelidikan
penduduk asli Bali dan memahami hal yang menjadi bagian integral dari adat dan
kebiasaan, apakah sejak menghilang atau hanya dapat menunjukkan bagian-bagian reruntuhan
keberadaan sebelumnya. Di antara
desa-desa di Bali kita akan melihat lagi mana yang ‘lama’ dan mana yang ‘baru’
yang hidup bersama dengan damai.
Lantas bagaimana kesimpulan sementara R van Eck? Satu hal yang esensial penemuan R van Eck
adalah tentang komunitas kecil Bali Aga adalah terdapat elemen yang bersesuaian
dengan praktek budaya (lama) di komunitas Dayak dan Batak. Dua komunitas yang
disebutnya berada di Kalimantan dan Sumatra masih alamii dan tidak banyak
tercampur dengan (pengaruh) asing (di luar komunitas mereka).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar