*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini
Setelah 280 tahun Belanda (sejak era VOC) di Manado, pada tahun 1942 harus berakhir. Ini sehubungan dengan terjadinya pendudukan militer Jepang di seluruh kawasan Pasifik. Pendudukan militer Jepang ini dimulai di Kema, Kakas dan Manado. Mengapa kota-kota ini yang lebih dahulu diduduki? Wilayah Sulawesi Utara yang berada di utara pulau Sulawesi, menjadi salah satu target pertama militer Jepang sebelum menduduki (pulau) Jawa.
Bagaimana sejarah pendudukan Jepang di Manado sudah banyak ditulis. Tentu saja itu cukup. Menurut ahli sejarah tempo doeloe, jika penggalian data terus dilakukan, maka penulisan sejarah akan terus berlangsung. Lantas bagaimana asal-usul pendudukan militer Jepang di Manado? Ahli sejarah tempo doeloe juga mengatakan bahwa semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pemerintah Hindia Belanda: Awal Pendudukan Militer Jepang
Pada hari Minggu invasi Hindia Belanda sudah dimulai, meskipun daerah utama belum diserang, tentara Jepang sudah mendarat di Tarakan dan Minahasa (lihat Amigoe di Curacao : weekblad voor de Curacaosche eilanden, 12-01-1942). Laporan Domei dari Tokyo, sebagaimana dilansir surat kabar Dordrechtsche courant, edisi hari Rabu 14-01-1942 menyatakan bahwa Kema telah diduduki oleh pasukan pendaratan khusus Angkatan Laut Jepang tanggal 11 Januari dan juga bandara Kakas sudah berada di tangan Jepang, dimana empat pembom berat Lockheed-Hudson dan tiga pembom berat lainnya ditembak jatuh.
Mengenai perebutan lapangan terbang Kakas, dilaporkan bahwa unit Jepang yang menduduki Menado telah maju ke Tondano, dimana mereka bergabung dengan unit yang telah mendarat di Kema. Satuan gabungan kemudian maju ke bandara Kakas. Kakas terletak di ujung selatan danau Tondano, enam puluh Km sebelah selatan Manado. Ini adalah tempat yang sehat dan sejahtera, yang sangat populer di kalangan wisatawan.
Berita tersebut menandai awal pendudukan militer Jepang di Sulawesi (Utara). Pendudukan milieter Jepang di Kema, Manado dan Kakas menandai kota-kota pertama di Indonesia yang telah diduduki. Sementara itu Dordrechtsche courant, 14-01-1942 yang melansir dari kantor berita SPT bahwa Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, van Mook, tiba di San Francisco dari Australia pada hari Selasa (13 Januari). Dia akan segera melakukan perjalanan ke Washington.
Pada hari yang sama serangan udara dilancarkan ke kota minyak di Tarakan. Di daerah Tarakan, pesawat Jepang telah menembak jatuh bomber bermesin ganda milik lawan dan mesin kedua. Markas besar Jepang juga melaporkan (tanggal 11 Januari) bahwa angkatan laut Jepang juga telah menghancurkan kapal tanker Hindia Belanda Prins van Oranje yang berusaha melarikan diri dari Tarakan. Menurut kantor berita ANP dari Batavia, otoritas yang berwenang telah mengakui jatuhnya pusat minyak Tarakan
Sebelum Jepang menginvasi Hindia Belanda (baca: Indonesia) Pemerintah Hindia Belanda diminta Radio Tokyo untuk menyerah, namun permintaan tersebut ditolak. Setelah Tarakan dan Minahasa serangan militer Jepang diarahkan ke timur.
Opregte Steenwijker courant, 16-01-1942: ‘Serangan terhadap Ambon dan Temate. Menurut komunike dari markas besar Kekaisaran Jepang, pesawat angkatan laut Jepang juga melakukan serangan yang sangat ekstensif pada hari Kamis di pulau Molukka (termasuk di Ambon), di New Guinea (termasuk Sorong), serta pulau New Britain di Australia (pulau terakhir, yang terletak di lepas pantai timur laut New Guinea, juga disebut New Pomerania). instalasi hancur atau dibakar. Sementara itu, komunike selanjutnya menyatakan bahwa angkatan bersenjata Jepang di Minahasa sedang dalam proses operasi telah menangkap sejumlah besar mobil lapis baja musuh, senjata lapangan, senapan mesin, bahan peledak, amunisi dan bahan perang lainnya’.
Permintaan Tokyo untuk menyerah yang ditolak menjadi alasan militer Jepang menghancurkan properti, pesawat dan kapal Pemerintah Hindia Belanda. Jepang tidak dala situasi bermusuhan dengan Pemerintah Hindia Belanda tetapi Jepang melawan Amerika Serikat dan Kerajaan Inggris (lihat Opregte Steenwijker courant, 16-01-1942). Jepang menahan diri untuk tidak mengambil tindakan permusuhan terhadap Hindia Belanda. Ini dilakukan dengan keinginan yang tulus, sejauh mungkin, untuk mencegah penduduk Hindia Belanda terkena kengerian perang. Namun karena Pemerintah Hindia Belanda menolak, itulah mengapa serangan dan invasi ke Hindiea Belanda di Minahasa dan Tarakan dimulai pada tanggal 11 Januari 1941.
Mengapa Jepang tidak menyebut berperangan dengan Pemerintah Hindia Belanda tetapi hanya dengan Kerajaan Inggris dan Amerika Serikat. Secara situasional di Hindia Belanda pada dasarnya peerintahan adalah kolaborasi orang-orang Belanda dan Indonesia sehubungan dengan semakin meningkatnya positioning rakyat Indonesia menjelang Perang Pasifik (terbentuknya GAPI dan MAPI). Sementara di Semenanjung Malaka (plus Singapoera) kedudukan Kerajaan Inggris mendominasi yang juga hal yang sama di Filipina dimana Amerika Serikat sangat berkuasa.
Sikap Jepang terhadap Hindia Belanda yang tidak ingin bermusuhan, sejatinya hubungan Jepang dengan orang-orang Indonesia sudah terbentuk antara para pemimpin revolusioner Indonesia dengan Konsulat Jepang di berbagai kota di Hindia Belanda seperti di Batavia, Semarang Soerabaja, Medan dan Manado. Pendudukan militer Jepang di Hindia Belanda seperti di Manado tidak dalam wujud kertas kosong (tetapi by design).
Sejumlah orang Indonesia, terutama para mahasiswa dan sarjana revolusioner Indonesia di Belanda sudah muak dengan perilaku Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1913 mantan ketua Indische Vereeniging Soetan Casajangan menulis buku yang berjudul berjudul 'Indische Toestanden Gezien Door Een Inlander' (negara bagian di Hindia Belanda dilihat oleh penduduk pribumi) yang diterbitkan di Baarn oleh Percetakan Hollandia-Drukkerij. Buku ini adalah sebuah monograf (kajian ilmiah) setebal 48 halaman yang mendeskripsikan dan membahas tentang perihal ekonomi, sosial, sejarah budaya Asia Tenggara (nusantara) dan pertanian di Indonesia. Dalam buku ini juga menyoroti kemajuan di Jepang sesama Asia, sementara di Hindia Belanda sungguh menyedihkan. Soetan Casajangan ingin mengatakan bahwa ada perbedaan antara West dan Oost. Setahun kemudian Sam Ratulangi di Belanda emproosikan Minahasa di lingkungan Indische Vereeniging yang tidak hanya mengekplorasi monografi kampong halamannya di Minahasa tetapi juga menarik hubungan antara orang Minahasa dan Jepang tidak hanya soal asal-usul tetapi juga keberlangsungan perdagangan Jepang dan Manado (lihat Bataviaasch nieuwsblad13-03-1914).
Pada tahun 1918 seorang jurnalis di Medan, Parada Harahap membongkar kasus prostitusi di kalangan atas (orang-orang Eropa-Belanda di hotel-hotel berbintang). Kasus prostitusi ini menyangkut perdagangan gadis-gadis Jepang yang dikoordinasikan seorang germo di Singapoera. Pembongkaran kasus ini di satu sisi memukul muka Pemerintah Hindia Belanda dan di sisi lain Parada Harahap mendapat pujian dari masyarakat Jepang di Hindia Belanda dan juga pujian datang dari Konsulat Jepang di Medan. Seperti halnya Soetan Casajangan dan Sam Ratulangi, perasaan dekat dengan Jepang sudah terbentuk. Perasaan dengan orang Belanda mulai menjauh. Para konsulat Jepang di Hindia Belanda tampaknya mulai memelihara persahabatan yang baik dengan orang-orang Indonesia. Meski Konsulat Tiongkok sudah ada beberapa kota di Hindia Belanda, tetapi proaktif Konsulat Jepang dengan orang-orang Indonesia terkesan lebih kuat, Boleh jadi itu dari sisi pandang orang Indonesia, Jepang jauh lebih maju dari Tiongkok.
Pada tahun 1927 dalam rapat akbar Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI) di Bandoeng, sebagai ketua, Ir Soekarno dalam pidatonya sudah menggarisbawahi tentang kemajuan di Jepang. Menurut Ir Soekarno, Belanda di barat tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kemajuan yang diraih oleh rakyat Jepang di timur. Hingga sejauh ini benih-benih rasa persaudaraan antar sesaa Asia sudah semakin menguat (sudah saling membaca). Para konsulat Jepang secara kontinu terus membentuk hubungan baik dengan para pemimpin revolusioner Indonesia (Soetan Casajangan, Sam Ratulangi, Parada Harahap, Soekarno dan lainnya). Tonggak hubungan Jepang-Indonesia ini dimulai pada tahun 1933. Ir Soekarno ditangkap lagi dan pers pribumi dibreidel. Parada Harahap pemimpin dan editor surat kabar Bintang Timoer di Batavia (yang juga korannya turut dibreidel) marah besar dan kemudian memimpin tujuh revolusioner Indonesia berkunjung ke Jepang yang berangkat pada bulan Novermber 1933. Tujuh revolusioner ini diantaranya Abdoellah Loebis pemiimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan, ekonom Samsi Widagda, Ph.D guru di Bandoeng dan Drs Mohamad Hatta yang belum lama pulang studi dari Belanda. Rombongan ini kembali ke tanah air dan merapat pada tanggal 14 Januari di pelabuhan Tandjoeng Perak Soerabaja (yang pada hari yang sama Ir. Soekarno diasingkan ke Flores dari pelabuhan Tandjong Priok, Batavia).
Setelah seminggu di Soerabaja dan sudah merasa aman kembali ke Batavia, Parada Harahap dan Mohamad Hatta pulang ke Batavia. Namun setiba di Batavia beberapa hari kemudian mereka berdua ditangkap oleh intel dan polisi Belanda. Di pengadilan, Konsulat Jepang memberikan kesaksian. Hasilnya Parada Harahap dan Mohamad Hatta dibebaskan. Akan tetapi seminggu kemudian, Mohamad Hatta ditangkap lagi, tidak dengan alasan provokasi ke Jepang, tetapi karena alasan provokasi menuntut otoritas Pemerintah Hindia Belanda yang dimuat pada majalah Daoelat Rakjat enam bulan sebelumnya. Daoelat Rakjat adalah organi dari partai Pendidikan Nasional Indonesia dimana Mohamad Hatta dan Soetan Sjahrir adalah tokoh-tokohnya. Para pentolan partai Pendidikan Nasional Indonesia ditangkap dan diadili. Namun pada akhirnya hanya Mohamad Hatta dan Soetan Sjahrir yang diasingkan (ke Digoel). Relatif bersamaan dengan kasus Daoelat Rakjat ini, pentolan Partai Indonesia (Partindo) juga ditangkap dan diasingkan ke Digoel. Namun ada dua pentolan Partindo yang dibebaskan dengan jaminan karena masih muda dan masih kuliah yakni Amir Sjarifoeddin Harahap (ketua Partindo cabang Batavia) dan Mohamad Jamin (ketua Partindo cabang Soerabaja). Jaminan itu datang dari anggota Volksraad (antara lain Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soeangkoepon dan Sam Ratulangi) dan dekan Rechthoogeschool Batavia Prof Hoesein Djajadiningrat. Catatan: Hoesein Djajdiningrat adalah sekretaris pada pendirian Indische Vereeniging di Belanda pada tahun 1908, Mangaradja Soangkoepon, pentolan Indische Vereeniging yang tiba di Belanda tahun 1910; dan Sam Ratulangi yang tiba di Belanda tahun 1912 dan menjadi ketua Indische Vereeniging pada tahun 1914.
Rumor Perang Pasifik sudah muncul pada tahun 1937 yang mana dua adikuasa sudah sejak lama berselisih: Jepang dan Amerika Serikat, terutama setelah kehadiran Amerika Serikat di Filipina (sejak 1898). Dalam situasi ini orang-orang Belanda di Hindia Belanda sudah mulai gamang. Para pemimpin revolusioner Indonesia terus menggalang persatuan dan kesatuan hingga terbentuknya GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1939 yang mana salah satu pimpinannya adalah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap. Sehubungan dengan pembentukan GAPI ini juga dibentuk MRI (Moesjawarah Rakjat Indonesia) semacam parlemen (pertama) Indonesia. Dalam posisi gamang, Pemerintah Hindia Belanda berusaha merangkul MRI. Hal ini karena secara perlahan suhu politik yang semakin memanas di Eropa dan hawa perang Pasifik yang mulai terasa, orang-orang Belanda di Hindia Belanda seakan mulai kehilangan induk (Kerajaan Belanda di Eropa). Kolaborasi orang Belanda dengan rakyat Indonesia menjadi impian orang-orang Belanda. Namun keinginan berkolaborasi itu ditolak. Hal itulah diduga mengapa ketika Tokyo meminta Pemerintah Hindia Belanda menyerah, tetapi ditolak. Boleh jadi orang-orang Belanda di Hindia Belanda sudah mengetahui hubungan dekat antara Jepang dan para pemimpin rakyat Indonesia sudah tidak terpisahkan lagi. Pada fase sebelum meletusnya perang Pasifik para Konsulat Jepang bekerja dengan melakukan kegiatan spionase dengan mengandalkan orang-orang Indonesia secara rahasia.
Hal itulah mengapa militer Jepang ketika melakukan invasi ke Indonesia (baca: Hindia Belanda) menyerang secara selektif (tidak mengorbankan penduduk Indonesia). Pasukan militer Jepang segera menguasai posisi-posisi strategis seperti pelabuhan dan bandara serta kota-kota dimana terdapat sumberdaya vital seperti minyak di Tarakan (dan kemudian di Palembang). Pesawat-pesawat militer Hindia Belanda dan kapal-kapal Hindia Belanda yang coba melarikan diri segera dibombardir (dihancurkan). Hancurnya alat transportasi ini membuat Peerintah Hindia Belanda tidak berdaya (terputus hubungan dengan negara lain seperti Australia). Seperti disebut di atas Luitenant Jenderal Hindia Belanda HJ van Mook sudah berada di Amerika Serikat (via Australia).
Pasukan militer Jepang yang telah menguasai Malaka dan Koelaloempoer telah merangsek mendekati Singapoera melalui Djohor sebagaimana diberitakan surat kabar Amigoe di Curacao : weekblad voor de Curacaosche eilanden, 20-01-1942 yang melansir dari Radio Jerman. Sudah barang tentu basis Inggrsi di Singapoera sangat strategis bagi Jepang tidak hanya posisinya di tengah juga infrastrukturnya sangat baik. Jepang sedang mengicar Singapoera (yang akan dijadikan sebagai ibu kota Asia Tenggara), Surat kabar ini dalam breaking news menyebutkan bahwa pagi ini Singapoera telah dibom militer Jepang. Surat kabar ini juga mengutip berita dari berbagai sumber yang mngatakan bahwa: Melbourne menyebut situasi sangat serius, terutama menyebutkan kekurangan peralatan (keluhan umum), mengatakan bahwa bala bantuan yang tiba tidak mencukupi; Orang Australia menangkis dengan baik di Malaka; Manado di Celebes, dimana Jepang berkuasa diserang oleh pesawat Amerika Serikat dengan menjatuhkan bom di 9 titik.
Pasukan militer Jepang setelah menguasai sejumlah tempat di luar Jawa seperti Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan New Guinea (Papoea) yang juga belum lama ini Palembang (Sumatra), setelah markas militer Jepang diperkuat di Singapoera, mulai mengicar (pulau) Jawa. Pada fase inilah kemudian orang-orang Belanda di Jawa dan Sumatra dikondisikan menghadapi perang (lawan Jepang) dan juga menyiapkan jalur evakuasi melalui pintu belakang di Bandoeng, Malang, Soekaboemi-Pelaboehan Ratoe dan pelabuihan Kota Padang (di Sumatra) yang diarahkan menuju Asutralia.
Sebelum Jepang menguasai Maluku dan Papoea, Pemerintah Hindia Belanda telah mengevakuasi tahanan politik dari Digoel ke Australia, Mohamad Hatta dan Soetan Sjahrir dari Banda dievakuasi ke Soekaboemi. Ir Soekarno yang telah dipindahkan dari Flores ke Bengkoelen pada tahun 1938 juga telah dievakuasi ke Kota Padang. Markas besar militer Jepang di Singapoera setelah kilang minyak Palembang juga bergeser ke kilang minyak Doemai (Riaou). Kota Medan dan Kota Fort de Kock (Bukittinggi) sedang diincar (dimana pusat evakuasi Belanda berada di Padang). Parada Harahap dkk di Batavia, Dr Radjamin Nasution dkk di Soerabaja dalam posisi wait en see. Catatan: ketika rombongan tujuh revolusioner Indonesia pulang dari Jepang 14 Januari 1933, ketika merapat di pelabuhan Tadnjoeng Perak Soerabaja yang menyambut adalah Dr Soetomo dan Dr Radjamin Nasution. Sebagai informasi tambahan Sam Ratulangi sempat ditangkap tahun 1937 dan ditahan di Bandoeng (dan dibebaskan pada tahun 1938). Dr Soetomo meninggal pada tahun 1938 (tidak lama setelah pemindahan Ir Soekarno dari Flores ke Bengkoelen). Pengaturan pemindahan Ir Soekarno ini dilakukan oleh Parada Harahap dkk di Batavia, Dr Soetomo dkk di Soerabaja dan didukung oleh anggota Volksraad seperti MH Thamrin, Mangaradja Soeangkopon dan Sam Ratulangi.
Diantara ketakutan orang-orang Belanda yang semakin dekat pasukan militer Jepang memasuki Jawa dan mulusnya militer Jepang menguasai tempat-tempat penting di luar Jawa seperti Manado dan Tarakan, pers Belanda di Hindia Belanda mulai mengusut siapa yang bermain di balik itu semua. Spionase dan peran Konsulat Jepang di Manado menjadi sorotan pertama (lihat De Indische courant, 27-01-1942).
De Indische courant, 27-01-1942: ‘Persiapan pembentukan pemerintahan militer Jepang di Indonesia. Stelah pendudukan militer Jepang, pengambilan pemerintahan telah disiapkan oleh sejumlah konsulat Jepang. Sebagai contoh, berikut ini harus disebutkan Masaji Nonomura. Dalam arsip, Masaji Nonomura konsul Jepang di Manado, yang diperiksa untuk indikasi yang jelas dari spionnace yang dilakukan, diberikan diagram lengkap pemerintahan Jepang di tempat-tempat di Hindia Belanda yang akan diduduki. Aktivitas Asosiasi Jepang dan para pemimpinnya ditemukan di dalamnya. Otoritas adat (kepemimpinan lokal) yang akan dipertahankan dalam fungsinya, akan menerima instruksi mereka dari para pemimpin lokal ini. Para pemimpin tersebut pada gilirannya dipimpin oleh kepala agen spionase Tsunehachi Kobayashi yang akan bekerja sama erat dengan konsulat Jepang. Dari arsip yang sama juga menjadi tidak terbantahkan bahwa spionase telah dilakukan tanpa malu-malu dan secara ekstensif dilakukan oleh para konsul Jepang di Hindia Belanda. Berbagai dokumen besar urusan militer tampaknya telah dibakar, tetapi perintah dari Menteri Bultenlandsche Zaken untuk melaporkan pergerakan semua kapal asing di Pasifik, Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia, dan spion-spion melaporkan dari salah satu konsul tentang [pergerakan pasukan sebagai contoh bagaimana itikad baik internasional dikemukakan oleh sesama pencari suaka dari Timur antara Jepang dan Belanda, dan rasa terima kasih yang akan dihargai Jepang terhadap Belanda, yang menjadikan Jepang sebagai langkah pertama dalam sains modern, kemudian orang hanya dapat membenci--menurut Buku Putih--untuk negara yang tidak dapat diandalkan dan berbahaya ini’.
Seperti disebutkan di atas, pasukan militer Jepang memasuki wilayah Indonesia tidak dengan kertas kosong. Semuanya telah dipersiapkan dengan matang antara agen intelijen Jepang dan Konsulat Jepang dengan para pemimpin Indonesia. Tentu saja dalam barisan pemimpin Indonesia termasuk Sam Ratulangi (seperti kita lihat nanti Sam Ratulangi menjadi bagian dari pemerintahan pendudukan militer Jepang). Seperti kata ahli sejartah tempo doeloe, semuanya ada permulaan, tidak datang tiba-tiba (tidak bersifat random, tetapi dibina secara sistematik).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Akhir Pendudukan Militer Jepang: Aneksasi Belanda-NICA
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar