*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Riau di blog ini Klik Disini
Disebutkan hari jadi Kota Pekanbaru pada tanggal 23 Juni 1784. Apakah itu sudah tua atau masih muda, sebab Kota Malaka ditaklukkan Portugis pada tahun 1511. Kota Pekanbaru sendiri berada di sisi sungai Siak jauh di pedalaman (pulau) Sumatra. Posisi GPS Kota Pekanbaru mirip dengan kota Jambi dan kota Palembang, sama-sama di sisi sungai nan jauh di pedalaman. Itu satu hal. Hal yang terpenting adalah sejak kapan sesungguhnya terbentuk Kota Pekanbaru yang sekarang? Apakah bermula sejak 1784?
Jika Kota Pekanbaru disebutkan lahir tahun 1784, itu berarti belum tua jika dibandingkan klaim kota-kota lainnya. Namun yang menjadi persoalannya adalah bagaimana cara mentetapkannya? Apakah hari jadi itu penting-penting amat? Dari perspektif sejarah hari jadi menjadi penting karena setiap kota telah menabalkannya dalam narasi sejarah kota. Lantas sejak kapan kota Pekanbaru lahir dan bagaimana membuktikannya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Nama Pekanbaru
Orang Eropa pertama ke pedalaman pantai timur Sumatra di wilayah Riau yang sekarang adalah Thomas Dias. Itu terjadi pada tahun 1683 yang dapat dibaca dalam laporan Thomas Dias, surat dari Radja Pagaroejoeng serta kontrak antara Thomas Dias dan Radja Pagaroejoeng yang dicatat di Batavia (lihat Daghregister 25 Desember 1684). Dalam kunjungan Thomas Dias ke Pagaroejoeng sebagai perwakilan VOC (Belanda) disepakati bahwa VOC diizinkan membuka pos perdagangan di daerah aliran sungai Siak.
Dalam laporan Thomas Dias disebutkan bahwa Gubernur Malaka menganggap sangat penting ekspedisi ke Pageeroejoeng, sebaliknya Pagerroejoeng dengan cepat merespon niat Gubernur Malaka untuk bekerjasama di Sumatra’s Oostkust. Dalam hubungan ini, VOC/Belanda di Malaka mendapat izin perdagangan di Siak. Lantas mengapa harus ke Pagaroejong? Thomas Dias mencatat bahwa Kerajaan Johor mengklaim Siak sebagai kuasaannya tetapi ketika dikonfirmasi di Pagerroejoeng, Radja Pagaroejoeng menolak klaim tersebut. Dengan adanya kontrak yang dibuat Thomas Dias dan Radja Pagaaroejong, VOC/Belanda mengabaikan klaim Johor tersebut. Thomas Dias sebagai perwakilan VOC dari Malaka (benteng Belanda) mulai melakukan aktivitas perdagangan di Siak dengan bersekutu dengan Pagerroejoeng. Kujungan Thomas Dias ini ke Pagaroejoeng memiliki arti yang lain. Inggris telah mengirim seorang utusan ke Atjeh dan mendapat persetujuan untuk mendirikan maskapai di Pariaman tahun 1684 untuk perdagangan lada (lihat Oprechte Haerlemsche courant, 11-04-1686).
Apa yang mendasari klaim Johor ini terhadap pantai timur Sumatra tidak begitu jelas. Hal itulah diduga mengapa Gubernur Malaka memastikan dengan mengirim utusan ke Pagaroejoeng melalui sungai Kampar dan sungai Siak. Thomas Dias telah mengkonfirmasi, yang kemudian ditindaklanjuti ke dalam kontrak. Seperti biasa, (pemerintah) VOC biasanya membuat kontrak atas dasar persetujuan pemimpin lokal (sebagai dasar legitimasi). Dasar legitimasi ini penting karena akan membuat situasi dan kondusif di wilayah perdagangan (ketika bertransaksi dengan penduduk).
Pada tahun 1843 VOC yang berpusat di Batavia (Kasteel Batavia) berperang dengan Portugis di Malaka. Ini bermula dari perselisihan pedagang Portugis dan pedagang VOC di Kamboja pada tahun 1841 dimana kepala pedagang VOC terbunuh. Portugis yang berpusat di Malaka, melakukan perlawanan terhadap Portugis dan perang tersebut berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Tiga tahun kemudian terjadi perang antara Portugis dan VOC di Kamboja. Lagi-lagi Portugis terusir dari Kamboja dan Portugis hanya menyisakan pos perdagangan di Ternate dan Macao. Situasi dan kondisi baru tersebut dimanfaatkan oleh (kerajaan) Johor bekerjasama dengan VOC, sebab musuh mereka yang pernah menaklukkan Malaka pada tahun 1511 telah hengkang. Kerjasama ini disabut VOC, karena VOC tidak memiliki hutang pada Malaka dan Johor (Johor adalah suksesi kerajaan Malaka). Apa yang mendasari klaim Johor terhadap pantai timur Sumatra masih belum begitu jelas. Berdasarkan catatan lama dalam laporan Mendes Pinto (1539) yang pernah mengunjungi Kerajaan Aroe disebutkan Kerajaan Aroe sedang bermasalah dengan Atjeh di Lingga dan Nagoer. Mendes Pinto mencatat Kerajaan Aroe separuh dari 15.000 tentara Kerajaan Aroe (di daerah aliran sungai Baraoemoen) adalah Batak, sebagian yang lain didatangkan dari Minangkabau, Indragiri, Djambi, Borneo dan Luzon. Dalam laporan Mendes Pinto juga disebutkan bahwa Kerajaan Malaka sebelum dikuasai Portugis (1511) pernah diserang Kerajaan Aroe (dan Malaka selalu takut kepada Aroe). Ini menunjukkan bahwa Kerajaan Aroe dan Kerajaan Pagaroejoeng bersahabat (musuh mereka adalah Atjeh). Dari keterangan ini hanya tiga kerajaan yang eksis di Sumatra (Aroe, Minangkabau dan Atjeh), sementara Malaka di Semenanjung Malaya. Sebelum VOC menaklukkan Malaka (1643) jelas bahwa Johor berada di bawah bayang-bayang Portugis di Malaka, Setelah Belanda hadir di Malaka (1643) secara defacto Johor baru berada dalam posisi terlindungi. Tentu saja antara tahun 1643 hingga 1684 VOC mengetahui ruang gerak (kerajaan) Johor. Adanya klaim tersebut terhadap pantai timur Sumatra membuat Gubernur Malaka ingin memastikannya ke Pagaroejoeng dengan mengutus Thomas Dias. Secara teoritis dalam hubungan VOC akan membuka pos perdagangan di pantai timur Sumatra, jika VOC merasa klaim Johor valid, tentu saja VOC tidak perlu repot mengutus Mendes Pinto ke Pagaroejong dengan biaya mahal, bahkan akan lebih murah jika kontrak dibuat di Malaka atau di Johor.
Pada tahun 1686 dibuat kontrak di Malaka antara VOC dan Kerajaan Pagaroejoeng tentang pasokan timah dengan para pemimpin penduduk di Ajer Tiris, Bangkenang, Salo dan Kuwon. Dalam catatan Kasteel Batavia (Daghregister) pembuatan kontrak tersebut dari pihak VOC diwakili Jacob van Naerssen dengan empat pemimpin penduduk di Patapahan, Aijer Tiris, Bangkinang, Sala dan Kuwon. Empat wilayah ini sudah pernah dikunjungi oleh Thomas Dias pada tahun 1684 maupun sebelumnya.
Setelah kunjungan Thomas Dias ke Pagerroejoeng dan sebelum kontrak timah dibuat pada tahun 1686, pada tahun 1685 terjadi pertempuran berdarah antara Inggris dan Belanda di Sumatra’s Westkust, lalu Inggris pindah dari Padang ke Bengkoelen tahun 1686. Bagi Pagerroejoeng tampaknya ada dua keuntungan dengan kerjasama dengan VOC/Belanda ini, pertama VOC/Belanda telah berhasil mengusir pengaruh Kerajaan Atjeh di Sumatra’s Weskust (tahun 1665) dan kedua VOC/Belanda telah mengembalikan hak Pagerroejoeng terhadap klaim Johor di Siak. Dengan demikian, VOC/Belanda melakukan aktivitas di pantai-pantai dan Pagerroejoeng melakukan aktivitas dengan tenang di pedalaman (pengaruh Atjeh dan Johor telah tereliminasi). Pangkal perkara Inggris – VOC ini diduga karena ada kesepakatan Inggris dan Atjeh tentang pendirian pos perdagangan di Pariaman.
Dalam laporan Thomas Dias ini tidak ada indikasi nama tempat Pekanbaru. Nama-nama lain selain nama-nama yang disebut di atas adalah Lipat Kain dan Sidomo (daerah aliran sungai Kampar). Rute perjalanan Thomas Dias ke Pagaroejoeng dari muara sungai Kampar dan kemudian bergeser ke sungai Siak (yang juga menjadi jalur pulang melalui Siak ke Malaka). Besar dugaan nama Pekanbaru (hingga) pada saat kunjungan Thomas Dias tahun 1683 nama Pekanbaru belum ada.
Thomas Dias adalah pegawai VOC di Malaka. Seorang keturunan Portugis bekulit coklat yang sudah malang melintang di pantai timur Sumatra seperti Indragiri dan Patapahan. Boleh jadi dengan pengalaman Thomas Dias di pantai timur Sumatra (Kampar dan Siak) menjadi alasan bagi Gubernur Malaka mengirim Thomas Dias ke Pagaroejoeng (dalam hubungannya dengan klaim Johor).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Pekanbaru
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar