*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Singapura dalam blog ini Klik Disini
Sebelum Kota Perak yang sekarang berkembang, penduduk asal Sumatra (Mandailing dan Angkola) sudah bermukim di pedalaman di hulu sungai Perak. Ibu kota Perak sendiri yang waktu itu masih bernama Kwala Perang berada di pantai (muara sungai). Penduduk asal Mandailing dan Angkola juga sudah bermukim di hulu sungai Klang di kampong Kwala Loempoer. Pada saat itu ibu kota Selangor masih berada di Kwala Selangor (di pantai di muara sungai Selangor). Nama tempat utama di muara sungai Klang adalah Klang.
Lantas bagaimana sejarah Perak, Kedah dan Perlis? Tentu saja sudah banyak ditulis. Namun narasi sejarah tidak pernah berhenti selagi fakta dan data baru ditemukan. Salah satu yang menarik dalam hal inilah terdapatnya nama (kampong) Batak Rabit di daerah aliran sungai Perak. Nama kampong ini diduga sebelumnya bernama Batoe Rabit. Namun setelah munculnya perkebunan karet (1900an) nama Batoe Rabit bergeser menjadi Batak Rabit. Lalu apakah penduduk kampong ini berasal dari Mandailing dan Angkola? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah internasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Nama Perak, Kedah dan Perlis
Nama-nama Kedah dan Perlis sudah lama dikenal (sejak era Portugis). Nama Perak baru dikenal kemudian karena nama sebelumnya adalah Sambilang. Nama Perak diduga muncul pada era VOC (Belanda) dimana dalam catatan Kasteel Batavia dicatat akta perjanjian (dengan) VOC (lihat Daghregister, 12 Juni 1680).
Kedah melakukan kerjasama dengan VOC jauh sebelum Perak. Nama Kedah di dalam catatan Kasteel Batavia (dicatat sebagai Queda) paling tidak sudah disebut pada tahun 1659 (lihat Daghregister 2 Mei 1659). Disebutkan dalam catatan ini bahwa hubungan VOC dengan pangeran Kedah terkendali dan VOC sejauh ini puas.
Hubungan baik antara VOC dan Kerajaan Kedah mulai bermasalah. Bergasarkan Daghregister 16 Februari 1680 nakhoda Juriaen Vrijhoff ditahan oleh kerajaan Kedah. Lalu dalam perkembangannya nakhoda tersebut dilepaskan dan tiba di Malaka (lihat Daghregister, 10 April 1680). Setelah hubungan VOC dan Kedah renggang diduga menjadi faktor mengapa VOC bekerjasama dengan kerajaan Perak. Besar dugaan bahwa kerajaan Kedah dan kerajaan Perak tidak akur selama ini.
Hubungan tidak harmonis antara VOC dan kerajaan Kedah, telah dimanfaatkan (atau sebaliknya) Inggris yang coba menemukan pos perdagangan di selat Malaka. Inggris sudah beberapa dasawarsa membuka pos perdagangan di Natal dan Tapanoeli (Mandailing dan Angkola). Oleh karena Atjeh tidak memberi izin, tampaknya Inggris beralih ke selat Malaka dan akan melakukan kerjasama dengan Kedah. Kehadiran kapal Inggris di Kedah dicatat pada Kasteel Batavia pada tahun 1773 (lihat Daghregister 16 Maret 1773).
Inggris mulai memainkan peran di selat Malaka setelah menjalin kerjasama dengan Queda (Kesultanan Kedah) yang mana pada tahun 1786 Inggris telah membuat koloni (pos perdagangan permanen) di pulau (pulau) Penang.
Sebelum Inggris membangun pos perdagangan di pulau Penang, VOC mengalami kekacauan di Semenanjung Malaka. Pada tahun 1784 pusat perdagangan VOC di Malaka diserang. Kerajaan-kerajaan Melayu Selangor, Djohor dan Riau menyerang Malaka pada tahun 1784. Dengan kekuatan yang didatangkan dari Batavia berhasil membebaskan Malaka. Sebagai hukuman, VOC menyerang Selangor dan merebutnya. VOC kemudian menyerang Riau dan Radja Riau terbunuh (lihat Hollandsche historische courant, 12-03-1785). Sejak itu VOC membangun benteng di Tandjoeng Pinang (pulau Bintan). Boleh jadi melihat ekspansi VOC ini di Selangor, Semenanjung Malaya (Selangor) menjadi faktor tambahan Inggris menyegerakan membangun pulau Penang. VOC (Belanda) mulai mendapat tekanan (dari Inggris) di Selat Malaka.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Batoe Rabit atau Batak Rabit
Pada tahun 1794 Prancis menganeksasi Kerajaan Belanda di Eropa. Imbasnya terjadi di Hindia Timur, militer Prancis merebut Batavia (dan kemudian menduduki seluruh Jawa). Kesulitan Belanda ini juga dimanafaatkan oleh Inggris dengan merebut Amboina, Banda, Manado dan Borneo. Praktis VOC yang kehilangan induk (kerajaan Belanda) hanya menyisakan Ternate. VOC yang sedang tertatih-tatih akhirnya dibubarkan pada tahun 1799. Tamat VOC.
Pada tahun 1800 dibentuk Pemerintah Hindia Belanda di bawah kekuasaan Prancis. Pada saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda di tangan Daendels, pada tahun 1811 Inggris menyerang Batavia dan menduduki seluruh Jawa. Raffless eks Gubernur Bengkoelen yang berada di pulau Penang diperintahkan untuk memimpin dengan kabatan Luitenant Generaal. Meski Inggris sempat mendapat perlawanan di Bali dan Djogjakarta, secara teoristis seluruh Hindia Belanda sudah dikuasai oleh Inggris (minus Ternate).
Pada saat Inggris konsentrasi di Jawa, wilayah-wilayah lainnya kurang terurus alias adanya kevakuman kekuasaan di berbagai wilayah termasuk di pantai barat Sumatra (Tapanoeli dan Padangsche). Saat inilah kaum Padri menekan penduduk yang mengakibatkan sebagian penduduk Mandailing Angkola dan penduduk Minangkabau eksodus ke Semenanjung Malaya.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar