*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Singapura dalam blog ini Klik Disini
Nama tempat menggunakan ‘poera’ tidak banyak tetapi juga tidak sedikit. Namun tidak semuda Djajapoera. Akan tetapi setua, tentu saja salah satunya adalah Singapoera. Nama tempat yang lain yang dihubungkan dengan zaman kuno diantaranya adalah Tandjoengpoera dan Martapeora (pantai selatan Borneo), Indrapoera (pantai barat Sumatra), Soekapoera dan Tandjoengpoera (pantai utara Jawa) dan Telanaipoera (pantai timur Sumatra). Singapoera bahasa Sanskerta Kota Singa (bahasa Belanda: Singa=Leeuw. Poera= Stad).
Lantas bagaimana sejarah nama Singapoera? Sudah barang tentu nama Singapoera sudah begitu tua, sejak zaman kuno. Namun yang menjadi pertanyaan dimana letak Singapoera pada zaman doeloe, apakah di tempat lain, apakah di pulau Singapoera atau apakah di daratan pantai selatan Semenanjung Malaya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah internasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Nama Singapoera Dimana
Nama Singapura belum ditemukan dalam laporan Mendes Pinto (1535). Namun dalam catatan awal Belanda (1603) sudah dicatat nama Singapura sebagai nama selat dekat Johor, jalan dari Malacca menuju Macao, Siam, Cochin. China dan Jepang.
Dalam laporan Mendes Pinto sudah dicatat nama Lavo
dan Taucampura sebagai penghasil intan di Borneo. Sebagaimana diketahui
pedagang Portugis yang berbasis di Malacca sejak 1511 pada tahun 1524 ke kota
(pelabuhan) Borneo (yang kemudian menjadi nama pulau Borneo). Dalam catatan
Belanda (VOC) Lavo adalah Lawe atau Melawie dan Taucampura adalah Taniampoera
atau Tandjoengpoera.
Besar dugaan nama Singapoera lebih awal dari nama Johor. Nama Johor diduga muncul setelah Portugis menyerang dan menduduki Malaka pada tahun 1511. Sebab (kerajaan) Johor adalah suksesi (kerajaan) Malaka. Sedangkan nama Singapoera diduga sudah ada sebelum kedatangan orang Portugis. Nama ‘poera’ diduga kuat terkait dengan nama-nama lama (era Boedha-Hindoe).
Pada era Boedha-Hindoe muncul nama kota
pelabuhan yang disebut Malaya (merujuk pada nama gunung Himalaya di India). Orang-orang
Moor yang beragama Islam menyebut Malaya sebagai Malaka. Sejak itu nama Malaka
sebagai nama kota dan nama Malaya sebagai nama (wilayah) semenanjung.
Orang-orang Moor sendiri tidak berada di Malaka tetapi membangun pos
perdagangan ke arah tenggara yang kemudian dikenal sebagai Muar (merujuk pada
Moor kemudian bergeser menjadi Moar, Moear dan lalu Muar). Nama Singapoera
diduga muncul setelah adanya nama Malaya dan sebelum munculnya nama Muar.
Dimana Singapoera berada telah diakuisisi oleh Johor. Singapoera dalam hal ini masih berada di daratan (ujung selatan Semenanjung Malaya). Pada peta-peta Portugis, sebagaimana dalam laporan Belanda (1603) selat Singapoera berada diantara semenanjung Malaya dengan pulau yang masih kosong. Dalam peta-peta Belanda kota Singapoera lama di daratan ini disebut Out Singapoera dan pulau kosong tersebut diidentifikasi sebagai (pulau) Singapoera.
Sejak berakhirnya Portugis di kawasan (semenanjung Malaya), dalam peta-peta Belanda nama selat Singapoera sudah diidentifikasi perairan antara (pulau) Singapoera dengan pulau Bintan. Besar dugaan penamaan selat Singapoera yang baru ini karena sudah terbentuk jalur navigasi utama perdagangan yang baru VOC di pulau Singapoera. Dimana pos perdagangan (VOC) masih berada di daratan.
Yang menjadi pertanyaan kapan pos perdagangan VOC di Singapoera (daratan semenanjung Malaya) bergeser ke selatan pulau Singapoera? Yang jelas pada Peta 1724 nama pos perdagangan Singapoera masih diidentifikasi di daratan (belum berada di pelabuhan Singapoera yang sekarang, menghadap ke pulau Bintan). Pulau Singapoera tampaknya masih kosong (belum ada nama) Nama pulau yang sudah diidentifikasi adalah pulau Bintan..
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pertumbuhan Kota Singapoera
Satu abad kemudian pada tahun 1824 kota (pelabuhan) Singapoera yang sebelumnya berada di daratan Seemenanjung Malaya sudah berada di pantai selatan pulau Singapoera (berseberangan dengan pulau Bintan). Besar kemungkinan pelabuhan Singapoera telah direlokasi dari daratan (Oud Straat Singapoera) ke selatan pulau (Nieuw Straat Singapoera) karena perkembangan yang terjadi di pulau Bintan, khususnya setelah VOC (Belanda) membangun benteng (fort) di Tandjongpinang pada tahun 1791.
Namun tidak lama kemudian benteng di Tandjoengpinang (Riouw) ditinggalkan VOC karena terjadi pendudukan militer Prancis di Batavia (1795) yang kenmudian menguasai seluruh Jawa. Situasi dan kondisi VOC yang terus meleamah (lebih-lebih karena Kerajaan Belanda di Eropa diduduki kerajaan Prancis), maka kesempatan ini dimanfaatkan oleh Inggris yang berbasis di (pulau) Penang untuk mengakuisisi Malaka dan Riouw. Pada saat inilah diduga Inggris membangun pemukiman baru (New Stttlement) di selatan pulau Singapoera dengan menggunakan nama Singapoera (cikal bakal Kota Singapoera yang sekarang). Akan tetapi kerajaan Belanda pulih kembali tahun 1816 dan Hindia Belanda terpaksa dikembalikan Inggris kepada Belanda. Namun orang-orang Inggris sudah terdapat dimana-mana dan merasa tertarik untuk memiliki wilayah (semenanjung Malaya).
Pada tahun 1811 Inggrsi yang berbasis di India dan cabangnya di Bengkoellen dan pulau Penang menganeksasi Batavia dana kemudian menduduki seluruh Jawa. Dengan demikian, seluruh Hindia Belanda telah dikuasai Inggris minus Ternate. Ibu kota Inggris kemuedian dipindahkan dari Penang ke Buitenzorg (dan Semarang) oleh Letnan Gubernur Jenderal Raffless. Namun itu tidak berlangsung lama karena pada tahun 1816 Inggris harus mengembalikan semuanya kepada (kerajaan) Belanda. Praktis Inggris kembali sebagaimana semula hanya di Bengkoelen dan Penang.
Pada tahun 1822 pusat Inggris di India menugaskan Jhon Anderson di Penang untuk menyelidiki kawasan pantai Timur Sumatra dan wilayah Semenanjung Malaya serta pantai utara Borneo. Besar dugaan rekomendasi John Anderson inilah yang menyebabkan diadakannya perjanjian antara Inggris dan Belanda di London pada tahun 1824 (Traktat London). Satu yang penting dala perjanjian ini adalah tukar guling antara Malaka (Belanda) dan Bengkoelen (Inggris) dan penarikan batas yurisdiksi antara Pemerintah Hindia Belanda dan Sarikat Dagang Inggris.
Dalam penarikan batas wilayah ini selat Singapoera dibagi dua dimana kota pelabuhan Singapoera masuk Inggris dan pulau Bintan (dan pulau Bata) masuk Pemerintah Hindia Belanda yang telah mendirikan cabang pemerintahan di Tandjoengpinang. Batas yurisdiksi pulau Borneo juga diidentifikasi dimana pulau Sebatik di pantai timur Borneo harus dibagi dua.
Segera setelah Traktat London 1824, Inggris ingin membangun dan menghubungkan tiga pemukiman Eropa (Strait Settlement) di Penang, Malaka dan Singapoera. Satu yang khusus dari tiga pemukiman Eropa ini adalah mempromosikan kota (pelabuhan( Singapoera sebagai pelabuhan bebas. Situasi menjadi heboh di Batavia, orang-orang Belanda kebakaran jenggot, sebab selama ini pelabuhan Tandjongpinang sudah dinyatakan sebagai pelabuhan bebas. Akal bulus Inggris mulai terbuka mengapa Inggris menginisiasi Traktat London pada tahun 1824 dengan mengorbankan Bengkoelen untuk mendapatkan Malaka yang pada dasarnya untuk meraih seluruh Semenanjung Malaya dan pantai utara Borneo. Pelabuhan bebas Tandjoeng Pinang lambat laun kalah bersaing dengan pelabuhan bebas Singapoera.
Dalam posisi Singapoera dipromosikan terus sebagai pelabuhan bebas (untuk membunuh pelabuhan bebas Tandjoengpinang), Inggris dari tiga tempat settlement mulai menguasai secara bertahap kerajaan-kerajaan yang ada di Semenanjung Malaya yang kemudian dilanjutkan ke pantai utara Borneo. Pelabuhan Singapoera cepat tumbuh dan berkembang sejalan dengan pembentukan cabang-cabang pemerintahan Inggris di wilayah pedalaman Semenanjung Malaya. Dalam hubungan ini untuk kebutuhan tenaga kerja yang lebih banyak, Inggris mulai mendatangkan pekerja dari Tiongkok yang kemudian diikuti oleh para emigran Tiongkok membanjiri Singapoera dan kota-kota di Semenanjung Malaya.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar