*Untuk melihat semua artikel Sejarah Museum dalam blog ini Klik Disini
Sejarah dan museum tidak terpisahkan. Sejarah merujuk pada narasi fakta dan data. Itu berarti sejarah adalah suatu analisis (tentang fakta dan data) yang hasilnya ditulis dan kemudian dipublikasikan. Bentuk data bermacam-macam, ada lisan (rekaman bunyi), ada tulisan (teks) dan ada lukisan (gambar). Bentuk lainnya data adalah benda (benda kuno) termasuk bangunan (termasuk candi) dan isinya. Satu hal yang terlupakan dalam analisis sejarah adalah data tentang alam itu sendiri, seperti pulau, gunung, sungai dan danau. Sebagian fakta dan data sejarah ini tersimpan atau disimpan di dalam museum dan narasinya disimpan dalam biblioteek (perpusatakaan).
Pemutakhiran narasi sejarah memiliki relasi yang kuat dengan pembangunan dan pengembangan museum. Oleh karena museum memiliki fungsi dasar sebagai tempat penyimpanan maka semakin banyak museum dan semakin banyak isinya akan memperkuat analisis sejarah yang lalu pada gilirannya narasi sejarah akan memperkaya pemahaman terhadap isi museum. Dalam hal ini, serial artikel sejarah museum dalam blog ini dibuat untuk menampung semua sejarah museum di Indonesia sejak era Hindia Belanda yang diharapkan dapat memperkuat kedudukan museum yang ada di tengah-tengah kita pada masa ini. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Kita mulai dari artikel pertama tentang Sejarah Asal Usul Museum di Indonesia. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Sejarah Awal Museum Sejak Hindia Belanda
Sejak kapan munculnya ada perhatian tentang museum di Indonesia? Sejak era VOC sudah muncul gagasan pendirian museum di Batavia. Mereka yang mengusulkan itu bukanlah ahli permuseuman dan juga bukan pemerintah (VOC), tetapi orang per orang yang memiliki kesamaan minat pada benda-benda kuno atau benda-benda kepurbakalaan. Kesadaran untuk menyimpan mulai muncul.
Kesadaran tersebut tentu saja muncul karena di Belanda sudah terdapat banyak museum, Museum yang sudah terbilang tua antara lain museum yang didirikan di Leiden tahun 1698 Museum Philologicum & Historicum (lihat Oprechte Haerlemsche courant, 30-12-1698) dan museum Geographicum of Aan Wyzinge der Beste Landkaarten & c. pada tahun 1734 (lihat Leydse courant, 20-12-1734). Di Hindia Timur, pada tahun 1778 Radermacher menginisasi pendirian Masyarakat Seni dan Sains Batavia (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen). Lembaga ilmu pengetahuan ini mulai menyatukan benda-benda dan naskah-naskah kuno dan berusaha untuk menabahkannya dengan melakukan pencarian oleh para anggota. Lembaga ini mulai membangun museum dan para anggotanya mulai menulis dan menerbitkan jurnal. Radermacher juga banyak menulis. Upaya ini sesungguhnya tidak baru, karena tiga tokoh tertua untuk urusan ilmu pengetahuan ini di Hindia adalah seorang Jerman Georg Eberhard Rumphius di Amboina yang terbatas pada aspek botani yang didukung Gubenrur Jenderal Joan Maetsuycker (1653-1678). Dalam perkembangannya Rumphius dibantu oleh Majoor Saint Martin di Batavia yang juga berminat pada botani. Tugas penyusunan botani tujuh jilid yang tidak terselesaikan oleh Rumphius karena meninggal diteruskan oleh Saint Martin, Setelah Saint Martin meninggal tahun 1694 tugas mulia tersebut dilanjutkan oleh Cornelis Castelein. Saint Martin adalah pemilik land Kemajooran, land Tjinere dan land Tjitajam, sedangkan Cornelis Castelein adalah pemilik land Serengsen dan land Depok.
Perpustakaan (biblioteek) dan museum mulau mendapat perhatian dari pemerintah pada awal Pemerintah Hindia Belanda. Sebelumnya pada era Pendudukan Inggris, perhatian ini belum muncul meski Rafless, Luitenant Jenderal Inggris memiliki minat yang kuat pada sejarah dan benda-benda kepurbakalaan (yang terkait dengan studinya tentang sejarah Jawa). Yang jelas lembaga yang telah dirintis Radermacher tetap diteruskan oleh orang-orang Inggris (lihat Java government gazette, 03-10-1812). Disebutkan bahwa tanggal 28 (September) pertemuan Batavia Society of Sciences diadakan di rumah Brigadir Lutzow yang dalam kesempatan itu terpilih Letnan Kolonel M'Kenzie sebagai presiden Society, seorang yang penelitiannya tentang sejarah, kepurbakalaan dan statistik di Semenanjung India yang sangat terkenal. Setahun kemudian AD-ART yang lama (Belanda) diperbaiki (lihat Java government gazette, 09-01-1813).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kolektor Benda Kuno dan Pegiat Museum
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar