Senin, 15 Februari 2021

Sejarah Kupang (35): Sejarah Bandara di Timor, Lapangan Terbang Penfui Menjadi El Tari; Sejarah Penerbangan Sipil Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini

Pebangunan lapangan terbang di Indonesia dimulai sejak era kolonial Belanda. Awalnya lapngan terbang dibangun untuk kebutuhan militer, namun sehubungan dengan berkembangnya penerbangan sipil, sejumlah lapangan terbang baru dibangun. Salah satu lapangan terbang yang dibangun terdapat di Koepang di Pen Foei. Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, lapangan terbang Pen Foei semakin mendapat perhatian dan dijadikan sebagai salah satu lapangan terbang komersial (sipil).

Aktivitas penerbangan di era Hindia Belanda dimulai oleh angkatan laut. Pesawat parkir dan engudara di dak kapal tetapi mendarat di atas air (ampibi) lalu kapal itu diderek ke atas kapal. Dalam perkembangannya pesawat-pesawat terbang benar-benar mendarat yang dioperasikan oleh angkatan darat dengan membangun lapangan terbang Tjililitan (Batavia) dan lapangan terbang Kalidjati (Soebang), Bandoeng dan Soerabaja. Pada tahun 1924 era penerbangan sipil dirintis. Ini bermula adanya percobaan penerbangan jarak jauh dari Amsterdam ke Batavia (Tjililitan). Untuk merealisasikan itu dibangun dua bandara tambahan yakni membangun lapangan terbang Polonia di Medan dan lapangan terbang di Muntok (pulau Bangka) sehingga terhubungan dari Amsterdam melalui lapangan terbang di negara lain hingga ke Siam, lalu ke Medan dan seterusnya ke Singapoera yang dilanjutkan ke Muntok hingga mendarat di Tjililitan pada hari Senin tanggal 24-11-1924 (lihat De Zuid-Willemsvaart, 25-11-1924). Itulah awal kebandaraan dan awal penerbangan sipil di Indonesia.

Bagaimana sejarah kebandaraan di Kupang, Timor? Seperti disebut di atas yang pertama dibangun di Nusa Tenggara Timur adalah lapangan terbang Penfui. Pada tanggal 20 Desember 1988 lapangan terbang Penfui diubah namanya menjadi bandara El Tari (nama mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur). Lalu bagaimana asal usulnya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Jalur Navigasi Australia: Lapangan Terbang Penfoei

Gagasan pengoperasian penerbangan sipil di Hindia Belanda muncul pada tahun 1927 (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 13-05-1927). Boleh jadi itu telah dipicu oleh berhasilnya rintisan penerbangan jarak jauh dari Amsterdam ke Batavia pada tahun 1924. Faktanya dalam empat bulan terakhir pesawat militer juga adakalanya membantu barang pos Batavia-Soerabaja. Hal itulah mengapa pihak swasta menanyakan kepada pihak militer tentang gagasan pengoperasian penerbangan sipil.

Lapangan terbang militer sudah ada di beberapa tempat seperti Tjililitan (Batavia) lapangan terbang Kalidjati (Soebang), Bandoeng serta Gresik dan Soerabaja serta Boeleleng. Lapangan terbang yang sudah sejak lama eksis adalah di Medan dan Muntok (Bangka). Belum lama ini juga lapangan terbang telah selesai dibangun di Telok Betong, Lahat dan Palembang (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 13-05-1927). Dalam waktu dekat juga akan dibangun di Koepang (Timor) sementara rencana di Sumatra akan diperluas menjadi melewati tempat-tempat berikut: Telok Betong, Lahat, Moeara Bliti, Paja Kombo. lalu ke arah utara ke Medan dan lewat Koeta Radja ke Sabang. Pada rute Sabang-Australia dianggap penggunaan pesawat darat ke Timor di Koepang yang paling diinginkan.

Sehubungan dengan telah dibangunnya lapangan terbang di Koepang, pada tahun 1928 pemerintah Portugal mengajukan kepada militer Hindia Belanda untuk percobaan penerbangan dari Lasabon ke Koepang (lihat De Indische courant, 06-03-1928). Disebutkan gubernur jenderal dari Lisbon mengirim pesan telegraf bahwa dalam beberapa hari ini dua penerbang Portugal yang disebutkan namanya akan melakukan penerbangan dari Lisbon ke Koepang di Timor. Kedua pilot tersebut akan menerbangkan sebagian rutenya di atas wilayah Hindia Belanda bahkan mendarat di Batavia dan Surabaya.

Pengembangan jalur aviasi bukan ke Makassar, tetapi dari Jawa ke kepulauan Soenda Ketjil dan dari Jawa ke Sumatra. Pengembangan jalur aviasi ke kepulauan Soenda Ketjil juga karena dipicu oleh kebutuhan jalur aviasi Inggris dari Singapoera ke Australia. Awalnya jalur yang digunakan Inggris dari Singapoera ke Singaradja (Boeleleng), tetapi dalam perkembangannya bergeser ke Koepang. Dalam situasi dan kondisi inilah Portugal tertarik menggunakan lapangan terbang yang sudah ada untuk merintis jalur aviasi dari Lisabon, paling tidak hingga Koepang. Seiring dengan perkembangan aviasi ini, lalu didirikan Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM) pada tanggal 16 Juli 1928.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Lapangan Terbang Penfoei: Penerbangan Sipil Indonesia

Lapangan terbang di Penfoei, Koepang dari waktu ke waktu ditingkatkan. Pada tahun 1940 jalur penerbangan dari Koepang dan Dilli dibuka. Pembangunan lapangan terbang di Dilli juga telah menarik minat Jepang untuk menghubungkan Palau dengan Dilli (Timor Portugis). Australia juga berminat tidak hanya dari Australi ke Dilli via Koepang, tetapi juga akan membuka jalur khusus dari Sydney ke Dilli.

Pada masa pendudukan militer Jepang, lapangan terbang Penfoei digunakan. Angkatan udara Belanda pernah menyerangnya (lihat Amigoe di Curacao : weekblad voor de Curacaosche eilanden, 08-07-1943). Disebutkan Markas Jenderal MacArthurs mengumumkan bahwa tadi malam pilot Belanda menyerang lapangan terbang Penfoei di Koepang. Lalu giliran pesawat pembom Sekutu memborbardir dan mengakibat kebakaran besar dalam serangan kemarin di lapangan terbang Penfoei dekat Koepang dan lapangan terbang Foeiloro dekat Lautem (lihat Amigoe di Curacao: weekblad voor de Curacaosche eilanden, 24-09-1943). Tapi angkatan udara Jepang juga kuat. Setelah kerajaan Jepang menyerah kepada Sekutu-Inggris, Australia memainkan peran di kawasan (sebagai wakil dari Sekutu-Inggris) dan juga memanfaatkan lapangan terbang Penfoei. Setelah kehadiran kembali Belanda (NICA) militer Australia diminta untuk keluar (lihat Nieuwe courant, 21-03-1946). Disebutkan orang Australia diharapkan meninggalkan Timor segera, setelah itu KNIL akan mengambil alih. Lapangan terbang Penfoei juga akan diambil alih oleh pasukan Belanda, sedangkan stasiun meteorologi Belanda akan ditempatkan disini dengan personel darat Belanda.

Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, secara bertahap lapangan terbang yang selama ini dikuasai milter Belanda dialihkan kepada militer Indonesia (TNI) termasuk lapangan terbang Penfoei di Koepang. Namun selama era RIS lapangan-lapangan terbang ini masih intens digunakan oleh Belanda. Setelah dibubarkannya RIS dan kembali ke NKRI pada bulan Agustus 1950 peralihan ini menjadi menyeluruh. Pemerintah RI mulai mengembangkan sendiri penerbangan sipil dengan membentuk direktorat penerbangan sipil di Kementerian Perhubungan.

Oleh karena RIS telah dibubarkan, maka Kabinet Hatta juga dibubarkan dan kemudian dibentuk Kabinet Natsir. Dalam pembentukan kabinet Perdana Menteri Natsir mengangkat Ir. Djoeanda sebagai Menteri Perhubungan. Ir. Djoeanda membawa rombongan para alumni THS (kini ITB) termasuk Ir, Tarip Abdoellah Harahap yang menjadi Direktur Penerbangan Sipil. Ir. Tarip Harahap lulus THS Bandoeng 1939 dan selama era perang kemerdekaan RI beribukota di Djogjakarta Ir Tarip Harahap adalah Direktur Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia atau disingkat DAMRI (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 30-06-1949).

Tugas pertama Direktur Penerbangan Sipil Ir. Tarip Harahap membenahi penerbangan sipil di kota-kota utama di Jawa. Setelah itu mulai mengembangkan urusan serupa di luar Jawa. Hal yang paling pokok ke barat adalah pengoperasian jalur penerbangan ke Medan (via Palembang). Sementara hal paling pokok ke timur dalam pengoperasian jalur penerbangan ke Makassar (terus ke Ambon). Negosiasi dengan militer untuk menjadikan lapangan terbang di Makassar sebagai bandara sipil sedikit agak alot Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-05-1951). Hal ini karena adanya peristiwa militer sebelumnya di Makassar.

Setelah selesai urusan penerbangan dan kebandaraan ke barat, Ir Tarip Harahap mulai nasionalisasi pilot dengan mendirikan sekolah penerbangan di Tjoeroeg (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-06-1952) dan pada bulan Juni 1953 bandara di Indonesia mulai dimodernisasi (lihat De nieuwsgier, 12-06-1953). Setelah itu mengembangkan pengoperasian jalur penerbangan ke wilayah timur Indonesia. Yang mendapat prioritas pertama jalur ini adalah untuk memastikan kelayakan lapangan-lapangan terbang yang ada di Denpasar, Sumbawa, Waingapu, Kupang, Maumere dan Makassar (lihat Java-bode:nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-03-1954). Sejak saat inilah lapangan terbang Denpasar, Koepang direvitalisasi dari lapangan terbang militer menjadi bandara sipil.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar