Jumat, 12 Maret 2021

Sejarah Papua (18): Sejarah Pemerintahan di Papua, Bermula di Kota Ternate; Wilayah Yurisdiksi Lama Kesultanan Tidore, Maluku

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini 

Pulau Papua pada masa ini terbagi atas (negara) Papua Nugini dan Papua Indonesia (Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat). Sejarah pemerintahan di Papua Indonesia pada dasarnya bermula di Ternate (ibu kota Residentie). Begitulah awalnya. Tentu saja tidak hanya pemerintahan di Papua, juga pemerintahan di Manado (kini Provinsi Sulawesi Utara) juga bermula di Ternate. Bahkan jika mengacu pada Indonesia masa kini, pemerintahan tidaklah bermula di Batavia tetapi justru di Amboina (tepat kedudukan Gubernur Jenderal). Dalam hal ini, pemerintahan di Ternate juga bermula di Amboina.

Sebelum terbentuk pemerintahan VOC (organisasi perdagangan) di masa lampau, pemerintahan yang ada bersifat tradisi(onal) yang dijalankan oleh kerajaan-kerajaan atau kesultanan-kesultanan dari pulau Sumatra hingga pulau Papua. Pemerintahan VOC di Indonesia (baca: Hindia Timur) secara dejure dan defacto baru bermula di Amboina, yang kemudian pada tahun 1619 relokasi ke Batavia (kini Jakarta). Hubungan antara Pemerintah VOC dan kerajaan-kerajaan baru sebatas perjanjian-perjanjian kerjasaa bilateral (dalam bentuk plakat). Pemerintah VOC memiliki sistem pemerintahan sendiri dan kerajan-kerajaan memiliki corak pemerintahan sendiri-sendiri. Setelah VOC dibubarkan tahun 1799, kerajaan Belanda mengakuisi semua properti VOC dan menjadikan wilayah yurisdiksi VOC sebagai domain awalnya untuk membentuk pemerintahan yang disebut Pemerintah Hindia Belanda yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal (semacam provinsinya dari pemerintahan kerajaan Belanda). Pemerintahan Hindia Belanda ini sempat disela oleh pendudukan Inggris (1811-1816)..Pada era Pemerintah Hindia Belanda inilah kemudian cabang-cabang peerintahan dikembangkan yang menjadi landasan dalam pembentukan provinsi dan kabupaten di Indonesia (pasca kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945).

Lantas bagaimana sejarah pemerintahan di wilayah Papua? Tidak ada keterangan awal yang diketahui bagaimana bentuk pemerintahan tradisi di Papua hingga munculnya kerajaan-kerajaan atas dasar otoritas Kesultanan Tidore. Atas dasar otoritas (wilayah yurisdiksi kesultanan Tidore) Pemerintah VOC mulai mengambil peran di (wilayah) Papua. Pola ini juga digunakan pada era Peerintah Hindia Belanda. Lalu  bagaimana sejarah awal pembentukan pemerintahan di wilayah Papua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Awal Pemerintahan di Papua

Traktat London 1824 gaungnya belum sampai ke Papua. Gaungnya yang terdengar kuat adalah soal tukar guling antara Boengkoelen dan Malaka. Batas-batas wilayah yurisdiksi Belanda dan Inggris hanya sayup-sayup terdengar. Ketika Dr Solomon Muller mendapat tugas dari Pemerintah Hindia Belanda untuk ekspedisi ilmiah ke Papua pada tahun 1828 tidak menemukan di Amboina keterangan yang menunjukkan batas yurisdiksi Belanda di wilayah Papua. Apa sebab? Batas antara Inggris dan Belanda untuk wilayah Papua baru diproklamasikan (diumumkan) pada tanggal 24 Agustus 1828.

Pada tahun 1848 keluar Surat Keputusan Menteri Negara, Gubernur Jenderal Hindia Belanda. 30 Juli 1848 yang dalam uraiannya disebutkan tanah milik Residentie Ternate yang membentang di wilayah Tidore hingga Nieuw Guinea (Papua) hingga batas teluk Geelvink dan teluk Triton (provinsi Papua Barat yang sekarang). Klaim Tidore atas Papua ini tentu saja didasarkan wilayah Papua sebagai bagian dari otoritas kerajaan Tidore sejak 1667. Pada tahun 1850 dibuat patok untuk batas-batas di wilayah Papua,

Pada tahun 1862 dibentuk suatu komisi yang bertugas untuk melakukan pemetaan di wilayah Papua. Hasil dari komisi ini akan dijadikan sebagai landasan dalam pembentukan cabang peerintahan di wilayah Papua. Pembentukan komisi ini semacam prapersiapan pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda wilayah Papua (yang masuk wilayah Residentie Ternate) sebagaimana dinyatakan dalam surat keputusan tahun 1828.

Berdasarkan Almanak 1864 Province Moluksche Eilanden terdiri dari empat residentie: Amboina, Banda, Ternate dan Manado (pemekaran dari residentie Ternate pada tahun 1834). Residentie Ternate meliputi Ternate, Tidore, Batjan, Halmahera (Provinsi Maluku Utara yang sekarang), Soela, Tomboekoe dan Banggai. Wilayah residentie Ternate juga mencakup wilayah Boethon (di wilayah Celebes) dan wilayah Nieuw Guinea (Papoea). Di wilayah Pepoea belum ada pejabat pemerintah yang ditempatkan. Dalam Almanak 1867 Residentie Banda telah dilikuidasi (dimasukkan ke wilayah residentie Amboina) dan hanya setingkat Asisten Residen ditempatkan di Banda.

Tidak adanya administrasi pemerintah dan penempatan pejabat pemerintah Hindia Belanda di Papoea, menyebabkan adanya gangguan dari pihak asing di wilayah Papoea di dalam batas yurisdiksi Belanda. Hal serupa ini pernah terjadi di wilayah yurisdiksi Belanda di pantai timur Sumatra (Sumatra’s Ooskust) yang efektif pemerintahan hanya di (kepulauan Riau). Akibatnya wilayah pantai timur Sumatra pengaruh (perdagangan) Inggris sangat intens (lebih kuat dari Belanda sendiri). Lalu pada tahun 1863 dari Riaow dilakukan ekspedisi hingga Deli dan tahun itu dibentuk cabang pemerintah di hingga ke Deli dengan menempatkan pejabat peerintah setingkat Controleur di Laboehan (Deli). Hal serupa juga pernah terjadi di pantai timur Borneo (residentie Zuid en Oostkust van Boeneo). Dalam Almanak 1885, wilayah Residentie Ternate telah diperluas tidak hanya sampai teluk Geelvink dan teluk Triton tetapi sudah sampai Frederik Hendrik Eiland di selatan (Merauke yang sekarang) dan Hamboltbaai di timur (teluk Jayapura yang sekarang) alias batas yurisdiksi Belanda dengan pembagian wilayah lanskap yang sudah jelas.

Selama belum ada pejabat yang ditempatkan di wilayah Papoea (Resdientie Ternate), kapal perang Pemerintah Hindia Belanda secara regulur memperluas pengawasan laut baik di pantai barat-selatan maupun pantai utara-timur Papaoe, seperti yang dilaporkan Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-02-1891. Disebutkan kapal perang kapal uap Java ke teluk Geelvin dengan terlebih dahulu menambah kekuatan pasukan pribumi (dan para kuli angkut) di Waigeo dan Salawati. Setelah ke teluk Geelvink, kapal kembali ke Amboina dan lalu melakukan pengawasan ke pantai barat Papoe melalui Banda dan pulau Kei.

Meski demikian, pejabat yang ditempatkan di wilayah Papoea belum ada. Namun demikian pemerintah mulai memberikan layanan pelayaran di pantai-pantai Papoea bahkan hingga ke Humboltbaa (lihat Soerabaijasch handelsblad, 03-10-1891). Disebutkan perjalanan berlangsung bergantian dengan arah berlawanan dari Banda, Layanan No. 13 setiap 12 minggu (3 bulan) dengan rute Ambolna, Wahaai, Ternate, Gani, Patani, Saonek, Samate (Salawatl), Sorong, Doreh, Roon, Ansoes, Jamna, Humboldtsbaal dan kembali menyusuri tempat-tempat tersebut ke Ambonla dengan rute Banda, Qisser, Setar, Skroo, Dobo hingga 141 derajat di pantai Selatan Neuw Guinea dan kembali ke tempat yang sama ke Ambolna. Layanan ini akan mendorong penduduk bepergian dan para pedagang antar pulau menyesuaikan jadwal kedatangan dan keberangkatan. Dalam hal ini Pemerintah Hindia Belanda mulai hadir di Papoea.

Perlunya penempatan pejabat di wilayah Papoea mulai muncul pada tahun 1892 (lihat Bataviaasch handelsblad, 21-12-1892). Seorang pembaca mengusulkan seorang pejabat pemerintah setingkat Controleur di wilayah Papoea. Dalam perkembangannya diketahui rute transportasi laut yang sebelunnya jalur regional sudag terintegrasi dengan jalur transportasi laut yang terhubung dengan Soerabaja via kepulauan Soneda Ketjil, Celebes (Makassar), Borneo (Bandjarmasin), Manado, Ternate, Sorong, Samate, Doreh, Djamna dan Humboltbaai (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 07-07-1896). Ini mengindikasikan bahwa wilayah Papoea yang sebelumnya terpencil mulai terasa teritegrasi dalam wilayah regional dan yang lebih luas (nasional).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Dinamika Pemerintahan di Papua

Akhirnya pembentukan cabang pemerintahan dibentuk di wilayah Papoea. Ini sehubungan dengan terbitnya keputusan pemerintah tanggal 5 Februari 1898 No. 19 (Staatsblad No.62) sebagaimana diberitakan De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 22-04-1898. Dalam seurat keputusan tersebut pada artikel 1 yang mana ditempatkan Controleur di Afdeeeling Noord Nieuw Guinea di Manokwari lanskap Dorei dan di Afdeeeling West-Zuid Nieuw Guinea di Fakfak lanskap Kapaur.

Cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda setelah dibentuknya di wilayah Papoea hanya tinggal satu, dua wilayah lagi yang belum terbentuk yakni di sebagian kecil wilayah Tapanoeli (Residentie Tapanoeli) karena masih adanya Perang Batak yang dipimpin Sisingamangaraja dan sebagian wilayah Atjeh (Residentie Atjeh) karena masih adanya Perang Atjeh. Dalam hal ini dua afdeeling di wilayah Papoea berada di dalam Residentie Ternate. Ini dengan sendirinya kepemimpinan Sultan Tidore atas wilayah Tapanoeli telah diammbil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda. Relatif bersamaan dengan pembentukan dua afdeeeling di wilayah Papoea ini juga dilakukan di Lombok (Afdeeling Lombok, Residentie Bali en Lombok) setelah berakhirnya Perang Lombok (perang antara orang Sasak yang dibantu pemerintah dan orang Bali di Lombok).

Salah satu tugas pertama setelah terbentuknya cabang pemerintahan di Papua adalah militer (bagian zeni) sudah bekerja lebih awal untuk membangun sejumlah fasilitas di Manokwari dan di Fakfak dengan mendatangkan tenaga kerja (kuli) dari Ternate, Jawa dan Makassar. Tentu saja fasilitas yang pertama dibangun adalah rumah dan kantor Controleur dan garnizun militer sendiri untuk mendukung keamanan di seputar ibu kota di Manokwari dan Fakfak. Controleur Kroesen sementara masih berkantor di Ternate dan bolak-balik ke Fakfak. Surat kabar De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 14-07-1899 memberitakan  bahwa di Manokwari (pantai Utara) kondisi kesehatan meningkat pesat dan di Fak-Fak (pantai Barat) belum ada yang dilaporkan sakit. Juga disebutkan air mengalir terdapat di dua ibu kota ini. Residen Ternate sudah berkunjung ke kedua kota baru ini. Tampaknya ujian pertama di ibu kota bari di Manokwari dan Fakfak clear.

Kota Manokwari berawal dari suatu kampong bernama Manokwari atau Manawari. Dalam Peta 1835, nama kampong Manokwari sudah eksis di daratan. Dalam peta ini pulau Mansianam yang diidentifikasi sebagai nama tempat yang penting yang diidentifikasi sebagai Haven van Mansianam (pelabuhan Mansianam. Seperti di wilayah lain, nama tempat yang penting di pulau dekat pantai (sejak doeloe) sebagai pelabuhan, ketika pemerintah mulai membangun ibu kota wilayah dipilih lokasi yang strategis di daratan. Seperti pada era VOC ibu kota pantai barat di relokasi dari pulau (Tjinko) ke kampong Padang (1740) dan ibu kota pantai utara Celebes dari pulau (kini Manado Tua) ke muara sungai dengan nama yang ditabalkan Manado (1659) serta pada era Pemerintah Hindia Belanda, ibu kota Residentie Tapanoeli relokasi dari pulau (Pontjang) ke kampong Sibolga. Seperti halnya Manokwari, ibu kota di Fakfak bermula di Skroe. Ibu kota ini dipilih oleh Residen Ternate Dr. DW Horst, sesuai petunjuk Pemerintah Pusat di Batavia yakni tidak jauh dari teluk Dorei dan tidak jauh dari pelabuhan Skroe (lihat De locomotief, 18-07-1903). Dr. Dorst sendiri sudah berpengalaman dan sudah 30 tahun di wilayah Ternate, Manokwari sebagai ibu kota (etablissement) selesai dibangun pada awal semester kedua tahun 1902 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-10-1903).

Dua afdeeling ini segera ditingkatkan masing-masing sebagai Asisten Resident dengan mengangkat beberap Controleur di wilayah yang akan dikembangkan. Asisten Residen pertamma untuk afdeeling West en Zuidkust Nieuw Guinea dijabat oleh JA Kroesen. Pada tahun 1901 muncul usulan untuk memecah afdeeling dengan membentuk onderafdeeling Zuidkust Nieuw Guinea dengan ibu kota di Merauke berdasarkan laporan yang ditulis oleh JA Kroesen di Fakfak 24 Januari 1901atas kunjungan kerjanya ke Zuidkust dan wilayah Inggrsi di Thursday Island bulan Oktober-Desember 1900 (lihat De nieuwe courant, 14-09-1901).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar