Senin, 26 April 2021

Sejarah Filipina (22): Jose Rizal di Filipina dan Sanusi Pane di Indonesia; Sepak Terjang Para Pemuda Pintar Melawan Kolonialisme

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Filipina dalam blog ini Klik Disini

José Protacio Rizal Mercado yang disingkat Jose Rizal adalah seorang pejuang demokrasi di Filipina. Jose Rizal tewas ditembak 30 Desember 1896 di Manila di bawah kekejaman Spanyol. Pada tahun kematian Jose Rizal ini, seorang pemuda pribumi Indonesia (baca: Hindia Belanda) berangkat studi ke Belanda (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-07-1896). Pemuda tersebut adalah Raden Kartono (abang dari RA Kartini). Raden Kartono adalah mahasiswa pertama Indonesia (di Belanda). Jose Rizal adalah sarjana lulusan universitas di Spanyol.

Sanusi Pane (lahir di Muara Sipongi, Mandailing, 14 November 1905). Sanusi Pane adalah anak seorang guru dan seorang sastrawan lokal di Padang Sidempoan (ibu kota afdeeling Mandailing en Angkola). Setelah lulus AMS, Sanusi Pane yang sudah kuliah di sekolah kedokteran (STOVIA) di Batavia mengundurkan diri dan masuk sekolah guru. Sanusi Pane kemudian dikenal menjadi seorang Sastrawan. Pada tahun 1929 Sanusi Pane mengunjungi India dan sepulang dari kampong Rabinranat Tagore itu Sanusi Pane mulai berjuang melawan kolonialisme lewat pena dan orasi. Adiknya bernama Armijn Pane, juga sudah kuliah di STOVIA (dan juga NIAS), seperti ayah dan abangnya Sanusi Pane, Armijn Pane menjadi sastrawan. Armijn Pane juga dikenal sebagai seorang penulis handal, buku tentang RA Kartini berjudul Habis Gelap Timbullah Terang termasuk salah satu buku yang diterjemahkan oleh Armijn Pane. Pada saat Perang Kemerdekaan Indonesia, 1947 adiknya bernama Lafran Pane mendirikan organisasi mahasiswa Islam di Jogjakarta (HMI).

Lantas bagaimana sejarah Jose Rizal, pejuang muda Filipina? Seperti disebut di atas, Jose Rizal dieksekusi Gubernur Jenderal Blanco di Filipina tahun 1896. Lalu apa hubungannya dengan Sanusi Pane? Yang jelas saat Jose Rizal meninggal tahun 1896, Sanusi Pane belum lahir, tetapi nama Jose Rizal menjadi abadi. Sanusi Pane adalah Jose Rizal van Filipina. Sama-sama penuslis dan sastrawan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Jose Rizal: Pemberontakan di Filipina 1896

Pada tahun 1890 muncul berita heboh, tetapi hebohnya tidak di Eropa, melainkan di Indonesia (baca: Hindia Belanda). Paling tidak berita itu hanya ditemukan pada surat-surat kabar yang terbit di Hindia Belanda seperti surat kabar yang terbit di Batavia (kini Jakarta) yakni Bataviaasch nieuwsblad edisisi 09-06-1890 dan surat kabar yang terbit di Semarang yakni De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 12-06-1890. Dalam berita itu disebutkan bahwa noverl Dr. Jose Rizal dalam bahasa Prancis, Jerman dan Inggris yang berjudul Raak me niet aan! atau ‘Don't Touch Me!.

Bataviaasch nieuwsblad, 09-06-1890: ‘Seorang Spanjaard, Dr. José Rizal, lahir di Manila, tempat ia berpraktik kedokteran, telah menulis sebuah novel yang judul terjemahannya adalah: Don't Touch Me, yang umumnya yang kurang menyenangkan bagi pejabat sipil maupun bagi otoritas spiritual di Filipina. Penulis segera diasingkan dari koloni (Spanyol) dan semua salinan bukunya disita. Salinan yang berbahasa Prancis, Jerman dan Inggris terjemahan dari Raak me niet aan! yang pasti memiliki nilai sastra yang tinggi akan segera musnah’.

Jose Rizal dengan nama lengkap José Protacio Rizal Mercado y Alonso Realonda lahir di kota Calamba, povinsi Laguna, Filipina, 19 Juni 1861. Ayahnya Francisco Rizal Mercado dan ibunya Teodora Alonzo berasal dari keluarga kelas menengah Tionghoa-Mestizo. Selain garis keturunan Melayu dan Tionghoa, silsilah José Rizal juga memiliki darah Spanyol, Jepang dan Negrito. Jose Rizal memulai pendidikan di Binan, Laguna dan melanjutkan studi ke Manila dan meraih sarjana pada tahun 1877. Jose Rizal di Manila juga belajar geologi serta sastra dan filsafat. Lalu Jose Rizal berangkat ke Spanyol untuk mengikuti pendidikan kedokteran di Universidad Complutense de Madrid. Dari situ ia mendapatkan gelar sarjana kedokteran. Tidak cukup, Jose Rizal berangkat studi di Universitas Paris dan Universias Heidelberg, Jerman. Jose Rizal jelas adalah seorang yang berbakat. Hal itulah mengapa Jose Rizal dapat menguasai berbagai bahasa termasuk bahasa Melayu. Terbitnya novelnya berjudul Don’t Touch Me yang kemudian disita pemerintah Spanyol adalah suatu bentuk perlawan pada penjajah Spanyol yang dianggap surat-surat kabar di Hindia Belanda sebagai nilai sastra yang tinggi.

Di Indonesia pada era Hindia Belanda, tanpa bermaksud membandingkannya dengan isi novel Jose Rizal, sebuah buku sastra dalam bahasa Batak diterbitkan di Batavia pada tahun 1872 yang ditulis oleh Sati Nasution alias Willem Iskander. Buku itu berjudul Sibulus-Bulus, Sirumbuk-Rumbuk. Willem Iskander lulus sekolah guru di Belanda tahun 1861 (pribumi Indonesia pertama studi ke Eropa-Belanda. Pada saat melanjutkan studi lagi ke Belanda, Willem Iskander dikabarkan meninggal di Belanda tahun 1876. Buku ini pernah dilarang terbit pada era Hindia Belanda karena memuat ajaran yang menentang penjajahan, Buku legendaris ini masih digunakan di sekolah-sekolah hingga ini hari di Tapanuli Selatan. Willem Iskander adalah kakek buyut Prof Andi Hakim Nasution (rektor IPB 1978-1987).

Buku novel Jose Rizal yang berjudul Noli Me Tangere! (Don’t Touch Me!) yang diterbitkan pada tahun 1887, seperti halnya buku Willem Iskander adalah buku hasil refleksi diri di kampong halamannya di Filipina, bagaimana kekejaman orangh asing penjajah terhadap seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat. Hanya pemuda yang terpelajarlah yang mampu menuangkan idenya ke dalam tulisan dengan keberanian yang tinggi di jamannya. Jose Rizal dalam hal ini telah berjuang dengan caranya sendiri untuk bangsanya.

Jose Rizal yang sudah lama di Eropa, pada tahun 1892 kembali ke kampong halaman di Filipina. Naun naas bagi Jose Rizal pengaruh novelnya sudah sangat dalam memasuki ruang politik di Filipina. Pemerintah Spanyol di Filipina segera mengambil langkah sebelum semuanya meluas, Jose Rizal ditangkap dan kemudian diasingkan ke Spanyol.

Penangkapan terhadap Dr. Jose Rizal bukannya menyurutkan hawa kebangkitan bangsa di antara penduduk pribumi di Filipina, tetapi akibat penangkapan Jose Rizal justru memperkuat solidaritas pada sebagain penduduk pribumi untuk meningkatkan persatuan nasional. Persatuan dan kesatuan menjadi faktor penting mulai munculnya peberontakan terhadap pemerintahan dan terhadap keberpihakan para pendeta kepada pemerintah.

Buku novel Jose Rizal diduga kuat telah mempengaruhi jiwa patriot bangsa Filipina yang kemudian menyebabkan terjadinya pemberontakan di Filipina terasuk di kampong halaman Jose Rizal di provinsi Laguna. Pemberontakan itu bermula pada bulan Agustus 1896. Untuk mengatasi pemberontakan itu, pemerintah Spanyol mengirim bala bantuan tentara dari Spanyol ke Filipina. Dalam dua setengah bulan jumlah tetara yang didatangkan sudah mencapai 14.000. Pada tanggal 3 November disebutkan kapal bernama Colon membawa sebanyak 1.000 tentara pemburu, 200 kavaleri dan 150 orang artileri. Jose Rizal yang telah menjadi tahanan politik, juga dalam kapal Colon ini dibawa serta dari Spanyol (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 23-11-1896).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sanusi Pane: Rabindranath Tagore dan Jose Rizal

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar