Sabtu, 11 September 2021

Sejarah Makassar (74): Wilayah Konawe Bagian Utara, Perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara; Ada Sejarahnya?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini  

Wilayah perbatasan selalu kurang dipwerhatikan termasuk wilayah Konawe bagian utara provinsi Sulawesi Tenggara dengan provinsi Sulawesi Tengah. Mengapa? Wilayah pinggiran selalu tidak penting, dianggap tidak penting dan hanya dipandang sebagai pintu belakang. Padahal dalam sejarah awal, sejarah wilayah perbatasan juga sangat dinamis. Dalam kerangka itulah narasi sejarah wilayah perbatasan perlu ditulis.

Pada masa ini wilayah perbatasan provinsi Sulawesi Tenggara dan provinsi Sulawesi Tengah berada diantara kabupaten Konawe Utara dan kabupaten Konawe dengan kabupaten Morowali (provinsi Sulawesi Tengah). Namun yang unik pada masa ini wilayah kabupaten Konawe Utara menyela wilayah kabupaten Konawe. Mengapa bisa begitu? Kabupaten Konawe tidak hanya berbatasan dengan provinsi Sulawesi Tengah tetapi juga berbatasan dengan provinsi Sulawesi Selatan. Persoalan ini terkesan rumit dari sudut pandang nasional (provinsi) tetapi mungkin menjadi lebih mudah dari sudut pandang lokal (kabupaten). Penarikan batas-batas wilayah sejak zaman kuno tidak ada rumusnya.

Lantas bagaimana sejarah wilayah perbatasan Konawe bagian utara dengan provinsi Sulawesi Tengah? Seperti disebut di atas wilayah paling utara provinsi Sulawesi Tenggara ini kurang terinformasikan. Lalu apa pentingnya sejarah perbatasan di wilayah Konawe bagian utara? Wilayah itu memiliki sejarahnya sendiri. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Perbatasan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah: Penduduk Tolaki Konawe

Wilayah semenanjung tenggara (pulau) Sulawesi sudah sejak zaman kuno dikenal, bahkan sejak era Majapahit (teks Negarakertagama, 1365). Tiga nama tempat yang diidentifikasi adalah Boeton (selatan). Loewoe (barat) dan Banggai (timur). Ini mengindikasikan bahwa wilayah semenanjung tenggara Sulawesi sudah ramai di perairan pantai dalam navigasi pelayaran perdagangan.

Keramaian itu terus berlangsung hingga era Portugis dimana pusat perdagangan rempah-rempah utama di Maluku (Ternate). Keramaian itu terus berlangsung hingga era VOC dimana terjadi peistiwa penting: hancurnya Kerajaan Gowa dalam Perang Gowa (antara VOC dan Kerajaan Gowa).

Dalam konteks inilah keberadaan wilayah semenanjung tenggara Sulawesi dari masa ke masa. Tentu saja wilayah sememanjung hanya dikenal di sekitar pantai dan kota-kota pelabuhan. Wilayah pedalaman tentu saja kurang dikenal, meski arus produksi di pentai mengalir dari dan ke pedalaman.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Wilayah Kabupaten Konawe Utara: Riwayat Tempo Doeloe

Tidak terdapat laporan-laporan yang berasal dari era Portugis dan VOC (Belanda) tentang Konawe. Memang wilayah semenanjung tenggara Sulawesi telah diidentifikasi pada peta-peta Portugis. Pada Peta 1602 (yang disalin pada tahun 1695) sejumlah nama-nama tempat di pulau Sulawesi diidentofikasi, antara lain nama Poso di teluk Tomini, di pantai timur nama Tombocko [Tobungku, (rawa) Nipa-nipa dan di arah selatan pulau Wawony.

Pada Peta 1705, selain Boeton dan Wawoni, di wilayah daratan hanya satu-satunya nama yang diidentifikasi yakni Tobuco [Tobungku], Tivoro [Tiworo] dam Buta [?]. Sementara pada Peta 1757 yang diidentifikas (sebagai kerajaan) hanya nama Buto dan Tonbuco. Tobungku ini kini masuk wilayah (kabupaten) Morowali. Pada peta-peta yang lebih tua (Peta 1660) wilayah Tobungku diidentifikasi termasuk pulau-pulau di sekitar. Ini mengindikaasikan bahwa nama Tobungku masih eksis sejak lama. Pada Peta 1669 identifikasi wilayah pantai timur sudah lebih lengkap tetapi hanya sebatas navigasi pelayaran, dalam hal ini tidak mengidentifikasi nama Tobungku (tahun dimana Kerajaan Gowa ditaklukkan VOC). Nama Konawe dan Kolaka belum diidentifikasi; Peta 1665-1668

Nama Tobungku tampaknya adalah nama awal yang diidentifikasi sejak lama di wilayah perbatasan. Nama Tobungku cenderung diasosiasikan dengan dengan penduduk yang bermukim di wilayah pantai (timur semenanjung tenggara Sulawesi). Baru pada era Hindia belanda disebut nama Konawe dan Kolaka. Nama Konawe disebut awalnya Konaweha dan Konaweaha (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 06-09-1921).

Penduduknya disebut Tolaki (berasal dari To Lalaki). Sedangkan penduduk Tolaki di pantai barat disebut To Mekongga (orang Bugis menyebutnya To Mengkoka atau To Bingkoka. Lanskap sebelah barat disebut Kolaka (merujuk pada nama kampong Kolaka) dan lanskap sebeluh timur disebut Kendari (merujuk pada nama kampong Kendari). Nama kedua wilayah ini (Mekongga dan Konawe) disebut merujuk pada kisah lama (hikayat) penciptaan dimana anak yang tertua di Oenaha (Oena=aha=alang-alang) wilayah Konawe di Kendari dan yang muda di Mekongga teluk Bone di pantai sebelah timur utara Kolaka.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar