Minggu, 12 September 2021

Sejarah Makassar (77): Jalur Buton Antara Makassar dan Ternate, Mengapa Begitu Penting? Kerajaan Aru dan Pedagang Moor

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Seperti halnya terbentuknya jalan raya di daratan, di lautan juga terbentuk jalur navigasi pelayaran. Pada era VOC dan Pemerintah Hindia Belanda, jalan darat dibangun mengikuti jalan tradisi yang telah dirintis penduduk asli sejak zaman kuno. Hal serupa inilah yang terjadi di lautan. Jalur navigasi pelayaran di nusantara, sebelum kehadiran orang-orang Eropa, semua peta pelayaran sudah dirintis oleh para pelaut-pelaut Kerajaan Aru terutama yang berada di utara khatulistiwa. Jalut tradisi di lautan ini yang kemudian diikuti oleh pedagang-pedagang Moor (pendahulu pelaut-pelaut Portugis).

Sejarah navigasi pelayaran di nusantara sudah dicatat sejak zaman kuno. Ptolomeus (150 M) mencatat nama Sumatra bagian utara sebagai penghasil kamper, mencatat nama Katigara (Kamboja) dan membuat peta Taprobana (peta Kalimantan). Beberapa tahun sebelumnya tahun 132 dicatat di dalam kronik Diansti Han bahwa raja Yah-tiao megirim utusan menemui Kaisar Tiongkok. Peneliti-peneliti Belanda meyakini Yah-tiao adalah Sumatra. Berdasarkan prasasti Kedukan Bukit (682 M) terindikasi navigasi pelayaran dari (pelabuhan) Minanga di bawah pimpinan raja Dapunta Hyang Nayik. Nama Minanga sendiri berada di pertemuan sungai Barumun dan sungai Panai di pantai timur Sumatra (seberang Malaka). Nama Minanga atau Binanga ini kemudian ditemukan di banyak wilayah seperti di pulau Luzon, pulau Mindanao, pulau Sulawesi dan pulau-pulau di Maluku.

Lantas bagaimana sejarah jalur navigasi pelayaran Buton? Seperti disebut di atas jalur navigasi pelayaran sudah terbentuk sejak zaman kuno, sebagai wujud keahlian dan pengalaman dalam mengarungi lautan untuk menemukan pulau-pulau yang potensial dalam perdagangan. Lalu bagaimana wilayah pantai timur pulau Sulawesi sebagai wilayah perdagangan yang penting? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kerajaan Aru dan Boeton: Navigasi Pelayaran Zaman Kuno

Satu-satunya sumber tua yang mencatat nama Buton adalah teks Negarakertagama (1365). Teks ini juga mencatat nama Makassar, Banggai dan Maluku (Ternate). Itu berarti pada era Majapahit. Sumber tua berikutnya baru muncul pada awal kehadiran pelaut-pelaut Portugis. Dalam peta-peta yang dirangkum oleh Pedro Reinel (1517) yang kemudian direproduksi dengan judul ‘La première carte des Moluques, d'après les Reinel’ nama Maluku diidentifikasi sebagai Malluquo, Makassar sebagai Ilha de Maquacer, Borney (Kalimantan) dan Lloutam (yang diduga pulau Buton). Ini mengindikasikan bahwa nama-nama zaman kuno Makassar, Buton dan Maluku masih eksis hingga pada awal era Portugis. Dengan kata lain nama-nama tempat yang disebut sejak era Majapahit masih tetap penting.

Ada perbedaan waktu antara teks Negarakertagama 1365 (Majapahit) dengan kehadiran pelaut-pelaut Portugis (1511) sekitar 145 tahun (satu setengah abad). Dua titik waktu ini dapat dijadikan patokan, bagaimana pulau Buton sebagai jalur navigasi pelayaran sebelum 1365 dam setelah 1511. Untuk peta-peta setelah kehadiran Portugis lebih mudah ditemukan peta-peta tua, lebih-lebih pada era VOC (Belanda). Peta tertua awal kehadiran Belanda tentang Borneo tahun 1601 dan Sulawesi tahun 1602. Namun peta-peta sebelum 1365 nyaris tidak ada. Sumber lain yang dapat digunakan adalah prasasti-prasati dan candi-candi. Meski tidak ada ditemukan candi di wilayah Sulawesi dan Maluku, tetapi masih dapat ditemukan prasasti-prasasti, yang dapat dijadikan sebagai pemandu dalam memahami navigasi pelayaran zaman kuno. Satu yang terpenting peta zaman kuno berasal dari era Ptolomeus abad ke-2 tentang peta Taprobana (Kalimantan) dan prasasti Muara Kaman.

Sebelum terbentuknya (kerajaan) Majapahit (1299), kerajaan di Jawa yang melakukan navigasi pelayaran adalah Singhasari. Tidak ada indikasi kerajaan Singhasari melakukan navigasi pelayaran ke Borneo, Sulawesi dan Maluku. Kerajaan Singhasari hanya melakukan navigasi pelayaran ke Sumatra, terutama ke daerah aliran sungai Batanghari (Kerajaan Mauli) dan sungai Barumun (Kerajaan Aru) serta sungai Musi (Kerajaan Sriwijaya). Kerajaan Singhasari sendiri terbentuk tahun 1222. Dalam hal ini, kerajaan pertama di Jawa yang melakukan navigasi pelayaran (terbatas di pantai timur Sumatra) adalah Kerajaan Singhasari. Kerajaan yang melakukan navigasi pelayaran ke Borneo, Filipina, Sulawesi dan Maluku di utara khatulistiwa adalah Kerajaan Aru. Besar dugaan, sebelum Kerajaan Majapahit melakukan navigasi pelayaran ke Sulawesi dan Maluku, sudah sejak lama Kerajaan Aru melakukan navigasi pelayaran ke Sulawesi dan Maluku.

Kerajaan Aru  memiliki dua pelabuhan utama. Di pantai barat berada di Barus, dan di pantai timur berada di Binanga. Kota pelabuha Binanga ini berada di suatu teluk dimana sungai Barumun dan sungai Panai bermuara. Pusat Kerajaan Aru ini diduga kuat berada di pedalaman di hulu sungai Barumun, di dekat gunung Malea dimana kini ditemukan situsnya candi Simangambat yang dibangun pada abad ke-8. Wilayah Kerajaan Aru adalah penghasil kamper dan kmenyan. Nama Binanga sudah disebut di dalam prasasti Kedukan Bukit (682) sebagai Minanga. Nama Binanga (sebagai Binwangan) kembali disebut di dalam prasasti Laguna (900 M) yang ditemukan di pulau Luzon. Dalam prasasti Tanjore (1030) disebut nama Panai, Kedah dan Sriwijaya. Nama Panai berada di dekat Binanga. Prasasti Kedukan Bukit mengindikasikan navigasi pelayaran Kerajaan Aru hingga ke hulu Upang (kini pulau Bangka) dan prasasti Laguna mengindikasikan navigasi pelayaran Kerajaan Aru hingga pulau Luzon. Prasasti Ligor (abad ke-3) juga mengindikasikan navigasi pelayaran Kerajaan Aru hingga Vietnam. Berdasarkan catatan Tiongkok pada era Dinasti Han mengindikasikan navigasi pelayaran Kerajaan Aru mencapai pantai timur Tiongkok (Canton). Disebutkan pada catatan Dinasti Han (132 M) raja Yeh-tiao mengirim utusan menemui Kaisar Tiongkok. Peneli-peneliti Belanda menduga kuat kerajaan Yeh-tiao ini adalah Sumatra. Ini sesuai dengan catatan Ptolomeus (150 M) bahwa bagian utara pulau Sumatra adalah sentra produksi kamper. Dalam catatan geografi Ptolomeus ini juga menyebut nama Katigara (kini Kamboja) dan pulau Taprobana (pulau Kalimantan)..Dalam konteks inilah, diduga kuat mengapa banyak nama-nama geografi di wilayah Kerajaan Aru (pantai timur Sumatra) juga ditemukan di Filipina, Sulawesi dan Maluku seperti Minanga dan Binaia (nama gunung di pulau Seram) dan nma Aru (pulau di laut Arufuru)..

Tunggu deskripsi lengkapnya

Jalur Buton: Antara Maluku dan Makassar via Banggai

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar