Jumat, 17 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (116): Dja Endar Moeda, Sejarawan Indonesia Pertama? The History of Sumatra, Riwajat Poelau Sumatra

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa William Marsden? Sudah begitu jelas. Lantas siapa Dja Endar Moeda? Apakah Dja Endar Moeda dapat digolongkan sebagai sejarawan Indonesia pertama? William Marsden adalah penulis buku sejarah Sumatra dengan judul The History of Sumatra yang diterbitkan tahun 1781. Dja Endar Moeda adalah juga penulis sejarah Sumatra dengan judul Riajay Poelau Sunatra yang diterbitkan tahun 1903. Apa bedanya?

Pada artikel sebelumnya sudah dideskripsikan nama William Marsden. Dalam artikel ini mendeskripsikan Dja Endar Moeda, seorang mantan guru yang pernah menulis buku tentang sejarah Sumatra dengan judul Riwajat Poelau Sumatra. Dja Endar Moeda lahir di Padang Sidempoean tahun 1861. Setelah lulus sekolah guru di Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1884 menjadi guru di sejumlah tempat hingga akhirnya pensiun di Singkil. Sepulang dari menunaikan haji dari Mekkah, Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda memilih tinggal di kota Padang dan mendirikan sekolah swasta tahun 1895. Pada tahun 1897 ditawari penerbit surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat senagai editor. Tiga tahun kemudian Dja Endar Moeda mengakuisisi percetakan dan surat kabar Pertja Barat. Dja Endar Moeda tidak hanya menulsi buku pelajaran juga menuli buku-buku umum. Salah satu buku yang ditulisnya adalah Riwajat Poelau Sumatra yang diterbitkan tahun 1903.

Lantas mengapa Dja Endar Moeda menulis buku sejarah pulau Sumatra? Selain penulis-penulis Eropa/Belanda, lalu apakah Dja Endar Moeda dapat dikatakan sebagai sejarawan Indonesia pertama? Nah. Itu pertanyaannya. Apakah Dja Endar Moeda terisnpirasi dari karya William Marsden dengan judul The History of Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

The History of Sumatra: Dja Endar Moeda Penulis Pribumi Terkenal

Sejarah adalah narasi fakta dan data. Ahli sejarah pada masa ini disebut sejarawan. Pada masa ini sejarawan Indonesia hanya digolongkan orang Indonesia yang hidup setelah era Republik Indonesia. Ahli sejarah pada era Hindia Belanda, apakah tidak perlu dihitung? Pada era Hindia Belanda yang menjadi ahli sejarah tidak hanya orang Eropa/Belanda, tetapi juga ada orang pribumi. Sejarawan Indonesia yang dikenal luas masa ini adalah Sartono Kartodirdjo, yang lahir dan bersekolah pada era Hindia Belanda dan menyelesaiakan studi sejarah di perguruan tinggi (richting geschiedenis) pada era Republik Indonesia. Lalu dengan demikian, apakah yang hidup di era Republik Indonesia baru dikatakan sebagai ahli sejarah Indonesia?

Terminologi sejarah (geschiedenis) baru muncul belakangan. Sebelumnya sejarah disebut sebagai hikayat. Meski sudah muncul istilah sejarah, tetapi masih diperetukarkan dengan hikayat. Pada masa yang lebih jauh ke belakang, digunakan sebagai kronik. Dalam konteks waktu, geschiedenis, kronik, hikayat dan sejarah merujuk pada bidang perhatian yang sama: peristiwa atau kejadian masa lampau. Namun kini istilah-istilah tersebut telah mengalami pergeseran makna. Yang umum digunakan adalah sejarah, sedangkan yang lainnya dianggap sudah kadaluarsa. Akibatnya, kronik dan hikayat pada masa kini dianggap tidak dikategorikan sebagai sejarah (history, historie). Dengan demikian geschiedenis juga dianggap kadaluarsa. Tapi sejarah jelas bukan soal linguistik, tetapi sejarah adalah narasi fakta dan data. Yang nyaris terlupan, dalam penyelidikan sejarah menggunakan pertanyaan dasar 5 W plus 1 H. Suatu bentuk pertanyaan yang tidak pernah berubah sejak zaman megalitikum hingga zaman Now. History bukan his story, but high story.

Seorang pribumi, Dja Endar Moeda pada masa lampau menulis buku sejarah, sejarah pulau Sumatra dengan judul Hikajat Poelau Sumatra yang diterbitkan pada tahun 1903. Boleh jadi ini merupakan sejarah pulau Sumatra versi pribumi (ditulis orang pribumi). Sebelumnya di masa lampau sudah pernah ditulis sejarah Sumatra oleh William Marsden yang diterbitkan tahun 1781 dengan judul The History of Sumatra. Tema ini boleh jadi menjadi inspirasi bagi Raffles untuk menulis sejarah (pulau) Jawa dengan judul The History of Java (terbit 1817).

Pada zaman kuno, penulisan sejarah belum lazim. Belum ada upaya penulisan sejarah atas dasar kebutuhan masa kini dan masa depan. Pada prasasti memang sudah ada indikasi sejarah seperti prasasti Sojomerto (abad ke-8). Pada era Majapahir, teks Negarakertagama (1365) bukan teks sejarah tetapi penggambaran situasi dan kondisi pada saat itu dalam bentuk kidung. Di Eropa sendiri sudah sejak lama dilakukan penulisan sejarah, tetapi di Hindia Timur baru diketahui sejak akhir er Portugis awal era VOC. Ini dapat dibaca pada Hikajat Melajoe dan Kronik raja-raja Gowa (dalam lontara). Lalu muncul Hikajat Atjeh, Hikajat Djohor dan demikian seterusnya. Buku-buku sejarah masa kini banyak yang mengutip dari hikayat-hikayat tersebut. Bukankah hikayat adalah terminologi lama sejarah.

Namun yang membedakan Hikajat Poelau Sumatra yang ditulis (dalam bahasa Melayu) oleh Dja Endar Moeda dengan hikayat-hikayat sebelumnya adalah buku Hikajat Poelau Sumatra disebut penulisnya secara jelas dan dicetak dalam benyuk buku umum serta diperjual-belikan yang dengan sendirinya dapat ditrace dan dipertanggungjawabkan isinya. Hikayat-hikayat atau kronik-kronik sebelumnya ditemukan para peneliti Belanda tidak dalam bentuk utuh tetapi dalam potongan-potongajn di tangan sejumlah individu yang telah mengalami penambahan (dan juga pengurangan). Dalam hal ini seperti apa bentuk aslinya tidak diketahui secara jelas (boleh jadi potongan-potingan tersebut telah ‘masuk angin’). Negarakertagama memang ditemukan dalam bentuk aslinya (dalam bahasa Kawi), tetapi isinya bukan kronik atau hikayat.

Satu keutamaan buku sejarah Hikajat Poelau Sumatra ditulis oleh Saleh Harahap gelar [Ra]Dja Endar Moeda, seorang pensiunan guru, pemilik sekolah dan pemilik percetakan. Dja Endar Moeda lulus sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean pada tahun 1884 dengan gurunya yang terkenal Charles Adriaan van Ophuijsen (penulis tatabahasa dan kamus bahasa Melayu). Sudah barang tentu, Dja Endar Moeda telah diajarkan metodologi pencarian data dan teknik penulisan oleh gurunya. Oleh karena itu dalam banyak hal buku Hikajat Poelau Sumatra memiliki keutamaan tersedniri pada zamannya (sanad dan tata cara penulisan plus aturan penerbitan).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Hikajat Poelau Sumatra: Dja Endar Moeda, Sejarawan Indonesia Pertama?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar