Jumat, 17 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (117): Sartono Kartodirdjo, Dikenal Sebagai Ahli Sejarah Indonesia; Apakah Sejarawan Memihak?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini semua sarjana sejarah Indonesia mengingat nama Sartono Kartodirdjo. Mengapa? Prof. Dr. Aloysius Sartono Kartodirdjo disebut sejarawan Indonesia, pelopor dalam penulisan sejarah dengan cara pandang Indonesia (lihat Wikipedia). Lantas apakah sejarawan Indonesia sebelumnya dengan cara pendang non Indonesia? Itu masalah lain. Dalam hal ini bagaimana riwayat Sartono hingga kini dikenal sebagai ahli sejarah Indonesia terkenal.

Sartono Kartodirdjo disebutkan lahir di Wonogiri tanggal 15 Februari 1921. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar HIS melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah MULO. Lalu dilanjutkan ke sekolah guru di Bandoeng HIK. Setelah menjadi guru, dalam perkembangannya Sartono Kartodirdjo mengikuti pendidikan di Universitas Indonesia dan lulus dengan gelar sarjana pada tahun 1956. Seperti banyak serjana Indonesia, Sartono Kartodirdjo melanjutkan pendidikan master di Yale University, Amerika Serikat dan lulus tahun 1964 yang selanjutnya mengambil program doktoral di Universiteit Amsterdam. Sartono Kartodirdjo memeperoleh gelar doktor pada tahun 1966 dengan desertasi berjudul The Peasants’ Revolt of Banten in 1888, It’s Conditions, Course and Sequel: A Case Study of Sosial Movements in Indonesia, Dua tahun kemudian Sartono Kartodirdjo dikukuhkanmenjadi guru besar di Universitas Gadjah Mada.

Lantas bagaimana sejarah sejarawan Indonesia Sartono Kartodirdjo sehingga dikenal sebagai sejarawan terkenal? Seperti disebut di atas mengapa Sartono Kartodirdjo disebut sejarawan Indonesia dengan sudut pandang Indonesia. Lalu apakah sejarawan lain disebut sejarawan dari sudur pandang lain (non Indonesia)? Mengapa muncul dikotomi? Apakah penulis sejarah harus memihak? Padahal menurut ahli sejarah tempo doeloe, bahwa sejarah adalah narasi fakta dan data. Kalau begitu semuanya telah melanggar azas tersebut? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sartono Kartodirdjo: Seorang Guru yang Menjadi Guru Besar

Pada tahun 1953 diberitakan hasil ujian di beberapa fakultan Universitas Indonesia (lihat Indische courant voor Nederland, 17-06-1953). Di fakultas ekonomi Sie Bing Tat lulus sarjana, Baginda Siregar dan Azis Siregar lulus ujian kandidat (sarjana). Di fakultas kedokteran lulus kandidat sebanyak 20 mahasiswa. Di fakultas sastra lulus sarjana pada bidang arkeologi (richting oudheidkunde) Nn Soelaiman, Abdurrachman dan Soekmono; lulus ujian kandidat pada bidang sejarah (richting geschiedenis) Sartono Kartodirdjo.

Sie Bing Tat adalah lulusan pertama dari fakultas ekonomi. Sementara Soelaiman, Abdurrachman dan Soekmono adalah sarjana arkeologi pertama. Sedangkan Sartono Kartodirdjo adalah calon sarjana sejarah pertama.

Seperti disebut di atas, Sartono Kartodirdjo lulus tahun 1956. Ada perbedaan waktu antara lulus kandidat sarjana (1953) dengan lulus sarjana (1956). Boleh jadi ada mahasiswa lain dari bidang sejarah yang lulus antara tahun 1953 dan 1956. Dalam perkembangannya diketahui Sartono Kartodirdjo melanjutkan studi ke Amerikan Serikat di Yale University (lulus tahun 1964). Pada tahun 1966 Sartono Kartodirdjo dipromosikan dengan cum laude untuk doktor di Universiteit Amsterdam pada bidang sastra dengan desertasi berjudul ‘Thè peasant revolt of Banten in 1888; its condltions, course and sequel a case study of social movements in Indonesia’ (lihat Trouw, 04-11-1966).

Universiteit Amsterdam termasuk salah satu universitas yang diminati oleh orang pribumi (Indonesia) sejak masa lampau. Pribumi pertama yang lulus dari universitas ini adalah Dr. Abdoel Rivai pada bidang kedokteran (lulus 1908). Pada tahun 1931 Ida Loemongga Nasution meraih gelar doktor (Ph.D) padang bidang kedokteran. Ida Loemongga adalah perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar doktor. Orang Indonesia pertama meraih gelar doktor di bidang sastra adalah Poerbatjaraka di Universiteit Leiden dengan desertasi berjudul 'Agastya in den Archipel' (lihat Rotterdamsch nieuwsblad, 11-06-1926). Orang Indonesia berikutnya yang meraih gelar doktor pada bidang sastra adalah Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia di Universiteit Leiden dengan desertasi berjudul: ‘Het primitieve denken in de moderne wetenschap', Ida Loemongga dan Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (Menteri Pendidik RI kedua) sama-sama lahir di Padang Sidempoean.

Sartono Kartodirdjo adalah termasuk gelombang pertama mahasiswa Indonesia yang meraig gelar doktor di luar negeri pasca pengakuan kedaulatan Indonesoa oleh Belanda. Mereka itu adalah Arifin M. Siregar meraih gelar doktor (Ph.D) di Universität Münster, West Germany (1960). Drs. Widjojo Nitisastro di University of California at Berkeley (1961) dan BJ Habibie di Technische Hochschule, Aachen, Jerman.

Sebelum mereka ini, orang Indonesia yang meraih gelar doktor umumnya di Belanda. Pada masa pendudukan Jepang orang Indonesia yang meraih gelar doktor bidang ekonomi di Belanda adalah Drs, Ong Eng Die lulus ujian doktoral tahun 1940 di Vrij Universiteit Amsterdam; Drs. Tan Goan Po, meraih doktor (Ph.D) di Universiteit Rotterdam pada bidang ekonomi tahun 1942; Drs. Soemitro Djojohadikoesoemo di universitas yang sama di Rotterdam pada bidang ekonomi tahun 1943; di Universiteit Utrecht Mr. Masdoelhak Nasution meraih gelar Ph.D pada bidang hukum tahun 1943. Mereka inilah orang Indonesia peraih gelar doktor di luar negeri yang terakhir sebelum kemerdekaaan Indonesia 1945. Orang Indonesia berikutnya meraih gelar doktor baru muncul lagi pasaca pengakuan kedaulatan Indonesia.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarawan Indonesia: Apakah Harus Memihak?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar