Minggu, 26 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (134): Hogere Burgerschool/HBS dan Universitas;Generasi Pertama Pribumi Kuliah di Universitas

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Hogereburgerschool (HBS) adalah sekolah menengah pada era Hindia Belanda. Lantas apa keutamaan sekolah ini? Lulusan sekolah HBS dapat langsung melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau universitas di Belanda (Hogeschool). Sebagaimana dibentuk HIS (setara sekolah ELS), dalam perkembangannya dibentuk AMS (setara sekolah HBS). Lulusan AMS juga dapat melanjutkan ke perguruan tinggi/universitas di Belanda.

Sekolah HBS menyelenggarakan pendidikan tiga tahun (semacam sekolah menengah pertama, MULO) dan lima tahun (sekolah menengah atas). HBS pertama di didirikan di Batavia (KWS sejak 1860). Siswa yang diterima adalah lulusan sekolah dasar ELS atau sekolah menengah MULO. Dalam perkembangannya penyelenggaraan sekolah HBS diadakan di Prins Hendrik School (PHS) Batavia pada tahun 1911. HBS ini terdiri dari dua afdeeeling (jurusan) A dan B. HBS kemudian didirikan, diantaranya di Soerabaja (1875), di Semarang (1877), di Bandoeng (1915) dan di Medan (1928). Lulusan HBS dari KWS diantaranya Husein Djajadiningrat tahun 1906. Beberapa lulusan HBS di PHS afdeeling-A (sosial) adalah Mohamad Hatta, Abdoel Hakim Harahap (Gubernur Sumatra Utara pertama), Anwar Makarim (kakek dari Nadiem Makarim) dan Soemitro Djojohadikoesoemo (ayah Prabowo Sibianto) dan lulusan HBS afdeeling-B diantaranya Ida Loemongga Nasution (perempiuan Indonesia pertama bergelar Ph.D). Lulusan HBS Semarang antara lain Raden Kartono (abang RA Kartini) dan HJ van Mook (Letnan Gubernur Jenderal NICA 1044-1948).

Lantas bagaimana sejarah HBS di Hindia Belanda dalam hubungannya dengan siswa pribumi? Seperti disebut di atas HBS menjadi semacam jembatan pendidikan bagi siswa pribumi untuk meneruskan pendidikan di perguruan tinggi/universitas di Belanda. Jumlah siswa pribumi yang diterima di HBS tidak banyak. Mereka itu antara lain Raden Kartono dan Mohamad Hatta. Lalu bagaimana sekolah HBS terbentuk. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

HBS: ELS, Kweekschool dan Docter Djawa School

Seperti disebut di atas, hogereburgerschool (HBS) adalah sekolah menengah pada era Hindia Belanda yang pertama kali dibuka di Batavia tahun 1860. Saat itu HBS adalah pendidikan tertinggi (satu-satunya hanya) di Batavia dan penyeleanggaran HBS ini menjadi penting karena lulusan HBS dapat diterima di perguruan tinggi (universitas) di Eropa/Belanda. Sekolah HBS ini hanya menerima siswa-siswa Eropa/Belanda. Namun dalam perkembangannya dimungkinkan siswa pribumi diterima dengan persyaratan.

Persyaratan masuk HBS di Batavia (KWS III) adalah lulusan sekolah dasar Eropa (ELS), suatu sekolah dasar bagi anak-anak Eropa/Belanda yang sudah mulai diadakan sejak sekitar tahun 1820. Oleh karena itu siswa-siswa pribumi tidak bisa memasuki HBS di KWS III yang menyelenggarakan pendidikan tiga tahun (setara SMP) dan pendidikan lima tahun (setara SMA). Kebijakan yang membolehkan anak pribumi masuk sekolah ELS baru dimulai tahun 1875. Kebijakan ini diduga terkait dengan semakin meningkatnya kapasitas sekolah HBS karena HBS yang baru kemudian dibuka di Soerabaja tahun 1875 dan lalu dibuka lagi di Semarang tahun 1877. Dengan demikian, adanya kebijakan baru dalam akses pendidikan bagi anak-anak pribumi ini, tampaknya diperlukan beberapa tahun lagi baru siswa pribumi dapat memasuki pendidikan (tingkat) HBS. Lama pendidikan di sekolah ELS adalah lima tahun. Sekolah-sekolah yang tertinggi saat itu bagi siswa pribumi adalah sekolah guru (kweekschool) lama studi tiga tahun dan sekolah kedokteran (Docter Djawa School) lama studi lima tahun, yang mana kedua sekolah ini menerima lulusan sekolah dasar (pemerintah).

Siswa pribumi yang diterima di HBS sangat sedikt, hanya beberapa orang. HBS pertama yang menerima siswa pribumi (lulusan ELS) adalah HBS Semarang. Tidak diketahui apakah ada siswa pribumi yang diterima di HBS Batavia dan HBS Soerabaja. Siswa-siswa pribumi di HBS (hanya sedikit lulusan ELS yang melanjutkan ke HBS) tentulah menemui kesulitan karena mereka ‘tenggelam’ diantara siswa-siswa Eropa/Belanda. Lulusan HBS pertama (di Semarang) yang diketahui adalah RM Oetoyo (lulus tahun 1891).

Tidak diketahui apakah RM Oetojo setelah lulus HBS Semarang melanjutkan pendidikan perguruan tinggi (universitas) di Belanda. Tampaknya RM Oetojo lebih memilih langsung bekerja di pemerintahan (menjadi bupati regent di Ngawi?). Pribumi yang lulusan HBS yang melanjutkan studi di perguruan tinggi (universitas) adalah RM Ismangoen (cucu dari Sultan Djogjakarta). Namun RM Ismangoen bukan lulusan HBS di Hindia Belanda, tetapi lulusan HBS di Belanda. RM Ismangoen meraih gelar sarjana di Belanda (Universiteit te Leiden) tahun1885. Dalam hal ini dapat dikatakan RM Ismangoen adalah sarjana pribumi (Indonesia) pertama. Namun tentu saja RM Ismangoen tidak mudah menjadi pegawai (pejabat) pemerintah, karena untuk yang berpendidikan tinggi (kualifikasi sarjana) masih ada aturan perundang-undangan yang menghambatnya (harus orang Eropa/Belanda untuk menduduki jabatan dengan kualifikasi sarjana).ghambatnya (harus orang Eropa/Belanda untuk menduduki jabatan dengan kualifikasi sarjana).

Lulusan HBS kedua yang berasal dari pribumi yang diketahui (di HBS Semarang) adalah RM Pandji Sosro Kartono (abang dari RA Kartini) pada tahun 1896,

Tunggu deskripsi lengkapnya

HBS, AMS dan Siswa Pribumi: Perguruan Tinggi di Belanda

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar