*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Hari ini adalah Hari Pahlawan. Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November. Ditetapkannya 10 November sebagai hari pahlawan didasarkan pada Keputusan Presiden No. 316 tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur. Penetapan Hari Pahlawan pada tanggal 10 November merujuk pada peristiwa Perang Surabaya pada tanggal 10 Nivember 1945. Seperti di tempat lain, dalam perang di Surabaya ini banyak yang korban apakah di pihak musuh maupun bangsa Indonesia.
Lantas bagaimana sejarah pahlawan Indonesia dalam Perang Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Seperti disebut di atas, perang di Surabaya pada tanggal 10 November ini menjadi rujukan penetapan tanggal hari pahlawan di Indonesia. Satu yang penting dalam Perang Surabaya tersebut, Wali Kota Surabaya Radjamin Nasution turut aktif membantu perjuangan. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Hari Pahlawan 10 November: Setiap Tahun Bertambah Jumlah Pahlawan Nasional
Bertepatan dengan Hari Pahlawan pada hari ini 10 November tidak hanya diperingati sebagai hari pahlawan, seperti tahun-tahun sebelumnya, juga diberitakan empat pahlawan Indonesia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Dengan demikian, jumlah yang bergelar Pahlawan Nasional bertambah menjadi 195 orang. Jumlah ini tentu saja masih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pahlawan Indonesia yang layak untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada empat tokoh yang dianggap berjasa bagi bangsa dan negara semasa hidupnya. Upacara penganugerahan digelar di Istana Negara Jakarta, Rabu (10/11/2021). Empat tokoh tersebut yaitu, Tombolatutu dari Sulawesi Tengah dan Sultan Aji Muhammad Idris dari Kalimantan Timur. Kemudian, Sutradara Film Aji Usmar Ismail dari DKI Jakarta serta Raden Aria Wangsakara dari Banten. Pemberian gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 109/TK tahun 2021 tentang Penganugerahan Pahlawan Nasional yang ditetapkan pada 25 Oktober 2021 (lihat liputan6.com Rab, 10 November 2021 10.34).
Seperti disebut di atas, penetapan Hari Pahlawan di Indonesia merujuk pada Perang Surabaya pada tanggal 10 Novermber 1945. Perang Surabaya ini banyak yang gugur di pihak bangsa Indonesia (melawan Sekutu/Inggris). Lantas apakah ada pahlawan Indonesia yang berperang di Surabaya yang telah mendapat gelar Pahlawan Nasional? Jika ada, siapa saja?
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pahlawan Perang Surabaya dan Wali Kota Perang Radjamin Nasution
De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 09-11-1945: ‘Pasca ultimatum tersebut, menurut UP, ketegangan di Surabaya meningkat tajam. Pasukan Indonesia, bersenjatakan senapan mesin, berusaha menembus wilayah yang diduduki Inggris, tetapi berhasil diusir tanpa insiden. Mereka sekarang mengambil posisi baru dan terlihat terlatih. Menurut pernyataan resmi Inggris, evakuasi interniran sipil dari Surabaya terus berlanjut. Sejauh ini 5.932 warga sipil telah dideportasi. Jenazah Brigadir Jenderal Mallaby, yang dibunuh minggu lalu di Surabaya, kini telah diserahkan oleh Indonesia dan dimakamkan di bandara Surabaya setelah upacara pemakaman singkat, UP juga melaporkan bahwa di Bengkoulen, dua perwira Inggris, yang sedang dalam perjalanan inspeksi, dibunuh oleh orang Indonesia’. De waarheid, 09-11-1945: ‘Situasi di wilayah Surabaya kembali mengancam. Komandan pasukan Inggris, Majoor Jenderal Mansergh (pengganti Mallaby), telah mengeluarkan ultimatum (hingga Jumlat malam tanggal 9 pukul 7) yang mengatakan: pasukan Inggris yang kuat, yang dibawa dari luar negeri, akan menduduki Surabaya dan meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan Jenderal Mailaby. Mereka tidak akan mentolerir oposisi apa pun. Ultimatum yang dijatuhkan pagi ini oleh pesawat-pesawat di atas kota. Sementara itu, orang Indonesia di Surabaya menyerukan daerah lain untuk bergegas membantu mereka untuk mencegah pendaratan, Situasi di Surabaya juga telah mendorong pemerintah Sukarno untuk bersidang dan mendiskusikan situasi dengannya’.
Begitu luas perang yang terjadi di berbagai kota khususnyan di Jawa dan di Sumatra. Di Jawa perang sangat intens di Djakarta sekitar dan di Soerabaya sekitar. Pada saat itu Pemerintah RI di Djakarta tidak hanya menghadapi persoalan perang di berbagai kota (antara front Sekutu/Inggrsi dan penduduk) juga semakin derasnya kehadiran orang-orang Belanda/NICA yang memasuki Djakarta (mengambil posisi di belakang Sekutu/Inggris) yang bentrok dengan pasukan Indonesia. Perang yang terjadi tidak hanya melawan Sekutu/Inggris juga tentara NICA/Belanda. Menteri Penerangan yang juga merangkap Menteri Keamanan Rakyat Mr Amir Sjarifoeddin Harahap menjadi orang yang paling sibuk
Sebelumnya Menteri Keamanan Rakyat Mr Amir Sjarifoeddin Harahap telah meminta Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo pada tanggal 1 Oktober 1945 untuk mulai membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TRI). Langkah pertama yang dilakukan Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo adalah merekrut 17 pemuda cemerlang yang dipusatkan di Jogjakarta dengan kualifikasi tertentu, antara lain Dr. Ibnoe Soetowo, Ir. MO Parlindungan, Dr. Irsan Radjamin (anak Wali Kota Surabaya), Dr. W Hutagalung, Mr. Arifin Harahap. Dr Arie Soedewo, Mr. Kasman Singodimedjo dan Ir. Tarip Abdullah Harahap. Secara dejure, mereka inilah tentara Indonesia pertama masing-masing dengan pangkat Overste (Letnan Kolonel). Dr. Irsan Radjamin ditempatkan di SoerabajaIr. Mr. Arifin Harahap ditempatkan di Djakarta, Dr. Ibnoe Soetowo untuk mengamankan pertambangan minyak di Tjepoe dan Ir. MO Parlindungan di Bandoeng untuk menangani pabrik senjata dan mesiu. Ir. MO Parlindungan lulusan teknik kimia Delft/Zurich 1942 spesialisasinya senjata bom. Situasi yang memburuk di Soerabaja menyebabkan Ir. MO Parlindungan diperbantukan ke Soerabaya (untuk menangani bom yang diperoleh dari gudang-gudang militer Jepang). Pada tanggal 1 Oktober 1945 sebagai Menteri Penerangan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap menerbitkan surat kabar Indonesia dengan nama Merdeka yang digawangi oleh BM Diah Harahap. Amigoe di Curacao, 26-11-1945: ‘Inggris mengeluh bahwa majalah 'Merdeka' (Kemerdekaan) juga menerbitkan propaganda anti-Inggris dan Menteri Informasi Indonesia, Amir Sjarifudin, telah mengumumkan bahwa mulai Senin pemerintah akan bertanggung jawab atas semua pesan yang dimuat di majalah tersebut (Batavia’,
Ultimatum dari Sekutu/Inggris tidak digubris. Akhirnya Perang Soerabaya pada tanggal 10 November tidak terhindarkan. Perang terus berlangsung hingga pasukan Sekutu/Inggris dapat menguasai sepertiga kota. Dua pertiga kota lainnya terus bergerilya menyerang pasukan Sekutu/Inggris.
Het Binnenhof, 14-11-1945: ‘Sepertiga kota telah dibersihkan. Pusat Surabaya dibombardir berat oleh artileri Inggris tadi malam dan langit terang benderang oleh Hakkaimo sebuah kapal Jepang berbobot 8.000 ton yang terbakar sementara kru pekerja Jepang menyiapkannya untuk evakuasi rekan senegaranya. Thunderbolt membombardir, sementara artileri menembaki kantong-kantong perlawanan Indonesia Kemarin orang-orang Indonesia menembak dan mortir tetapi tidak ada kerusakan serius yang terjadi. Pesawat-pesawat Inggris menghadapi perlawanan yang tak terduga dan menjatuhkan bom kembali dengan lubang peluru. Menurut laporan terbaru dari Surabaya, Inggris memiliki sepertiga kota di tangan mereka’.
Setelah meletus Perang Soerabaya, tampaknya Presiden Soekarno tidak nyaman karena perkiraan militer Sekutu/Inggris penduduk Surabaya yang tewas sekitar 15.000 orang. Presiden Soekarno membubarkan kabinetnya dan meminta Soetan Sjahrir dan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap membentuk kabinet baru. Kabinet baru ini diumumkan pada tangga 14 November 1945. Soetan Sjahrir menggantikan posisi Ir Soekarno di pemerintahan (baru) sementara Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap tetap di posisinya sebagai Menteri Penerangan dan Menteri Keamanan Rakyat. Keduanya sebelumnya adalah ketua dan wakil ketua Komite Kerja Nasional (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 31-10-1945). Saat semua orang berkelahi di Sumatra dan Jawa di Sulawesi orang sudah berbicara bekerjasama dengan Belanda. Sementara itu, Soetan Sjahrir dan Amir Sjarifoeddin Harahap akan ke Soerabaya.
Di Soerabaja Gubernur Soerjo dan Wali Kota Soerabaya Radjamin Nasution saling bahu membahu mengendalikan pemerintahan, penerangan dan bantuan bagi para pejuang dan mengurus korban dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap dengan kabinet baru adalah orang yang paling tinggi portofolianya. Dalam kabinet baru, Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap usia 38 tahun adalah satu-satunya anggota kabinet lama yang masih tersisa dan tetap berada di dalam kabinet baru (lihat Amigoe di Curacao, 21-11-1945). Seperti dikatakannya sebelum berangkat ke Soerabaja bahwa sekarang ‘sudah ada pemutusan yang jelas dengan semua orang yang bisa dikaitkan dengan Jepang’.
Radjamin Nasution memulai karir politik di kota Soerabaja pada tahun 1931. Sebagai pejabat bea dan cukai di Tandjoeng Perak, Radjamin Nasution terpilih dalam satu pemilihan sebagai anggota dewan (gemeenteraad) Soerabaya dari pribumi. Posisi ini terus dijabatnya sebaga Wethouder hingga berakhir Pemerintah Hindia Belanda yang digantikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang (1942) .`Saat transisi Jepang ini, pemerintah pendudukan militer Jepang menunjuk Radjamin Nasution sebagai Wali Kota. Pada saat pimpinan Jepang ada secara definif di Soerabaya, Radjamin Nasution diposisikan sebagai Wakil Wali Kota. Pada saat Jepang menyerah pada tanggal 14 Agustus 1945, Radjamin Nasution sendiri meletakkan jabatan. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno mengangkat Radjamin Nasution sebagai Wali Kota Surabaya terhitung sejak 1 September 1945.
Setelah pendudukan Sekutu/Inggris di Kota Surabaya, kemudian disusulnya masuknya Belanda/NICA dengan mengangkat Mr CJG Becht sebagai pejabat Wali Kota (menggantikan posisi Mr WAH Fuchter (Wali Kota Surabaya sebelum pendudukan militer Jepang). Oleh karena NICA/Belanda membentuk negara boneka (Negara Jawa Timur) sejak 26 November 1948 maka Wali Kota yang diangkat adalah Indrakoesoema. Di lain pihak, Radjamin Nasution di pengungsian masih berstatus Wali Kota Republik Indonesia (masih menerima gaji).
Dengan terbentuknya Negara Jawa Timur, wilayah RI semakin menyusut hanya tinggal di pedalaman yang berdekatan dengan wilayah Djogjakarta (kemudian ibu kota RI di pengungsian). Presiden Soekarno berada di pengungsian di Djogjakarta dan Wali Kota Radjamin Nasution berada di Tulungangung. Perang terus terjadi hingga hingfga Agresi Militer II pada tanggal 19 Desember 1948 dimana Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohamad Hatta ditangkap lalu diasingkan ke Sumatra. Sejak ini pemerintahan tidak lagi efektif, sementara TNI terus bergerilya melancarkan perang terhadap mililter NICA/Belanda (KNIL). Setelah gencatan senjata dan persiapan ke KMB yang dimpimpin Perdana Menteri Mohamad Hatta, pemerintah RI dipulihkan di Jogjakarta (ibu kota Republik). Namun di Soerabaya posisi Radjamin Nasution tidak bisa dipulihkan karena sudah ada wali kota federalis/boneka Belanda Negara Jawa Timur (Indrakoesoema).
Oleh karena SK Radjamin Nasution masih sah sebagai Wali Kota Surabaya, ketika status Presiden Soekarno dipulihkan, Wali Kota Soerabaja Radjamin Nasution berangkat ke ibu kota RI di Jogjakarta untuk mengkonfirmasi status jabatannya. Jawaban Presiden Soekarno bahwa Radjamin Nasution masih Wali Kota.
Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-01-1950: ‘Menjadi Wali Kota Surabaya. Setelah Pembubaran Negara Jawa Timur, TN wawancara dengan Aneta kepada Radjamin Nasution, Wali Kota Surabaya.Surabaya. Bagaimanapun, hanya saya yang dapat mengklaim posisi ini. Pada 1 September 1945 saya diangkat dan tidak pernah diberhentikan. Sebaliknya, ketika saya baru-baru ini mengunjungi Djokja dimana saya diterima oleh Presiden Soekarno dan disana di Djokja saya menanyakan apa status saya, jawaban Presiden adalah saya masih dianggap walikota Surabaya. Selain itu, sebuah telegram diterima dari Djokja hari ini yang memberi tahu saya bahwa pejabat saya dan saya akan menerima gaji lagi mulai bulan ini. Semuanya sekitar 1.000 pegawai negeri sipil. Berkenaan dengan kotamadya, pekerjaan saya untuk saat ini hanya mewakili kepentingan pejabat lama (Republik Indonesia). Saya tidak akan mencampuri urusan pemerintahan pemerintah kota sementara;,
Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia (27 Desember 1949) ada dua wali kota di Surabaya. Wali Kora Republik Indonesia (Radjamin Nasution) dan Wali Kota Negara Jawa Timur (Indrakoesoema). Namun, muncul keputusan bahwa secara khusus Kota Surabaya akan dikeluarkan dari Negara Jawa Timur, langsung dibawah Pemerintah RIS dengan wali kota tidak diangkat Negara Jawa Timur tetapi oleh pemerintah RI, Hal itulah mengapa Radjamin Nasution telah mendapat telegram dari Jogjakarta bahwa dirinya dan pejabatnya (yang lama) akan menerima gaji lagi.
Namun tidak lama setelah Soerabaya dikeluarkan dari Negara Jawa Timur, dalam perkembangannya diketahui bahwa Negara Jawa Timur dibubarkan sejak 9 Maret 1950. Saat perubahan drastis ini (pembubaran Negara Jawa Timur) dan kembali ke NKRI, Radjamin Nasution digantikan oleh Wali Kota yang baru (Doel Arnowo). Selesai sudah tugas Radjamin Nasution sebagai Wali Kota Republik di Surabaya (sejak 1 September 1945).
Setelah dalam referendum di Negara Sumatra Timur yang dimenangkan Republiken pada bulan Mei 1950, maka Presiden Soekarno tidak hanya membubarkan Negara Sumatra Timur, juga pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS dibubatkan den secara keseluruhan kembali ke NKRI.
Dalam kunjungan Presiden Soekarno ke Soerabaja turut disambut Radjamin Nasution di bandara (lihat De vrije pers : ochtendbulletin, 16-01-1950). Disebutkan jauh sebelum kedatangan Presiden dan rombongan, sejumlah pejabat sudah berkumpul di bandara pagi ini, antara lain Gubernur Militer Jawa Timur dan Madura, Kolonel Sungkono, Pj Gubernur Jawa Timur dari Partai Republik, Samadikun, Wali Kota Surabaya Indrakoesoema dan Wali Kota Surabaya Republik pengungsian, Radjamin Nasution.
Seperti disebut di atas, setelah Negara Jawa Timur dibubarkan (kembali NKRI) pada bulan Maret 1950,. Wali Kota Surabaya Republik dan Wali Kota Surabaya Federalis dihapuskan. Dilakukan kocok ulang. Dalam nominasi baru ini nama Radjamin Nasution masih muncul, tetapi Pemerintah Pusat memilih dan mengangkat Doel Arnowo yang juga seorang Republiken dari Partai Nasional Indonesia (PNI). Radjamin Nasution sendiri adalah anggota Partai Indonesia Raya (Parindra). Jelas dalam hal ini Parindra kalah bersaing dengan partai besar PNI. Radjamin Nasution kemudian ditarik ke ibu kota RI di Djogjakarta sebagai pejabat di dalam Kementerian Dalam Negeri RI (lihat De vrije pers : ochtendbulletin, 08-04-1950). Menteri Dalam Negeri RI memberhentikan dengan hormat Bapak Radjamin Nasution selaku Wali Kota Surabaya terhitung sejak tanggal 31 Maret (lihat Nieuwe courant, 09-05-1950). Namun dalam perkembangannya partai Parindra mencalonkan Radjamin Nasution menjadi anggota dewa kota Soerabaya dan terpilih (lihat Nieuwe courant, 05-12-1950). Dalam Sidang pertama dewan yang menjadi Ketua Sidang (Dewan) adalah Radjamin Nasution (lihat Nieuwe courant, 07-12-1950).
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar