*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Andi
Pangerang Pettarani adalah pahlawan Indonesia berasal dari (kesultanan) Bone.
Pangeran Bone, Andi Pangerang Pettarani memulai karir sebagai pamong praja di
beberapa tempat di wilayah Sulawesi bagian selatan. Andi Pangerang Pettarani sebagai
salah satu pangeran dario Bone bersifat non-cooperative dengan Belanda yang
hadir kembali setelah pendudukan militer Jepang. Setelah pengakuan kedaultan Indonesia,
Andi Pangerang Pettarani diangkat sebagai Gubernur (provinsi) Sulawesi tahun
1956 dan 1958.
Andi Pangerang Pettarani (Andi Pangerang Petta Rani)
yang bernama lengkap Andi Pangerang Pettarani Karaeng Bontonompo Arung Macege
Matinroe Ri Panaikang (14 Mei 1903 – 12 Agustus 1975) adalah birokrat,
politikus, dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari suku Makassar
dan Bugis yang pernah menjadi Gubernur Sulawesi (terakhir). Andi Pangerang
Petta Rani ayah Raja Kesultanan Bone XXXII Andi Mappanyukki dan ibu bernama I
Batasai Daeng Taco. Ia adalah saudara tiri dari Andi Abdullah Bau Massepe
Pahlawan Nasional Republik Indonesia yang juga Datu Suppa ke-25 dari Kerajaan
Suppa. Pendidikan Andi
Pangerang Pettarani yaitu sekolah HIS, MULO dan OSVIA di Makassar. Andi
Pangerang Pettarani turut berjuang melawan penjajah. Pada bulan Agustus 1945 ia
ditunjuk sebagai anggota delegasi Sulawesi ke Komite Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Bersama Dr. Sam Ratulangi dan Andi Sultan Daeng Radja, dia
mengikuti rapat PPKI. Di lain sisi tepatnya pada saat sekutu mendarat di
Makassar, Gubernur Ratulangi mengundang raja raja dan pemimpin partai untuk
mendukung kesetiaan terhadap proklamasi kemerdekaan RI. Tawaran kerja sama
dengan pemerintah Belanda pun ditolak mentah mentah dan pertemuan yang dihadiri
raja raja termasuk Andi Pangerang Petta Rani ini kembali mengeluarkan
pernyataan rakyat Sulawesi mendukung sepenuhnya NKRI. Atas dasar itulah Belanda
dan para sekutunya menahan Andi Pangerang Petta Rani dan keluarganya di
Rantepao. Andi Pangerang Petta Rani dipecat dari kedudukannya sebagai Kepala
Afdeling Bone (Wikipedia).
Lantas
bagaimana sejarah Andi Pangerang Pettarani? Seperti disebut di atas, Andi Pangerang Pettarani adalah seorang
pangeran Bone yang pernah menjadi Gubernur Sulawesi. Lalu bagaimana sejarah Andi
Pangerang Pettarani? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan
artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel
saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah
pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk
lebih menekankan saja*.
Pahlawan Indonesia Andi
Pangerang Pettarani: Pangeran dari Bone
Pada Kabinet Boerhanoeddin Harahap (sejak 12 Agustus 1955), tiba-tiba di
Makassar, Gubernur Lanto Daeng Pasewang mengundurkan diri. Pengunduan diri
Lanto Daeng Pasewang adalah satu hal. Sementara hal lain muncul nama Andi
Pangerang Petta Rani untuk menggantikan posisi gubernur. Lanto Daeng Pasewang
sendiri belum lama menjadi Gubernur. Paling tidak pengusulannya sebagai
gubernur baru pada bulan Oktober 1953 (lihat De nieuwsgier, 16-10-1953).
Sebelumnya Lanto Daeng Pasewang adalah salah satu anggota Kabinet Negara
Indonesia Timur yang dipimpin oleh Ir Patoean Doli Diapari Siregar. Boleh jadi kini
Gubernur Lanto Daeng Pasewang ingin mengundurkan diri karena tekanan keamanan
yang tidak kunjung reda di wilayah
(provinsi) Sulawesi.
Situasi keamanan di provinsi Sulawesi dan
provinsi Maluku pasang surut. Sudah tertangani pasca gerakan Andi Azis di
Makassar dimana KASAD Major Jenderal Abdoel Haris Nasoetion mengganti Overste
Mokoginta dengan Overste Warrow (sebagai Panglima Indonesia Timur). Namun
menjadi bermasalah lagi setelah Major Abdoel Haris Nasution dirumahkan sejak
peristiwa 17 Oktober 1952 di Djakarta. Saat KASAD dipimpin oleh Major Bambang
Soegeng Soepeno dengan wakilnya Kolonel Zulkifli Lubis, muncul pemberontakan di
Sulawesi bagian selatan yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar. Pada tahun 1954
Kolonel Warrow harus dicopot karena kasus penyelundupan kopra yang kemudian
digantikan oleh Overste Sumual. Saat ini yang menjabat koodinator gubenur
Sulawesi dan Maluku (Gouverneur van de Inspectie Dienst van de Regering voor de
Provincies Sulawesi en Maluku dari Kementerian Dalam Negeri adalah Abdoel Hakim
Harahap (pernah menjadi pejabat ekonomi di Makassar pada era Hindia Belanda dan
menjadi wakil kepala comptabilia pada masa pendudukan Jepang di Makassar), Saat
Boerhanoeddin Harahap menjadi Perdana Menteri, Abdoel Hakim Harahap diangkat
sebagai menteri Muda Pertahanan. Untuk membuat tentara solid, Abdoel Hakim
Harahap menungundang seluruh kolonel di Indonesia untuk konferensi di
Djogjakarta. Untuk memilih siapa yang menjadi pimpinan tentara muncul dua nama
yakni Kolonel Abdoel Haris Nasution dan Kolonel Zulkifli Lubis. Lalu yang
terpilih berdasarkan voting adalah Abdoel Haris Nasution yang kemudian diangkat
kembali menjadi KASAD, Abdoel Hakim Harahap adalah Residen Perang yang menjabat
Wakil Gibernur Militter pada perang kemerdekaan di Sumatra, penasehat delegasi
RI ke KMB dan menjadi Wakil Perdana Menteri di Djogjakarta pada era RIS.
Andi Pangerang Petta Rani
saat itu adalah Kordinator Residen Sulawesi Utara (lihat De locomotief :
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 29-10-1955). Kordinator Residen
Sulawesi Utara semacam Wakil Gubernur untuk wilayah Sulawesi Utara. Yang mana
sebelumnya Koordinator Residen di Sulawesi bagian utara adalah Tangkilisan
(Lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
02-05-1955).
Negara Indonesia Timur (NIT) yang didirikan
atas prakarsa Belanda/NICA pada tanggal 27 Desember 1946 dengan kepala negara
Soekowati, Wilayah NIT terbagi dalam 13 daerah yang tergabung dalam lima
residentie. Sehubungan dengan negara-negara federal bergabung dengan NKRI dan
pasva terjadinya peristiwa Andi Azis di Makassar, Soekarno sebagai Presiden RIS
membubarkan RIS pada tanggal 17 Agustus 1950 saat pidato peringatan Hari
Kemerdekaan RI di Djakarta. Perdana Menteri Mohamad Hatta molohok. Keesokan
harinya para republiken pendukung NKRI memproklamirkan NKRI. Itu berarti semua
negara federal termasuk NIT secara resmi dibubarkan dan hanya ada NKRI. Para
pentolan NIT terutama di Makassar molohok juga. Tentu saja tidak dengan mantan
Perdana Menteri NIT Ir Patoean Diapari Siregar dan Perdana Menteri NIT saat itu
Ir M Putuhena. Dua perdana menteri NIT ini adalah sama-sama lulusan THS
Bandoeng (kini ITB). Ir. Putuhena adalah adik kelas Soekarno di THS yang tahun
1926 bersama-sama Ir Anwari mendirikan studieclub Bandoeng (Algemene
Studieclub). Ir. Putuhena berasal dari Saparua, Ambon. Sedangkan Ir Patoean
Diapari Siregar berasal dari Tapanoeli. Mohamad
Natal Siregar gelar Patuan Doli Siregar diterima di Technische Hoogeschool te
Bandoeng tahun 1932 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
21-08-1935). Patuan Doli Siregar lulus tahun 1937 dan menjadi insinyur
pemerintah di Residentie Manado (Bataviaasch nieuwsblad, 09-06-1939). Tampaknya Ir Patoean mengikuti jejak Ir Putuhen yang bekerja di pemerintahan (di Purwakarta). Pada
tahun yang sama Tarip Abdullah Harahap lulus mendapat gelar insinyur teknik
sipil di THS Bandoeng. Ir, Patoean Doli Diapari bekerja untuk pemerintah,
sedangkan Ir. Tarip Abdoellah Harahap, seperti sebelumnya Ir Soekarno dan Ir
Anwari sebagai swasta dengan membuka firma arsitek di Banodeng. Ir Patoean Doli
hanya pindah-pindah tempat kerja di wilayah Groote Oost (Indonesia Timur).
Sementara Ir Tarip Abdoellah tetap di Bandoeng hingga perang kemerdekaan yang
lalu kemudian ikut mengungsi ke ibu kota Republik di Djogjakarta dengan jabatan
baru sebagai kepala Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia yang diseingkat
DAMRI (yang kini menjadi asal usul nama DAMRI). Lalu sejak pengakuaan
kedaulatan Indonesia Belanda (berlaku sejak 27 Desember 1949) dalam struktur
pemerintahan RIS, Ir Patoean Diapari menjadi menteri di kabinet NIT dan Ir
Tarip Abdoellah Harahap bersama republiken kembali ke Djakarta dimana Ir Tarip
Abdoellaah Harahap diangkat menjadi Direktur Penerbangan Sipil. Kementerian PU
yang mengurusi dan merenovasi seluruh bandara yang ada termasuk bandara di
Makasar serta membangun bandara baru seperti di Aceh. Sedangkan untuk urusan
maskapai ditunjuk Mr CA Mochtar Nasution sebagai pimpinan GIA di Djakarta (masih
bagian dari KLM). Pada saat ini, pasca NIT dibubarkan, Gubernur Sulawesi
diangkat Bernard Wilhelm Lapian yang kemudan diganti secara berturut turut Raden
Sudiro, Andi Burhanuddin dan kemudia Lanto Daeng Pasewang (Gubernur pertama
Sulawesi yang diangkat pemerintah RI tanggal 18 Agustus 1945 adalah Sam
Ratulangi).
Meski
demikian, Perdana Menteri Mr Boerhanoeddin Harahap meminta Lanto Daeng Pasewang
tetap menjalankan fungsi pemerintahan hingga terpilihnya gubernur yang baru
selepas pemilihan umum (pemilu) yang akan segera dilaksanakan. Tentu saja Lanto
Daeng Pasewang tidak bisa mengelak dan menjawab ‘Siap, Bro!’, karena Lanto
Daeng Pasewang adalah teman dekat Mr Boerhanoeddin Harahap.
Dalam surat kabar De locomotief : Samarangsch
handels- en advertentie-blad edisi 29-10-1955) head linenya ada pengangkatan
kembali Major Jenderal Abdoel Haris Nasution sebagai KASAD. Mengapa bisa
diangkat kembali? Ini bermula pada tahun 1952. Kolonel Abdoel Haris Nasution
sebagai KASAD dan Kolonel Zulkifli Lubis sebagai kepala intelijen negara. Pada
saat itu dianggap umum parlemen selalu merecokin eksekutif. Oleh ulah parlemen
kerap menjadi sumber kegaduhan nasional maupun di daerah, Kolonel Abdoel Haris
Nasution dengan mengerahkan pasukan melakukan dmonstrasi di depan istana dengan
tuntutan bubarkan parlemen. Presiden Soekarno turun dari istana dan datang
menemui Kolonel Abdoel Haris Nasution yang berada diantara demonstrasi tentara
itu. Mengapa Soekarno seberani ini hanya ditemani satu orang? Tentulah Ir
Soekarno orang yang cerdas, tahu bagaimana menenangkan Kolonel Abdoel Haris
Nasution dan pasukannnya yang juga membawa panser dan meriam. Presiden Soekarno
yang didampingi oleh Kolonel Zulkifli Lubis dengan sopan menasehati Kolonel
Abdoel Haris Nasution dengan mengatakan ‘hei Bung, bawalah pasukanmu ke markas,
jangan sekali-sekali membuat presidenmu terhina’. Boleh jadi dalam hal ini
Zulkifli Lubis yang berada disamping Soekarno melirik Abdoel Haris Nasution
dengan memainkan mata. Kode itu tentulah saling memahami karena kedua kolonel
itu berasal dari kampong yang sama di Kotanopan (Tapnuli Selatan). Setelah
menasehati, Presiden Soekarno kembali ke istana bersama Kolonel Zulkifli Lubis.
Demonstraso juga membubarkan diri dan pasukan kembali ke markas. Beberapa
minggi kemudian tenang-tenang saja hingga muncul surat perintah Kolonel Abdoel
Haris Nasution dirumahkan (tidak dipecat). Lalu Kolonel Bambang Soegeng Soepeno
menggatikan Abdoel Haris Nasution sebagai pejabat KASAD, Lalu KASAP Jenderal TB
Simatoepang protes sebagai rasa solidaritas kepada bawahanyya Kolonel Abdoel
Haris Nasution dengan mengundurkan diri. Beberapa bulan kemudian, sebagai rasa
solidaritas sesama republiken dari Djogja, Menteri Pertahanan Hamengkoeboewono
juga mengundurkan diri. Sejak itu tidak ada lagi KASAP (diambil presiden
langsung). Sekadar catatan: empat orang yang mendesain organisasi TNI tahun
1946 di Djogjakarta, saat ibu kota RI pindah dari Djakarta adalah Menteri
Pertahanan/BKR Mr Amir Sjarifoeddin Harahap, Kolonel Zulkifli Lubis, kapala
intelijen dan Gubenur Djogjakarta Hamengkoeboewono. Pasca agresi militer
pertama tiga komandan militer di Dogjakarta adalah Jenderal Soedirman, Kolonel
TB Simatoepang dan Kolonel Abdoel Haris Nasution. Sejak dirimahkannya Nasution inilah
diantara perwira tinggi TNI muncul ketegangan dan terbentuk dua kubu (kubu
Abdoel Haris Nasution dan kubu Zulkifli Lubis). Ribut-ribut di parlemen
akhirnya Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo (PNI) mengundurkan diri dan
Presiden Soekarno menunjuk Mr Boerhanoeddin Harahap untuk membentuk kabinet
baru. Di parlemen Wakil Ketua Parlemen urusan pertahanan adalah ketua Partai NU
sendiri yakni Zainoel Arifin Pohan (juga dari Kotanopan yang pada saat perang
kemerdekaan sebagai Komandan Hizbullah di Djakarta/Batavia). Bersamaan dengan
pembentukan kabinet, Perdana Menteri Boerhanoeddin Harahap meminta Menteri
Negara bidang Pertahanan Abdoel Hakim Harahap untuk mendamaikan dua kubu
militer. Tentu itu akan mudah dilakukan Abdoel Hakim Harahap, yang mantan Wakil
Perdana Menteri RI di Djogjakarta, meminta semua kolonel seluruh Indonesia
berkumpul di Djogjakarta untuk suatu konferensi. Dalam konferensi ini dilakukan
mufakat dan voting untuk memilih siapa yang akan diangkat menjadi KASAD,
Kolonel Abdoel Haris Nasution atau Kolonel Zulkifli Lubis? Akhirnya yang
terpilih Kolonel Abdoel Haris Nasution. Tentu saja semua menjadi tenang karena semua
kolonel sepakat dilakukan voting dan bersedia menerima hasilnya. Abdoel Hakim
Harahap sebelum menjadi Wakil Perdana Menteri di Djogja 1950 adalah Residen
Tapanoeli yang menjadi penasehat delegasi republiken ke KMB Den Haag. Hasil
konfetesni Djogjakarta ini dilaporkan PM Boerhanoeddin Harahap kepada Presiden
Soekarno yang didampingi teman lamanya Abdoel Hakim Harahap. Presiden Soekarno
kaget ‘Bah!, bagaimana Abdoel Haris Nasution terpilih?’. Lalu Abdoel Hakim
Harahap menyahut: ‘Tenang, Bro, saya bisa menangani. Besok saya mnita Nasution
menhadap sendiri. Memang jaminan Abdoel Hakim Harahap ini terbukti, karena
antara Presiden Soekarno dan KASAD Abdoel Haris Nasution sangat kompak hingga baru sepuluh tahun
kemudian peristiwa G 30 S/PKI 1965 memisahkan mereka.
Dalam perkembangannya, nama gubernur Sulawesi semakin mengerucut kepada Andi
Pangerang Petta Rani, tidak lama kemudian, lagi-lagi ribut di parlemen,
akhirnya Perdana Menteri Boerhanoeddin mengundurkan diri dan Presiden Soekarno
kembali meunjuk Ali Sastroamidjojo untuk membentuk kabinet baru. Akhirnya nama Andi
Pangerang Petta Rani ditetapkan menjadi gubernur Sulawesi yang baru (lihat De
nieuwsgier, 13-07-1956). Disebutkan rombongan dari pusat akan datang ke
Makassar, dimana Menteri Dalam Negeri Soenarjo akan melantik Andi Pangerang
Petta Rani sebagai Gubernur Sulawesi. Sementara Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo yang merangkap sebagai Menteri Pertahanan bersama KASAD Jenderal
Abdoel Haris Nasution di Makasar akan melantik Panglima untuf Staf Komando Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Dalam pelantikan Gubernur Sulawesi pada Kamis malam turut dihadiri oleh Pj
Gubernur Sulawesi yang akan diberhentikan, Andi Boerhanuddin, Komandan TT-VII
Wirabuana Kolonel JF Warouw, Kapolda Polisi, Kombes JM Ondang, Ketua Majelis
Hakim Makassar, Komandan Maritim Makassar Mayor Langkay, Walikota Makassar HH
Junus Daeng Mile, mantan Gubernur Sulawesi, Lanto Daeng Pasewang, residen dan
bupati serta pejabat sipil dan militer lainnya (lihat Java-bode : nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-07-1956). Menteri Soenarjo dalam pidato sambutannya, mengingatkan
gubernur baru akan dihadapkan pada dua persoalan penting, yakni soal pemulihan
keamanan dan soal demokratisasi. Keamanan di daerah ini sudah lama terganggu
dan penduduknya sangat menderita. Untuk beberapa waktu sekarang orang-orang
memiliki harapan untuk dapat kembali ke desa asal mereka dan mengerjakan sawah
mereka lagi dengan aman. Selama keamanan di daerah itu belum pulih, pembangunan
tidak dapat berjalan lancar dan negara kita akan tetap menjadi daerah yang ‘tertinggal’.
Lalu Gubernur baru dalam sambutannya mengatakan bahwa seberat apapun jabatan
gubernur, sebagai putra Sulawesi dan abdi negara dan rakyat, ia menerima
jabatan itu dengan baik hati. ‘Tapi saya tidak akan bisa berbuat apa-apa
kecuali mendapat dukungan dari rakyat dan pejabat serta kelompok lain. Oleh
karena itu saya meminta semua pihak untuk memperkuat dan melestarikan persatuan
kita dan membuat janji untuk melayani tanah dan orang-orang. Mari kita
pertahankan kerjasama kita dan selesaikan segala macam masalah bersama-sama
sebaik mungkin’, Catatan: Pengganti Koordiantor residen di Sulawesi Utara
adalah Dr Sam Ratulangi.
Gubernur
baru mengharapkan bantuan semua pihak untuk membanguna tanah Sulawesi dalam
situasi yang aman. Sudah barang tentu situasinya akan berbeda sekarang, karena
kembalinya Abdoel Haris Nasution sebagai KASAD yang pada waktu yang relatif
sama dengan pelantikan ini tengah berada di Makassar. Pada tahun 1950 Kapten
Andi Azis yang memberontak dapat dengan tenang diamankan oleh Major Jenderal
Abdoel Haris Nasution. Namun situasinya kembali rawan di Sulawesi Selatan
setelah Abdoel Haris Nasution dirumahkan sejak akhir 1952 (dan baru dipulihkan
pada akhir 1955).
Panglima TNI Mayor Jenderal AH Nasoetion
melantik komando wilayah operasi Sulawesi Selatan dan Tenggara di Makassar pada
hari Minggu pagi. Upacara tersebut dihadiri oleh Wakil Perdana Menteri II Idham
Chalid (menggantikan Perdana Menteri Ali Sastroamidjoj), pejabat militer,
Gubernur Sulawesi Andi Pangerang Petta Rani, Kapala kepolisian Komisaris Kepala
M Oudang dan anggota korps konsuler dan otoritas lainnya. Setelah Komando
dilantik, terjadi peralihan kekuasaan untuk pemulihan keamanan di wilayah
Sulawesi Selatan dan Tenggara dari Panglima teritorial (Pangdam) VII Kolonel JF
Warouw kepada Kepala Staf Komando Operasi yang baru dibentuk, Overste Nasuhi.
Pangdam Kolonel Sudirman yang mengambil alih kekuasaan untuk menggantikan JF
Warrow sedang berlibur ke suatu tempat (lihat Algemeen Indisch dagblad : de
Preangerbode, 16-07-1956)
Soal
keamanan di wilayah Indonesia Timur khususnya di Sulawesi Selatan yang masih
tersisa adalah permasalahan dengan Kahar Muzakkar. Penggantian panglima
teritorial dari Warrow kepada Kolonel Soedirman dan pembentukan kepala straf
dikaitkan dengan permasalahan yang menimpa Kolonel JF Warrow dan Overste
Worang. Kedunya diberitakan terkait dengan penyelundupan kopra ke luar negeri
(lihat De nieuwsgier, 17-07-1956).
Saat wartawan menanyakan kepada pimpinan
komisi pertahanan di parlemen (Zainoel Arifin Pohan, mantan wakil perdana
menteri pada kabinet Ali sebelumnya) apakah perbuatan Warrow dan Worang dengan
melihat kondisi buruk yang ada di Sulawesi, apakah salah atau benar? Zainoel
Arifin Pohan mengatakan: ‘Ada baiknya dan buruknya’. Hasil penjualan dari
penyelundupan yang digunakan pembelian peralatan dan kegunaan lainnya sebagai
sisi baiknya. Sedangkan pelanggaran hukum yang masih dilakukan oleh aparatur
negara merupakan sisi buruknya. Pengalihan Kolonel Warouw sebagai panglima
militer Indonesia Timur (Kepada Kolonel Soedirman) dengan demikian adalah benar,
karena tidak akan mencemarkan nama baik tentara dan juga mencegah perbuatan
melawan hukum lebih lanjut. Catatan: Komandan militer di wilayah keamanan
Makassar diangkat Overste Andi Matalatta. Sedangkan. Kepala Staf Komando Teritorial
Sulawesi Selatan dan Tenggara telah diganti dari Oveste Nasuhi kepada Mayor
Saleh Lahade.
Saat
ini soal keamanan yang harus dihadapi bersama antara Kolonel Soedirman dan
Gubernur Andi Pangerang Petta Rani adalah masalah Kahar Muzakkar,
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Andi Pangerang Pettarani: Gubernur
Sulawesi 1956 dan 1958
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar