*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Tidak hanya Pengeran Antasari yang telah ditabalkan menjadi Pahlawan Nasional. Ada juga pahlawan Indonesia yang berasal dari Banjar (kini Kalimantan Selatan) yang juga bergelar Pangeran yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional, yakni Pengeran Muhammad Noor. Dalam sejarah Banjar, Pangeran Mohamad Noor termasuk salah satu pejuang yang lulus di perguruan tinggi.
Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Pangeran Mohamad Noor? Seperti disebut di atas, Mohamad Noor adalah pangeran dari Banjar yang menempuh pendidikan tinggi (universitas) yang turut berjuang demi bangsa Indonesia, khususnya di Banjar. Lalu bagaimana sejarah Pangeran Mohamad Noor? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pahlawan Nasional Pengeran Mohamad Noor di Banjar: THS Bandoeng, Volksraad dan BPUPKI
Pangeran Mohamad Noor diterima di sekolah tinggi teknik di Bandoeng (Technische Hoogeschoool) pada tahun 1923. Pada tahun 1924 Mohamad Noor lulus ujian naik dari kelas satu ke kelas dua (lihat De Indische courant, 05-05-1924). Disebutkan di Technische Hoogeschoool di Bandoeng lulus ujian transisi dari kelas satu ke kelas dua, diantaranya Djanakeom, GM Noor dan M Putuhena. Ada satu siswa yang gagal. Di atas mereka yang naik ke kelas tiga diantaranya D Asmo, M Anwari, JAH Ondang, R Soekarno, R Soemani, M Soetono dan Soetoto.
Pada tahun 1925 Mohamad Noor naik ke kelas tiga (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 06-05-1925). Teman sekelasnya hanya M Putuhena yang lulus, nama Djanakoem tidak ada, Pada tahun 1926 Mohamad Noor lulus ujian kandidat (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 06-05-1926). Disebutkan di THS Bandoeng lulus ujian kandidat antara lain M Marsito, GM Noor, M Putuhena dan R Soemani. Sampai sejauh ini GM Noor dan M Putuhena lancar studi (tidak pernah mengulang).
Mohamad Noor lulus ujian akhir di THS Bandoeng tahun 1927 (lihat De locomotief, 05-05-1927). Disebutkan di THS Bandoeng lulus ujian akhir diantaranya Hoedioro, Koesoemaningrat, Marsito, Noor, Putuhena dan Soetoto. Ini mengindikasikasikan Mohamad Noor dan M Putuhena lancar studi tanpa ada hambatan. Hal ini juga telah dicapai oleh M Anwari dan Soekarno. Dalam hal ini dapat dikatakan Mohamad Noor adalah mahasiswa yang sukses studi.
Tidak seperti M Anwari dan Soekarno, M Putuhena dan Mohamad Noor mengikuti jejak Ir Soetedjo bekerja di pemerintahan. Pada tahun 1927 Ir Goesti Mohamad Noor diangkat sementara sebagai pegawai pemerintah dengan pangkat kelas-3 (lihat De koerier, 04-07-1927). Ir GM Noor ditambahkan kepada Kepala Dinas Pengairan Pemaii-Tjomal yang berkedudukan di Tegal (lihat De locomotief, 21-07-1927). Pada tahun 1928 GM Noor diangkat sebagai insinyur pengairan kelas-3 (lihat De locomotief, 23-07-1928).
Setelah dua setengah tahun bekerja di dinas pengairan di Tegal, Ir GM Noor dipindahkan ke Jawa Timur yang berkedudukan di Malang (lihat De Indische courant, 04-01-1930). Ir GM Noor di Malang dicalonkan untuk anggota dewan kota (gemeenteraad) Malang (lihat, De koerier, 21-06-1930). Disebutkan untuk golongan pribumi terdapat 12 kandidat untuk memperebutkan enam kursi, Apakah Ir. GM Noor dapat memenangkan pertarungan?
Di Soerabaja partai baru yang didirikan oleg Dr Soetomo dkk, Partai Bangsa Indonesia (PBI) mencalonkan satu wakil tunggal untuk beberapa kursi bagi golongan pribumi. Calon yang diajukan adalah pejabat bea dan cukai di Soerabaja, Radjamin Nasution. Ir GM Noor belum berhasil di Malang, sementara Radjamin Nasoetion dapat memenangkan pemilihan.
Ir GM Noor tidak bisa memeangkan anggota Gemeenteraad di Malang, tetapi mendapat kesempatan yang baik Ir GM Noor menjadi anggota Volksraad (sebagai pengganti). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Ir GM Noor terbilang anggota Volksraad dari golongan usia muda. Bersamaan dengan menjadi anggota Volksraad, diketahui penempatannya senagai insinyur pertanian pada tahun 1931 dipindahkan dari Jawa Timur ke wilayah Dinas Pengairan Bantam, Batavia dan Buitenzorg (lihat De locomotief, 02-06-1931). Tidak diketahui dimana di tiga sub-wilayah pengairan itu Ir GM Noor ditempatkan. Namun yang jelas Ir GM Noor kini telah ikut menghadiri sidang-sidang Volksraad.
Ir GM Noor pada bulan September terbit keputusan akan dipindahkan sebagai insinyur pengairan kelas 3 dari Dinas Pengairan Banten, Batavia dan Buitenzorg ke Residentie Zuid en Oosterafdeeling (lihat ,Bataviaasch nieuwsblad, 16-09-1933). Dalam hal ini sebagai anggota dewan yang mewakili dapilnya akan lebih membumi lagi di Kalimantan (selama ini Ir GM Noor bertugas di Jawa). Pada saat ini, situasi politik nasional lagi krisis. Semua surat kabar revolusioner dibreidel. Sementara itu Ir Soekarno yang masih di penjara akan diasingkan. Pada bulan November 1933 Parada Harahap, pemimpin surat kabar Bintang Timoer (yang juga dibreidel) memimpin tujuh revolusioner ke Jepang. Dalam rombongan itu terdapat pemimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan (juga dibreidel), Mr Samsi Widagda, Ph.D guru di di Bandoeng dan Drs Mohamad Hatta yang belum lama pulang studi dari Belanda. Rombongan tersebut kembali ke tanah air dan kapal yang mereka tumpangi merapat pada tanggal 14 Januari di pelabuhan Tandjoeng Perak. Soerabaja. Pada hari yang sama Ir Soekarno diberangkatkan dari pelabuhan Tandjoeng Priok ke tempat pengasingan di Flores.
Parada Harahap adalah inisiator PPPKI (federasi oraganisasi kebangsaan) yang dibentuk bulan Septermber 1927 yang mana sebagai ketua MH Thamrin dan Parada Harahap sebagai sekretaris. Dalam pembentukan federasi tersebut termasuk hadir pimpinan Studieclub Soerabaja Dr Soetomo dan Ir Soekarno mewakili pimpinan Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI) dari Bandoeng. MH Thmarin mewakili Kaoem Betawi dan Parada Harahap mewakili Sumatranen Bond.
Sebelum Ir Soekarno diasingkan ke Flores sejumlah individu telah mengunjunginya di penjara Bandoeng termasuk diantaranya Ir GM Noor (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 22-01-1934). Disebutkan Ir Soekarno mendapat kunjungan baru-baru ini di penjara di Bandoeng adalah Mr. Sartono, ketua baru Partindo, anggota Volksraad Ir. Goesti Mohamad Noor dan Mohamad Hoesni Thamrin. Sehubungan dengan persiapan yang terakhir, kecuali keluarga Ir. Soekarno, setelah kunjungan ini akan dilarang mengunjungi Ir Soekarno.
Dalam periode dewan berikutnya, kemungkinan Ir GM Noor masih akan bertahan di Volksraad, Ini sehubungan kandidat yang diajukan dari dapil Borneo hanya satu nama yakni Ir Mohamad Noor (lihat De Indische courant, 27-10-1934). Kandidat tunggal dari dapil Borneo, boleh jadi karena kapasitasnya di dewan pusat sudah memadai (sudah mulai teruji) lebih-lebih Ir GM Noor sudah bekerja di Borneo (gardan dua). Di dewan pusat pada periode ini kembali dibentuk fraksi nasional. Mangaradja Soangkoepon kembali terpilih (yang ketiga kali) dan Dr Abdoel Rasjid Siregar (yang kedua kali). Periode ini juga dapat dikatakan periode yang kedua bagi Ir GM Noor.
Ir Mohamad Noor diangkat menjadi insinyur di kantor Dinas Pengairan Pusat, 's Lands Waterstaat di Batavia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 01-02-1937). Ir GM Noor akan lebih mudah untuk menghadiri sidang-sidang Volksrad jika dibandingkan sebelumnya harus melakukan pejalanan laut dari Kalimantan ke Batavia.
Pulau Jawa dibagi empat dapil (West, Midden dan Oost) ditambah Votstenlanden; Sumatra dibagi empat dapil (Zuid, Noord dan Oost) dan Minangkabau. Di dapil VII satu kursi Volksraad muncul dua kandidat Dr Abdoel Rasjid (incumbent) dan Dr Ali Moesa Harahap (anggota Volksraad pertama); di dapil VIII ada dua kandidiat Mangaradja Soangkoepon (incumbent) dan T Soelong. Di dapail IX (Borneo) ada dua kandidat Mohamad Noor (incumbent) dan Merah Djohansjah. Dari 20 kandidat golongan nasinalis/pribumi sebanyak 14 incumbent. Partai Parindra mengusulkan tujuh nama antara lain MH Thamrin (Midden Java); Mangaradja Soangkoepon (Oost Sumatra); Abdoel Rasjid Siregar (Noor Sumatra); dan Mohamad Noor (Borneo).
Tampaknya Ir GM Noor tidak berhasil mempertahankan kursi di Volksraad. Sementara dua temannya dari Sumatra berhasil yakni Mangaradja Soeangkoepon untuk periode keempat dan Dr Abdoel Rasjid Siregar sebagai periode ketiga. Dapat dikatakan Mangaradja Soangkoepon terbilang salah satu anggota Volksraad terlama. Sejak tidak di Volksraad lagi, Ir GM Noor diberitakan dipindahkan lagi dari kantor pusat pengairan di Batavia ke Jawa Timur (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-05-1939).
Di Volksraad, posisi Ir GM Noor yang sebelumnya, telah ditempati oleh Tadjoeddin Noor. Seperti halnya Ir GM Noor, Tadjoeddin Noor juga tokoh potensial dari Borneo. Tadjoeddin Noer studi ke Belanda. Pada tahun 1928 Tadjoeddin Noor lulus ujian kandidat di fakultas hukum Universiteit te Leiden (lihat Rotterdamsch nieuwsblad, 18-05-1928). Pada tahun 1929 di Belanda Tadjoeddin Noor adalah salah satu dari mahasiswa asal Borneo (lihat De locomotief, 14-01-1929). Tadjoeddin Noor lulus dengan gelar Mr tahun 1934 (lihat De standaard, 13-07-1934). Pengalaman politik T Noor diduga dimulai di Belanda yang tergabung dengan Perhimpoenan Indonesia. Perimponenan ini didirikan tahun 1908 oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan dengan nama Indische Vereeniging, Pada tahun 1921 Dr Soetomo dkk mengubah namanya menjadi Indonesiasch Vereeniging yang lalu kemudian Mohamad Hatta dkk mengubah nama Inidche Vereeniging dengan Perhimpoenan Indonesia (hingga masih eksis ini hari). Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon termasuk anggota generasi pertama yang datang studi ke Belanda tahun 1910.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Ir Mohamad Noor : Pendudukan Militer Jepang dan Perang Kemerdekaan
Pada saat berakhirnya era Pemerintah Hindia Belanda, orang Indonesia sudah sangat siap untuk mengurus diiri sendiri dalam bernegara. Bahkan tanda-tanda ini sudah nyata pada tahun 1928 (Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda). Orang Indonesia sudah banyak yang terpelajar, Namun orang-orang Belanda selalu beranggapan bahwa orang-orang Indonesia belum matang. Atas dasar asumsi ini, memberikan yang tetap mengisi pemerintahan tidak pernah membuka kesempatan bagi orang Indonesia seluas-liasnya. Dalam mengikutsertakan dalam berpemerintahan, hanya membuka kesempatan bagi sebagian kecil (di bawah 50+1 di parlemen Volksraad). Intinya: Orang Indonesia memang tidak diberi kesempatan, diatur sedemikian rupa agar orang Indonesia tidak bisa mencapainya. Perang Dunia mengubah segalanya. Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada pemerintah pendudukan militer Jepang.
Berbeda dengan rezim Pemerintah Hindia Belanda, pada rezim pendudukan militer Jepang, semuanya diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengelola negara dan seluas-luasnya melakukan aktivitas. Hanya satu yang tidak diberikan seperti pada era Hindia Bel;anda yakni tidak diizinkan memegang senjata. Dengan kata lain meski Jepang memberi kebebasan dan bahkan mendukungnya tetapi kekuatan senjata yang dimilikinya tidak akan membuat orang Indonesia berkutik jika ingin melawan otoritas pemerintahan militer Jepang.
Ketika Kerajaan Jepang menyadari bahwa kekuatannya di Asia Timur dan Asia Tenggara akan semakin mendapat tekanan dari Sekutu, mulai membuka pintu untuk kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dengan menginisiasi pembentukan BPUPKI. Namun tentu saja kekuatan militer tetap berada di tangan militer Jepang. Dalam hal ini, pembentukan BPUPKI adalah semacam angin surga saja, karena motif Jepang lebih pada orang Indonesia tetap membantu Jepang dalam menghadapi Sekutu, paling tidak keberadaan Jepang masih tetap hadir di Indonesia. Meski demikian, pembentukan BPUPKI masih ada gunanya, paling tidak semua kekuatan moral bangsa Indonesia sudah teridentifikasi dan mengerucut yang direpresentasikan oleh para anggota BPUPKI yang mewakili seluruh perwakilan bangsa Indonesia.
Anggota BPUPKI ini termasuk di dalamnya nama-nama yang disebut di atas seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Mohamad Hatta, Parada Harahap dan Mohamad Noor.
Semakin tertekannya Kerajaan Jepang di dunia internasional, dimana banyak elemen militernya tumbang dari perlawanan atau serangan Sekutu, lebih-lebih angkatan udara Amerika Serikat sudah menjatuhkan bom di kota Hirosima tanggal 6 Agustus, dan di Nagasaki pada tanggal 9 maka di Indonesia disegerakan pembentukan badan baru yang disebut PPKI. Kekhawatiran Kerajaan Jepang menjadi kenyataan pada tanggal 14 Agustus 1945 yang mana Kerajaan Jepang menyerah kepada Sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Saat genting inilah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Namun bukan diproklamasikan sebagai usaha BPUPKI/PPKI tetapi oleh tekanan para pemuda revolusioner Indonesia. Namun PPKI masih berguna karena setelah proklamasi, PPKI ini yang terus bekerjua lebih lanjut sehingga terbentuk Negara Republik Indonesia dengan UUD, Struktur Pemerintahan di pusat dan di daerah dan pembentukan Kabinet. Ir Mohamad Noor menjadi Gubernur Borneo (Kalimantan).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pengakuan Kedaulatan Indonesia: Ir Mohamad Noor sebagai Menteri Pekerjaan Umum
Mr Tadjoeddin Noor menjadi salah satu dari anggota senator dari Kalimantan Tenggara (eks Residentie Zuid en Oostafdeeling) di parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS). Eksistensi Mr Tadjoeddin Noor sebagai anggota dewan (parlemen) tentu saja masih dikaitkan dengan keberadaan Mr Tadjoeddin Noor sebagai anggota Volksraad pada periode terakhir (menggantikan Ir GM Noor). Jadi urusan terkait menyuarakan rakyat portofolionya masih dimiliki oleh Mr Tadjoeddin Noor.
Ir Mohamad Noor telah ditunjuk sebagai salah satu anggota delegasi Indonesia ke Jepang (lihat De nieuwsgier, 13-12-1951). Disebutkan kunjuangan ke Jepang ini sebagai tindak lanjut konferensi Sans Fransisco yang dihubungkan dengan masalah rekonstruksi psca perang. Delegasi ke Jepang ini dipimpin oleh Ir Djoeanda. Anggota delegasi lainnya antara lain Ir Dermawan Mangunkusumo dan Ir Kas'an, Untuk tenaga ahli antara lain Ir Semawi.
Delegasi ke Jepang ini seakan mengingatkan pada tujuh revolusioner Indonesia berangkat ke Jepang pada tahun 1933 yang dipimpin Parada Harahap termasuk diantaranya Drs Mohamad Hatta sehubungan dengan pers Indonesia dibreidel dan Ir Soakrno ditangkap dan akan diasingkan, Ir Djoeanda adalah tiga orang pertama bersama Ir Soekarno lulusan THS Bandoeng tahun 1926. Ir Mohamad Noor lulus THS pada tahun 1927.
Ir Mohamad Noor adalah seorang Masjumi. Pada tahun 1955 Masjumi kembali memimpin kabinet dengan Perdana Menteri Boerhanoeddin Harahap (sejak 12 Agustus 1955). Kabinet ini berhasil menyelenggarakan pemilihan umum. Namun kabinet ini tidak berumur lama dan digantikan kembali oleh Perdana Manteri Mr Ali Sastroamidjojo pada tanggal 24 Maret 1956. Dalam Kabinet Ali (koalisi PNI, Masjumi dan NU) ini masih ada lima orang mewakili Masjumi diantaranya Ir Mohamad Noor.
Partai Masjumi dibentuk pada era perang kemerdekaan. Tokoh-tokoh Masjumi mengisi jabatan menteri pada beberapa kabinet. Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia dengan Kabinet RIS yang dipimpin Mohamad Hatta, para republiken membentuk Kabinet RI di Djogjakarta dengan Perdanama Menteri Dr Abdoel Hali dan Wakil Perdana Menteri Abdoel Hakim Harahap dari Masjumi. Namun RIS tidak bertahan lama dibububarkan pada tanggal 17 Agustus 1950 dan kembali NKRI. Kabinet RI di Djogja legowo membubarkan diri sehubungan dengan terbentuknya kabinet baru NKRI yang dipimpin Perdana Menteri Mohamad Natsir (Masjumi). Dalam perkembangannya yang berafiliasi dengan NU pada tahun 1953 memisahkan diri dari Masjumi dan membentuk partai baru Partai NU yang dipimpin oleh Zainoel Arufin Pohan. Meski demikain Masjumi masih kuat dan eksis bahkan memimpin kabinet pada tahun 1955 (Kabinet Boerhanoeddin Harahap).
Namun dalam perkembangan baru orang-orang Masjumi menarik diri dari Kabinet Ali terhitung dari tanggal 9 Januari 1957 termasuk diantaranya Ir Mohamad Noor. Sehubungan dengan konsepsi Presiden Soekarno (Demokrasi Terpimpin dan Kabinet Zaken). Kabinet ALI dibubarkaan dan ditunjuk Ir Djoeanda sebagai perdana menteri yang baru (sejak 9 April 1957). Dalam Kabinet Djoeanda ini kembali Ir Mohamad Noor diangkat sebagai Menteri PU. Dalam hal ini meski Ir Mohamad Noor berasal dari (partai) Masjumi, tetapi Ir Mohamad Noor sendiri adalah seorang profesional di bidangnya (sipil dan pekerjaan umum). Hubungan Ir Mohamad Noor dengan Ir Djoeanda sudah sejak lama ada bahkan sejak di THS Bandoeng. Kabinet Djoeanda berakhir pada tanggal 5 Juli 1959.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar