*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Di Palembang terdapat rumah sakit terkenal, Namanya rumah sakit tersebut adalah Dr Mohammad Hoesin. Lantas siapa Dr Mohamad Hoesni? Di lama Wikipedia belum ada entrinya. Jelas bahwa rumah sakit Palembang makin dikenal, tetapi siapa Dr Mohamad Hoesni tampaknya terabaikan, bahkan tidak dikenal lagi. Untuk mengingatkan sebelum lupa dan dilupakan perlu dinarasikan sejarahnya.
Lantas bagaimana sejarah Dr Mohamad Hoesni? Seperti disebut di atas, nama Dr Mohamad Hoesni ditabalkan sebagai nama rumah sakit terkenal di Palembang, tetapi siapa Dr Mohamad Hoesni nyaris tidak dikenal. Okelah. Lalu bagaimana sejarah Dr Mohamad Hoesni? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Dr Mohamad Hoesin Lulusan STOVIA Batavia
Seperti halnya wilayah Tapanoeli (dari Baroes di pantai barat Sumatra hingga Binanga/Minanga di pantai timur), wilayah daerah Bangka dan aliran sungai Musi juga sudah dikenal sejak zaman kuno (lihat prasasti Kedukan Bukit 682 M). Sejak era Portugis dua wilayah ini mulai memudar dimana Kerajaan Atjeh dan Kerajaan Banten berkembang pesat. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda, wilayah Tapanoeli mulai bangkit, tetapi wilayah Palembang masih stagnan. Hal itulah mengapa pejabat-pejabat dari Tapanoeli yang dikirim ke wilayah daerah Djambi (masuk wilayah Residentie Palembang) apakah sebagai pejabat, guru maupun dokter. Pada tahun 1916 mulai ada siswa asal Palembang yang melanjutkan studi ke Jawa. Besar kemungkinan yang pertama adalah Mohamad Hoesni.
Mangaradja Gading alumni sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean awalnya diangkat sebagai penulis di kantor Residen Tapanoeli di Sibolga. Setelah beberapa tahun Mangaradja Gading ditunjuk untuk menjadi opzichner di Sarolangoen Residentie Palembang. Setelah setahun bertugas di Sarolangun, istri Mangaradja Gading melahirkan anak kedua tanggal 15 Juli 1905 yang diberi nama Abdul Hakim. Dari Sarolangoen selanjutnya, Mangaradja Gading dipindahkan ke kota Djambi. Di kota ini, Mangaradja Gading memasukkan Abdul Hakim di sekolah ELS untuk mengikuti abangnya yang sudah lebih dahulu bersekolah. Sekolah ELS lainnya terdapat di Palembang. Oleh karena sudah cukup lama bertugas di wilayah Djambi, Mangaradja Gading minta dipindahkan ke Sibolga. Abdul Hakim tidak selesai mengikuti sekolah ELS. Pada tanggal 19 Juli 1916 Mangaradja Gading pulang kampong dengan menumpang kapal ss van Hogendorp trayek Medan-Batavia berangkat dari Dambi (kapal ini singgah di Muntok dan Palembang sebelum menuju Batavia. Dari Batavia keluarga Mangaradja Gading dengan kapal lain ke Siboilga melalui Teloek Betoeng, Bengkoeloe dan Padang. Itulah gambaran sepintas Palembang dan Djambi dalam konteks (wilayah) Sumatra. Seperti ditunjukkan tabel di atas orang Sumatra di Jawa berdasarkan Sensus Penduduk 1920 adalah orang Palembang dan kemudian disusul orang Batak (Tapanoeli) dan orang Atjeh. Nama Abdoel Hakim Harahap, kelahiran Sarolangoen kelak menjadi Gubernur Sumatra Utara yang pertama (1951-1953).
Mohamad Hoesni, setelah lulus sekolah dasar Eropa (ELS) di Palembang melanjutkan studi kedokteran di sekolah dokter pribumi (STOVIA) di Batavia. Pada tahun 1917 Mohamad Hoesni lulus ujian transisi tingkat persiapan STOVIA, naik dari kelas satu ke kelas dua (lihat De locomotief, 18-06-1917). Satu kelas dengan Mohamad Hoesni antara lain Abdoel Moerad dan Aminoedin Pohan (lulusan ELS Sibolga, sejak 1905 dipindahkan dari Padang Sidempoean). Di atas mereka satu tahun antara lain Djabangoen Harahap dan Loemban Tobing (I). Di atasnya lagi antara lain Pirgandi dan Loemban Tobing (II) dan nona Anna Warrow. Yang lulus ujian kelas satu tingkat medik antara lain Mohamad Amir; lulus ujian kelas dua antara lain nona Marie Thomas, lulus ujian kelas tiga Abdoel Moenir Nasoetion dan Mohamad Djamil, lulus ujian kelas empat antara lain T Mansjoer, yang lulus ujian kelas lima medik antara lain Abdoel Rasjid Siregar; yang lulus ujian kelas enam antara lain Mohamad Djoehana dan Sjoeib Proehoeman [Lubis].
Sekolah kedokteran di Batavia dan sekolah guru Kweekschool Soeracarta dibuka tahun 1851, Pada tahun 1854 Si Asta dan Si Angan dari Tapanoeli diterima di sekolah kedokteran Batavia. Mereka berdua adalah siswa pertama yang diterima di sekolah kedokteran tersebut dari luar (pulau) Jawa. Lama studi saat itu dua tahun. Pada tahun 1856 Dr Asta Nasoetion ditempatkan di onderafdeeling Mandailing dan Dr Angan Harahap ditempatkan di onderafdeeling Angkola, AfdeelingAngkola Mandailing, Residentie Tapanoeli. Pada tahun 1856 dua siswa lagi diterima dari Angkola Mandailing yakni Si Dorie dan Si Napang (demikian seterusnya secara berkala). Kemudian sekolah kedokteran ini disebut Docter Djawa School. Pada tahun 1856 ini sekolah guru yang baru didirikan di Fort de Kock. Pada tahun 1857 Si Sati [Nasoetion] teman sekelas Dr Asta dan Dr Angan melanjutkan studi ke Belanda untuk mendapatkan akta guru. Pada tahun 1860 Sati Nasoetion alias Willem Iskander lulus ujian dan kembali tahun 1860 ke tanah air. Pada tahun 1861 Willem Iskander mendirikan sekolah guru di kampongnya di Tanobato, onderafdeeling Mandailing (sebagai sekolah guru ketiga di Hindia Belanda). Sejak adanya Kweekschool Tanobato semakin banyak sekolah yang didirikan di Afdeeling Angkola Mandailing. Pada tahun 1879 sekolah guru didirikan di Padang Sidempoean (onderafdeeling Angkola) sebagai pegannti Kweekschool Tanobato. Pada tahun 1905 di Residentie Tapanoeli sudah terdapat 15 sekolah negeri, dimana 12 buah berada di Afdeeling Angkola Mandailing. Sementara itu sejak 1885 sudah didirikan sekolah dasar Eropa (ELS) di Padang Sidempoean. Di Palembang sendiri tahun 1849 sudah digagas pendirian sekolah (lihat Nederlandsche staatscourant, 22-12-1849), Namun sekolah yang baru didirikan di Palembang harus berhenti (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 21-11-1856). Sebagaimana diketahui sejak 1851 Radja Tiang Alam di wilayah hulu daerah aliran sungai Musi melakukan perlawanan terhadap otoritas pemerintah. Hal ini diduga situasi politik di Palembang menyebabkan sekolah ditutup karena tidak adanya siswa yang berminat atau dilarang para orangtua. Pada tahun1867 JAW van Ophuijsen dipindahkan ke Palembang sebagai Residen Palembang yang baru. JAW van Ophuijsen memulai Controeleur di Afdeeling Natal, Residentie Tapanoeli dan kemudian menjadi Residen di Fort de Kock (yang mendirikan Kweekschool Fort de Kock tahun 1857). Sejak JAW van Ophuijsen ini mulai digagas pendirikan sekolah di Palembang (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-09-1868). Pada tahun 1873 diberitakan seorang gurubantu (hulponderwijzer) ditambahkan ke Openbare Lagere School di Palembang, J Ros (lihat Bataviaasch handelsblad, 02-04-1873). Akhirnya penyelenggaraan pendidikan aksara Latin di Palembang untuk kalangan pribumi terlaksanan pada tahun 1874 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-04-1874). Disebutkan berdasarkan beslit/keputusan Gubernur Jenderal tanggal 22 April 1874 menetapkan bahwa di ibukota Palembang akan dibentuk sekolah pribumi pemerintah (gouvernement inlandsch school). Diduga kuat sejak ini sekolah di Palembang terus bertahan. Sebagaimana diketahui, adanya pendidikan dasar menjadi prakondisi terbentuknya sekolah guru dan siswa-siswanya melanjutkan oendidikan ke tingkat yang lebih tinggi meski sangat jauh tempatnya, tidak hanya ke Jawa tetapi juga ke Eropa/Belanda. Siswa-siswa pribumi bahkan tahun 1908 sudah ada sebanyak 20an mahasiswa di fakultas/universitas di Belanda yang mana pada tahun itu Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan mendirikan organisasi mahasiswa di Belanda yang diberi nama Indische Vereeniging (kelak diubah namanya menjadi Perhimpoenan Indonesia). Seperti kita lihat nanti baru pada tahun 1920 didirikan fakultas pertama di Hindia (THS Bandoeng).
Pada tahun 1919 Mohamad Hoesin lulus ujian transisi dari kelas tiga tingkat persiapan ke kelas satu tingkat medik (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-05-1919). Dua temannya yang disebut di atas (Abdoel Moerad dan Aminoedin Pohan) juga lulus ujian. Dalam daftar satu kelas yang lulus juga terdapat nama Bahder Djohan dan Moerad Loebis. Besar kemungkinan Bahder Djohan dan Moerad Loebis pernah tinggal kelas atau menunda studi sehingga menjadi satu kelas dengan Mohamad Hoesni dkk.
Pada tahun Januari 1917 mahasiswa asal Sumatra di Belanda mendirikan organisasi mahasiswa asal Sumatra (sebagai bagian Indischce Vereeniging) yang diberi nama Sumatra Sepakat (senior) dimana ketua adalah Sorip Tagor Harahap, Wakil Ketua Dahlan Abdoellah dan sebagai sekretaris/bendahara adalah Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeg Moelia. Lalu pada bulan Desember di Batavia dibentuk Jong Sumatranen Bond (junior) dimana ketua T Masjoer, wakil ketua Abdoel Moenir Nasoetion dan Mohamad Amir (sekretaris/bendahara). Pada tahun ini diadakan kongres Jong Sumatranen Bond (JSB) yang pertama diadakan di Padang. Pembina kongres adalah Dr Abdoel Hakim Nasoetion, anggota dewan kota (gemeenteraad) Padang. Dr Abdoel Hakim Nasoetion lulus Docter Djawa School/STOVIA pada tahun 1905 (satu kelas sama-sama lulus dengan Dr Tjipto Mangoen Koesoemo). Seetelah kepengurusan JSB Mansjoer, Moenir dan Amir berakhir kemudian pengurus Jong Sumatranen Bond yang baru adalah Bahder Djohan (ketua) dan sebagai sekretatis/bendahara adalah Aminoedin Pohan (keduanya mahasiswa STOVIA). Tentu saja Mohamad Hoesin aktif di JSB.
Pada tahun 1925 Mohamad Hoesin lulus ujian transisi di tingkat medik dari kelas lima ke kelas enam (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 15-05-1925). Kemudian Mohamad Hoesni lulus ujian transisi pada Mei 1926 dari kelas enam ke kelas tujuh (lihat De Indische courant, 14-05-1926). Yang lulus bersamaan Mohamad Hoesni antara lain Abdoel Moerad dan Diapari Siregar. Nama Aminoedin Pohan sudah lulus dan telah diangkat sebagai dokter pemerintah (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 20-09-1926). Ini mengindikasikan Abdoel Moerad dan Mohamad Hoesin pernah tinggal kelas atau menunda satu tahun, sementara Diapari Siregar (alumni ELS Sibolga) lancar studi sehingga menjadi satu kelas dengan Abdoel Moerad dan Mohamad Hoesin. Beberapa bulan kemudian Mohamad Hoesin lulus ujian dokter pertama di STOVIA (lihat De locomotief, 06-12-1926). Disebutkan di STOVIA lulus ujian Indlandsch Arts examen Ist deel, Mohamad Hoesin (Palembang). Tinggal satu tahap lagi Mohamad Hoesin akan meraih gelar dokter. Dr Aminoedin Pohan sendiri pada tahun 1927 dipindahkan dari Burgerlijke Ziekeninzichting (rumah sakit kota) di Soerabaja ke Soengai Penoeh (ibu kota Afdeeling Kerintji) sebagai dokter pemerintah (lihat Sumatra-bode, 22-02-1927).
Seperti disebut di atas syarat masuk STOVIA adalah lulusan sekolah dasar ELS atau HIS. Sejak 1902 lama studi di STOVIA tiga tahun kelas persiapan (setara MULO) dan enam tahun tingkat medik lalu pada kelas ketujuh terdapat dua kali ujian praktek yakni ujian dokter pertama dan ujian dokter kedua. Pada tahun 1913 sekolah kedokteran baru dibuka di Soerabaja (NIAS). Syarat masuk NIAS adalah lulusan MULO, berlaku untuk semua golongan (Eropa/Belanda, timur asing/CINA dan pribumi). Lama studi enam tahun pertama bersifat umum, satu tahun kelas teoritis dan baru kemudian kelas praktek. Gelar dokter NIAS adalah Indisch Arts, sedangkan gelar dokter STOVIA adalah Inlandsch Arts. Pada tahun 1926 dirampungkan pendirian sekolah kedokteran yang baru yakni GHS di Batavia yang adakan dibuka pada tahun 1927. Syarat masuk GHS adalah lulusan AMS atau HBS. Lama studi enama tahun bersifat umum/teoritis dan dilanjutkan dua ujian dokter. Gelar dokter lulusan GHS adalah Arts (setara Eropa/Belanda). Selama ini untuk mendapat gelar ini harus melanjutkan ke Belanda, dan bahkan diantara pribumi cukup banyak yang meraih gelar doktor (Ph.D).
Akhirnya Mohamad Hoesin meraih gelar dokter di STOVIA (lihat De locomotief, 13-03-1928). Disebutkan di STOVIA dinyatakan lulus dan dipromosikan menjadi Indisch Arts Mohamad Hoesin (Palembang) en R Ito Poorwosoebroto (Poerworedjo).Dr Mohamad Hoesin kemudian ditempatkan di rumah sakit kota CBZ di Weltevreden (Batavia). Pada tahun tahun 1929 Dr Mohamad Hoesin dipindahkan dari Palembang sebagai dokter pemerintah dipindahkan ke Kertapati pada bagian kesehatan kantor kereta aspi (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 14-12-1929). Pada tahun 1930 Dr Mohamad Hoesin dpindahkan ke Kapahiang lihat Bataviaasch nieuwsblad, 18-07-1930). Dalam berita-berita DVG (Dinas Kesehatan Masyarakat) Dr Aminoedin Pohan dibebastugaskan terhitung sejak tanggal 30 Juni 1930. Mengapa?
Dr Aminoeddin Pohan ternyata melanjutkan studi ke Belanda. Boleh jadi ke Belanda beasiswa yang diberikan pemerintah, mengingat selama studi di STOVIA lancar studi dan terbilang cepat lulus. Pada bulan Mei Dr Aminoedin Pohan lulus ujian dokter pertama (lihat Haagsche courant, 08-05-1931). Beberapa bulan kemudian Dr Aminoedin Pohan dinyatakan lulus ujian dengan mendapat gelar Arts di Leiden (lihat Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad, 27-11-1931). Dr Aminoedin Pohan melanjutkan studi ke tingkat doktoral. Pada bulan Juni 1932 Dr Aminoedin Pohan disebutkan promosi doktor di bidang kedokteran di Utrecht (lihat Haagsche courant, 15-06-1932). Disebutkan di Utrecht diberikan gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran Aminoedin Pohan, lahir di Sipirok, Zuid Tapanoeli. Hingga tahun 1933 jumlah orang Indonesia yang meraih gelar doktor (Ph.D) di luar negeri baru sebanyak 25 orang dan hanya satu orang perempuan yakni Ida Loemongga Nasution di Utrecht. Daftar lengkapanya adalah sebagai berikut: (1) Husein Djajadiningrat (Indologi, 1913); (2) Dr. Sarwono (medis, 1919); (3) Mr. Gondokoesoemo (hukum 1922); (4) RM Koesoema Atmadja (hukum 1922); (5) Dr. Sardjito (medis, 1923); (6) Dr. Mohamad Sjaaf (medis, 1923); (7) JA Latumeten (medis, 1924); (8) Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi (hukum, 1925); (9) R. Soesilo (medis, 1925); (10) HJD Apituley (medis, 1925); (11) Soebroto (hukum, 1925); (12) Samsi Sastrawidagda (ekonomi, 1925); (13) Poerbatjaraka (sastra, 1926); (14) Achmad Mochtar (medis, 1927); (15) Soepomo (hukum, 1927); (16) AB Andu (medis, 1928); (17) T Mansoer (medis, 1928); (18) RM Saleh Mangoendihardjo (medis, 1928); (19) MH Soeleiman (medis, 1929); (20) M. Antariksa (medis, 1930); (21) Sjoeib Proehoeman (medis, 1930); (22) Aminoedin Pohan (medis, 1931); (23) Seno Sastroamidjojo (medis, 1930); (24) Ida Loemongga Nasution (medis, 1931); (25) Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (sastra dan filsafat, 1933). Jumlah doktor terbanyak berasal dari (pulau) Djawa, yang kedua dari Residentie Tapanoeli. Cetak tebal adalah doktor-doktor asal Afdeeling (kabupaten) Padang Sidempoean, Tapanoeli Selatan.
Pada tahun 1932 Dr Mohamad Hoesin masih di Kapahiang (residentei Bengkoelen). Dr Aminoeddin Pohan yang baru pulang studi dari Belanda dan meraih gelar doktor ditempatkan di rumah sakit yang baru dibuka di Padang Sidempoean (kampong halamannya) sebagai direktur (pertama). Setahun kemudian pada tahun 1933 Dr Aminoedin Pohan dipindahkan ke rumah sakit di Sibolga untuk menggantikan direktur Dr Sjoeib Proehoeman Loebis, Ph.D yang dipindahkan ke rumah sakit Tandjoeng Pinang (Riaouw). Dr Mohamad Hoesin pada bulan Oktober 1934 dipindahkan dari Kapahiang ke rumah sakit CBZ di Batavia (lihat De locomotief, 116-10-1934).
Dr Mohamad Hoesin dari Batavia dipindahkan ke kabupaten Bandoeng dalam rangka pemberantasan penyakit pest (lihat De locomotief, 09-01-1935). Lalu kemudian dari Bandoeng dipindahkan Dr Mohamad Hoesin ke rumah sakit CBZ di Semarang (lihat De locomotief, 03-01-1936). Masih di Semarang, Dr Mohamad Hoesin dipindagkan daru rumah sakit kota ke dinas kesehatan Midden Java yang berkedudukan di Semarang (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 21-08-1936). Namun tidak lama kemudian dipindahkan lagi ke rumah sakit kota Semarang. Pada tahun 1939 Dr Mohamad Hoesin dipindahkan dari Semarang ke rumah sakit di Pemalang (lihat De locomotief, 30-05-1939). Sejak di Pemalang, Midden Java ini tidak terinformasikan, boleh jadi Dr Mohamad Hoesin telah pensiun dari dokter pemerintah (dan bekerja di rumah sakit swasta).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sejarah Rumah Sakit di Palembang: Dr Mohamad Hoesni dan Dr Lie Kiat Teng
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar