*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Siapa Perbatjaraka? Orang akan menghubungkan nama Poerbatjaraka sebagai ahli budaya Jawa. Sebenarnya lebih dari itu. Poerbatjaraka bahkan dapat dikatakan ahli bahasa-bahasa Hindia sebagai penerus Prof Kern dan Dr HN van der Tuuk. Poerbatjaraka juga dalam penerjemahan naskah-naskah Jawa kuno.
Lantas bagaimana sejarah Poerbatjaraka? Seperti disebut di atas, Poerbatjaraka tidak hanya ahli budaya Jawa tetapi juga ahli naskah Jawa kuno. Poerbatjaraka berhasil meraih gelar doktor pada bidang sastra di Universiteit Leiden dengan desertasi berjudul 'Agastya in den Archipel' (lihat Rotterdamsch nieuwsblad, 11-06-1926). Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pahlawan Indonesia Poerbatjaraka: Ahli Budaya dan Naskah Jawa Kuno
Poerbatjaraka lahir di Solo tanggal 1 Januari 1884. Pendidikan awal adalah sekolah Djawa yang kemudian dilanjutkan ke sekolah dasar Eropa (ELS) lulus tahun 1900. Awalnya Poerbatjaraka bekerja di kraton Solo sebagai ketua muda koempoelan nijaga (tukang poekoel gamelan).
Pada tahun 1905 Poerbatjaraka bekerja sebagai mantri anom bagian pekerja di Solo. Pada tahun 1915 Poerbatjaraka mengurus buku-buku di gedung buku Radya Poestaka di Solo. Sebelumnya, pada tahun 1914 Poerbatjaraka sudah menulis beberapa terjemahan dan monograf dalalm bahasa Belanda (lihat De nieuwe vorstenlanden, 06-05-1914).
Oudheidkundige Dienst adalah satu jawatan di dalam pemerintahan Hindia Belanda yang dibentuk pada tanggal 14 Juni 1913. Dinas ini bertugas untuk menyusun, menginventarisasi, serta mengawasi peninggalan purbakala di seluruh wilayah Hindia Belanda. Selain itu, lembaga ini bertugas merencanakan dan melakukan pemugaran, melakukan pengukuran, dan penggambaran, serta melakukan penelitian peninggalan-peninggalan masa lampau.
Di Univesiteit Leiden pengajaran bahasa Melayu dilakukan tahun 1904 yang diampu oleh Prof Charles Adriaan van Ophuijsen. Untuk mendukung program baru ini dalam pengajaran dan pelatihan, Prof van Ophuijsen mengangkat salah satu mahasiswa pribumi di Belanda sebagai asistenya, yakni Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan. Kebetulan Soetan Casajangan adalah muridnya di sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean. Sejak itulah program studi bahasa-bahasa timur mulai secara kontinu diadakan di Universiteit Leiden.
Soetan Casajangan setelah menyelesaikan akta guru MO (sarjana pendidikan) tahun 1911 lalu pada tahun 1913 kembali ke tanah air (diangkat menjadi direktur Kweekschool Fort de Kock). Dalam perkembanganya diketahui di Universiteit Leiden tidak hanya program bahasa Melayu juga diperluas program bahasa Jawa. Untuk asisten bahasa Melayu diangkat seorang mahasiswa pribumi yakni Dahlan Abdoellah (lulusan Kweekschool Fort de Kock). Untuk progran bahasa Jawa diangkat sebagai asisten Sjamsi Widagda (lihat Nederlandsche staatscourant, 29-08-1917). Mereka berdua sama-sama lulus ujian tahun 1915 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-12-1915). Disebutkan Mas Samsi dan Dahlan Abadoellah lulus ujian bahasa Melayu dan Etnografi di ‘sGravenhage. Dahlan Abdoellah dan Samsi diangkat kembali sebagai asisten dosen tahun 1918 (lihat De Preanger-bode, 05-10-1918). Dahlan Abdoellah dan Samsi Sastrawidagda diangkat kembali sebagai asisten dosen Melayu dan Jawa (Bataviaasch nieuwsblad, 02-10-1919).
Poerbatjaraka sebagai orang yang memiliki pengetahuan tentang bahasa Jawa dan perihal kepurbakalaan kemudian dipekerjakan di Leiden di bagian bahasa-bahasa Timur. Poerbatjaraka berangkat ke Belanda tahun 1921 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-08-1921). Dalam hubungan pengajaran bahasa Melayu dan bahasa Jawa di Universiteit Leiden direkrut lagi dua asisten. Satu orang didatangkan dari Batavia untuk pengajaran bahasa Melayu dan satu orang yang tengah bekerja di Leiden. Asisten yang diangkat untuk bahasa Melayu adalah Soetan Mohammad Zain (lihat De Maasbode, 27-07-1922), Sementara untuk posisi asisten dosen bahasa Jawa diangkat Poerbatjaraka (lihat De standaard, 22-08-1922).
Dahlan Abdoellah lulus ujian acte guru MO vóór de Maleis che taal en letterkunde (lihat Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad, 28-06-1923). Dahlan Abdoellah lalu pulang ke tanah air sebagai guru HIS di Tandjoeng Pinang. Sjamsi Widagda setelah lulus sarjana perdagangan (hadelswetenschappen) melanjutkan ke program doktoral dan kemudian meraih gelar doktor dalam bidang perdagangan pada tahun 1925. Drs Ssastra Sjamsi Widagda, Ph.D kembali ke tanah air sebagai guru di Bandoeng. Sebelum Dahlan Abdoellah mendapat akta MO, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia telah lulus MO pada tahun 1918 dan telah kembali ke tanah air sebagai direktur HIS di Kotanopan.
Poerbatjarakan sambil bekerja juga mengikuti studi di Leiden (lihat De Maasbode, 19-06-1923). Disebutkan Poerbatjaraka di Uni Leiden lulus ujian kandidat dalam Arabisch taal en letterkunde. Poerbatjaraka menyelesaikan studi dengan topik Arisch taal (lihat Arnhemsche courant, 31-03-1925). Lalu Poerbatjaraka melanjutkan ke tingkat program doktoral. Poerbatjaraka akhirnya promosi dan mendapat gelar doktor pada bidang sastra dan filsafat di Universiteit Leiden dengan desertasi berjudul 'Agastya in den Archipel' (lihat Rotterdamsch nieuwsblad, 11-06-1926).
Pada tahun 1931 Soetan Goenoeg Moelia kembali studi ke Belanda untuk mengikuti program doktoral (program studi yang telah diikuti oleh Poerbatjaraka). Soetan Goenoeng Moelia akhirnya meraih gelar doktor (Ph.D) dalam bidang sastra dan filsafat di Universiteit Leiden dengan desertasi berjudul: ‘Het primitieve denken in de moderne wetenschap' (lihat Algemeen Handelsblad, 09-12-1933). Seperti disebut di atas, orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D) adalah Husein Djajadiningrat (saudara ayah Maria Ulfah) pada tahun 1913 di Univ. Leiden. Hingga tahun 1933 ini jumlah orang Indonesia yang meraih gelar doktor (Ph.D) di luar negeri (Belanda) baru sebanyak 25 orang dan hanya satu orang perempuan yakni Ida Loemongga Nasution di Utrecht. Daftar lengkapanya adalah sebagai berikut: (1) Husein Djajadiningrat (Indologi, 1913); (2) Dr. Sarwono (medis, 1919); (3) Mr. Gondokoesoemo (hukum 1922); (4) RM Koesoema Atmadja (hukum 1922); (5) Dr. Sardjito (medis, 1923); (6) Dr. Mohamad Sjaaf (medis, 1923); (7) JA Latumeten (medis, 1924); (8) Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi (hukum, 1925); (9) R. Soesilo (medis, 1925); (10) HJD Apituley (medis, 1925); (11) Soebroto (hukum, 1925); (12) Samsi Sastrawidagda (ekonomi, 1925); (13) Poerbatjaraka (sastra, 1926); (14) Achmad Mochtar (medis, 1927); (15) Soepomo (hukum, 1927); (16) AB Andu (medis, 1928); (17) T Mansoer (medis, 1928); (18) RM Saleh Mangoendihardjo (medis, 1928); (19) MH Soeleiman (medis, 1929); (20) M. Antariksa (medis, 1930); (21) Sjoeib Proehoeman (medis, 1930); (22) Aminoedin Pohan (medis, 1931); (23) Seno Sastroamidjojo (medis, 1930); (24) Ida Loemongga Nasution (medis, 1931); (25) Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (sastra dan filsafat, 1933). Jumlah doktor terbanyak berasal dari (pulau) Djawa, yang kedua dari Residentie Tapanoeli. Cetak tebal adalah doktor-doktor asal Afdeeling (kabupaten) Padang Sidempoean, Tapanoeli Selatan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Poerbatjaraka: Mengapa Bisa Meraih Gelar Doktor?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar