*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Diantara pribumi asal Jawa yang studi di Belanda pada generasi awal Indische Vereeniging, terdapat seorang penyair dan dua orang seniman. Dua seniman ini adalah RM Soerjo Poetro dan RM Soerjowinoto yang sama-sama kuliah di Technische Hoogeschool di Delft. Mereka berdua mempromosikan musik tradisi, gamelan di Belanda. Secara khusus RM Soerjo Poetro mulai menulis musik gamelan dengan notasi Barat. Serjowinoto, seniman (musik) Jawa satu era dengan Paul Seelig, seorang musikus yang kemudian mengkombinasikan musik Bareat dan musik Jawa dengan aransemenya yang terkenal Javaasche Rhapsody, 1919 (jauh sebelum dikenalnya Behemian Rhapsody (Queen).
Lantas bagaimana sejarah RM Soerjowinoto? Seperti disebut di atas, RM Soerjowinoto adalah pribumi generasi pertama studi di Delft yang menjadi ahli musik Jawa. RM Soejowonoto satu era dengan Paul Seelog. Lalu bagaimana sejarah RM Soerjowinoto? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Pahlawan Indonesia dan RM Soerjowinoto: Studi di Delft
Soerjowinoto berangkat ke Belanda pada bulan September 1908 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-09-1908). Disebutkan kapal ss Grotius berangkat dari Batavia tanggal 10 September dengan tujuan akhir Nederland dimana salah satu penumpang bernama Raden Soerjowinoto. Yang juga terdapat dalam manifes kapal adalah R Tumbelaka. Dari ratusan penumpang hanya mereka berdua bernama non Eropa/Belanda. Lantas siapa Soerjowinoto?
Dalam daftar kelulusan ujian di sekolah HBS (Semarang, Batavia dan Soerabaja) tidak pernah tercatat nama Reden Soerjowinoto dalam beberapa tahun terakhir. Lalu apakah nama Raden Soerjowinoto nama baru menggantikan nama lama? Yang jelas nama Soerjowinoto tidak dalam daftar nama siswa di HBS tetapi9 juga ada nama yang sama sebagai pejabat lokal. Lalu apakah sebelumnya Raden Soerjowinoto setelah lulus sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS) tidak melanjutkan ke HBS tetapi ke sekolah pamong pribumi (OSVIA)?
Dalam daftar anggota Indische Vereeniging di atas, terdapat nama Raden Mas Soejo Winoto, beralamat di jalan yang sama dengan RM Ambia Poetro Soedibijo di Delft. Hanyamereka berdua pribumi yang berdomisili di Delft. Seperti disebut di atas RM Soejowinoto berangka ke Belanda pada bulan September 1908; sementarea RM Ambia diketahui berangkat ke Belanda bulan Juli 1908.
Surat kabar De nieuwe courant, 10-09-1908 memberitakan ada empat dari 147 mahasiswa baru berasal dari Hindia di Technische Hoogeschool di Delft, Mereka berempat adalah Raden Mas Ambia Soedibijo, Raden Mas Soemito Be Tiat Tjong dan RM Notodiningrat. Dalam hal ini tidak disebut nama RM Soerjowinoto (kemungkunan belum terdaftar). Raden Mas Ambia Soedibijo dan Raden Mas Soemito sendiri adalah bersaudara, putra dari Regent di Koetoardjo yang juga cucu Bupati Banjoemas, Keduanya telah menyelesaikan ujian akhir sekolah menengah atas, R Soemitro di Surabaya dan R Ambia di Soerabaja. Namun pada awal Januari 1909 R Soemito kembali ke tanah air. Dalam hal ini pada saat pembentukan organisasi Indische Vereeniging pada tanggal 25 Oktober 1908 baik R Soemito maupun R Soerjopoetro hadir, tetapi dalam daftar terbaru anggota Indische Vereeniging yang disebut di atas tidak ada lagi nama R Soemito (karena sudah pulang).
Setelah sekian lama, pada tahun 1914 kembali muncul nama Raden Soerjopoetro sebagai salah satu mahasiswa di Delft (lihat Delftsche courant, 29-09-1914). Disebutkan di Technische Googeschool di Delft lulus ujian propaedeutusch diantaranya KJ Leatemia, Raden Mas Notodiningrat, Raden Sarengat dan Raden Soerjowinoto. Ujian propae adalah ujian pertama yang dilakukan mahasiswa di sekolah tersebut.
Tunggu deskripsi lengkapnya
RM Soerjowinoto; Notasi Musik Jawa, Gamelan dan Paul Seelig
Musik tradisi produk sejak zaman kuno (seperti gamelan, degung, gondang) sudah sejak lama diidentifikasi oleh orang Eropa/Belanda. Pada tahun 1909 Paul Seelig memggabungkan musik tradisi (Jawa) dengan musik barat (Eropa) yang disebutnya Javaansche Rhapsody. Aransemen musik perkawinan ini mendapat perhatian yang luas, baik di Hindia maupun di Belanda.
Paul Seeling seorang praktisi musik, pemain musik dan membuat komposisi musik dan mementaskannya. Paul Seelig adalah pionir dalam komposisi musik tradisi (Jawa) yang digabung dengan musik barat (Eropa). Karyanya yang disebut Javaansche Rhapsody telah dipentaskannya pada tahun 1909 di berbagai kota di Indonesia (baca: Hindia Belanda). Paul Seebig sangat populer di berbagai tempat di Eropa dan Amerika Serikat. Terminologi kata rhapsody mangcu pada bahasa Jerman yang diserap dalam bahasa Inggris. Rhapsody diartikan sebagai suatu kegembiraan dalam karya seni termasuk komposisi sastra dan komposisi musik. Rhapsody juga diartikan sebagai suatu percampuran yang menghasilkan kesenangan dan kegembiraan. Paul Seelig dalam mengaransemen musik dengan memadukan elemen musik tradisi dan elemen musik barat diduga telah menghasilkan musik gembira (riang). Terminologi rhapsody dalam musik diduga dipopulerkan oleh orang-orang yang berasal dari Jerman termasuk Paul Seeling yang menyebut komposisinya pada tahun 1909 sebagai Javaansche Rhapsody. Ini mengindikasikan bahwa penggunaaan kata rhapsody dalam judul komposisi sudah dilakukan oleh Paul Seelig sebelum grup band Queen memberi nama salah satu komposisi mereka dengan nama Bohemian Rhapsody. Lagu karya Queen tersebut dipopulerkan pada tahun 1975. Lagu berjudul Bohemian Rhapsody dapat dibilang sebagai lagu legendaris yang terus mendapat perhatian hingga ini hari
Sudah barang tentu, ketika Paul Seelig menghasilkan komposisi yang disebut Javaansche Rhapsody di Hindia, siswa/mahasiswa pribumi, khususya yang berasal dari Jaw di Belanda memperhatikan dan mengikuti perkembangan. Para mahasiswa asal Jawa ini di Belanda tengah berada di dunia musik Eropa tetapi dengan pengalaman musik tradisi Jawa (gamelan). Sudah barang tentu pula mereka para pemuda ini mulai serius bermain musik meski jauh dari tanah air. Para seniman muda asal Jawa di Belanda dimulai oleh Soerjowinoto, Soerjopoetro, Notosoeroto dan Sewaja,
Pada bulan Maret 1916 di Den Haag diadakan acara amal pengumpulan dana untuk membantu banjir di Hindia yang diselenggarakan Vereeniging Oost en West yang dipimpin Raden Djajadiningrat dan Indischen Bond (lihat De Preanger-bode, 17-03-1916). Dalam acara ini turut dihadiri Ratu dan pangeran Belanda. Dalam agenda acara ditampilkan musik Jawa yang dipimpin Soerjowinoto, Soerjopoetro, Notosoeroto dan Sewaja, Para hadirin sangat antusias, bahkan saat jeda para musisi diperkenalkan kepada Ratu dan Pangeran Henry. Disebutkan pertunjukan akan diulang pada hari Jumat. Ini seakan berulang pada berita beberapa hari ini konser musik Justin Bieber yang akan diadakan di Jakarta, akibat tiket sold out dan tingginya antusiasme para penggembar, jadwan konsel Bieber dibuat dua kali.
Tokoh utama di dalam grup musik Jawa di Belanda ini adaalah R Soerjowinoto dan R Soerjopoetro. Sinar terang musik Jawa akan menerangi pemahaman orang Belanda dengan musik tradisi dari Hindia. Seperti disebut di atas, di Hindia sudah ada beberapa senaman Eropa/Belanda yang telah memperhatikan musik tradisi, utamanya Paul Seelig. Dalam konteks inilah mudik tradisi Hindia mulai mendapat tempat di hati orang Eropa/Belanda baik yang berada di Hindia maupun di Belanda.
Pada bulan Mei 1916 di Belanda terbit majalah bulanan Nederlandsch Indie Oud en Nieuw (lihat Leeuwarder courant, 06-05-1916). Disebutkan majalah ini ditujukan untuk arsitektur, arkeologi, pertanian dan etnologi, kerajinan, perdagangan dan lalu lintas, budaya, pertambangan dan kebersihan untuk semua pertanyaan penting tentang Hindia. Dalam edisi pertama Profesor Nieuwenhuis mendeskripsikan tentang membuat tenun ikat. Dalam edisi pertama ini juga terdapat tulisan Soerjopoetro dan Notosoeroto tentang penulisan lagu Jawa yang selama ini dalam teks ditulis dengan menggunakan notasi (musik) Eropa. Catatan: Soerjo Poetro dan Noto Soeroto berkerabat. Soerjo Poetro, meski lebih muda dari usia adalah paman dari Noto Soeroto dari Pakoe Alaman di Djogjakarta. Keduanya adalah dua orang yang aktif dalam seni.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar