*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Situasi dan kondisi wilayah geografi di berbagai pulau di Indonesia pada masa kini dengan masa lampau telah terjadi perubahan, apakah penambahan/pengurangan luas atau apakah peninggian/penurunan permukaan tanah/dasar laut. Seorang peneliti geogarfi Belanda juga menemupakan hal itu di wilayah Lampung. Wilayah geomorfologi Lampung tidak hanya menjelaskan hubungannya ke wilayah Sumatra Selatan (daerah liran sungai Musii) juga geomorfologi wilayah Lampung juga dapat menjelaskan sejarah yang sama di Selat Sunda dan pantai utara Jawa sebelah barat. Ilmu geomorfologi juga mampu membantu dalam penyelidikan sejarah.
Lantas bagaimana sejarah peta wilayah Lampung pada zaman kuno? Seperti disebut di atas, ada perbedaan wilayah Lampung masa kini dengan masa lampau. Dalam hal ini ilmu geomorfologi pantai timur Sumatra dan pantai barat Jawa diharapkan dapat memberformasi tentang sejarah wilayah Lampung. Lalu bagaimana sejarah peta wilayah Lampung pada zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Peta Wilayah Lampung Zaman Kuno; Geomorfologi Pantai Timur Sumatra dan Pantai Barat Jawa
Sebelum nama Lampung dikenal, nama-nama yang dikenal di wilayah ujung selatan Sumatra adalah Palanda (peta Ptolomeus pada abad ke-2). Lantas apakah nama Palanda berkaitan dengan nama yang ada sekarang Kalianda? Nama yang juga disebut di wilayah ini pada zaman kuno adalah kota Zaba dengan ratunya yang terkenal Ratu Seba. Dalam hal ini kita tidak berbicara tentang itu, tetapi bagaimana geomorfologi wilayah Lampung di zaman kuno? Jika kita merujuk pada nama-nama kerajaan pada era Hindoe/Boedha, nama yang dikenal masa ini yang berasal dari zaman itu adalah nama kota Martapoera.
Martapura dilalui sungai besar dari pegunungan (danau Ranau) di sebelah barat dan bermuara ke arah timur laut di sungai Musi (Palembang). Wilayah danau Ranau di pedalaman haruslah dianggap sebagai pusat peradaban di zaman kuno dan Martapura diduga kuat awalnya berada di garis pantai, paling tidak cukup dekat dari wilayah pesisir, Tinggi kota Martapura sekita 35-50 m dpl (bandinkan dengan kota Palembang sekitar 8 meter).
Pada awal era Boedha (Sriwijaya) di Sumatra bagian selatan, posisi dimana ditemukan prasasti-parasasti pada saat itu berada di suatu pulau/dekat pesisir. Antara kota Palembang yang sekarang dengan pulau Bangka masih persairan/laut yang luas. Proses sedimentasi jangka panjang yang menyebabkan garis pantai mundur ke arah Bangka, sehingga terkesan kota Palembang jauh di pedalaman, tetapi berbeda dengan di zaman kuno era prasasti.
Prasasti Kedoekan Boekit (682 M) dan prasasti Talang Tuwo (684 M) mengindikasikan tempat suatu pulau dimana pada masa kini posisi GPS ditemukan prasasti sebagai area tertinggi di kota Palembang sekitar 23 m (sementara rata-rata ketinggian wilayah kota Palembang 8 meter). Selain prasasti Kota Kapur di pulau Bangka, dua prasasti lain sejaman ditemukan di Karang Brahi (Jambi) dan Pasemah (Lampung). Kesuali dua praasti yang pertama, prasasti Telaga Batue di Palembang dan prasasti-prasasti yang lainnnya berbicara tentang hukum yang kurang lebih sama. Dalam hal ini Jambi pada masa itu berada di garis pantai di muara sungai Batanghari (sseperti halnya Palembang di muara sungai Musi). Jika ditarik garis lurus dari Jambi, Palembang hingga Palas Pasemah merupakah garis pantai.
Pertanyaan yang muncul adalah mengapa sungai Martapura arahnya ke utara bermuara ke sungai Musi di Palembang? Studi geomorfologi dapat membantu untuk menjelaskannya.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Geomorfologi Wilayah Lampung: Sejarah Zaman Kuno di Lampung
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar