*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Tentang sejarah perkebunan di Indonesia di dalam
blog ini sudah ditulis sebelumnya dalam beberapa artikel. Bagaimana dengan
sejarah perkebunan di wilayah Sabah? Tampaknya belum ada yang menulis. Seperti
di Semenanjung Malaya dan Serawak, di wilayah Federasi Malaysia di Sabah juga
kini sudah banyak perkebunan-perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit. Namun
persoalan perkebunan di Malaysia dalam hal ini di Sabah hingga ini hari juga
kerap dihubungkan dengan pekerja migran asal Indonesia.
Pada akhir abad ke 18 Belanda mengalihkan fokus perdagangan kepada tanaman pertanian lain yang bukan tergolong barang mewah, seperti kopi, tembakau, tebu, diikuti seabad kemudian kina, teh, karet, kelapa sawit. Kiranya kekalahan persaingan perdagangan antara Belanda dan Inggris menjadi pemicunya. Tanaman-tanaman perkebunan terakhir itu baru menguntungkan manakala dikerjakan oleh buruh berupah rendah –bahkan tak berupah—dan lahan berharga murah. Dengan pengelolaan seperti ini, keuntungannya yang diperoleh begitu besar, bahkan mampu mengangkat Negeri Belanda lepas landas. Inilah alasan utama yang membuat Belanda mengubah strategi pengelolaan dan penguasaan tanaman komersial dari yang semula hanya melakukan perdagangan dengan rakyat yang bertindak sebagai produsen, menjadi pengelolaan yang berbasis korporasi. Pemerintah hindia Belanda dan pengusaha-pengusaha Belanda secara ambisius membangun secara besarbesaran korporasi yang memproduksi dan meperdagangkan tanaman komersial. Penguasaan Belanda atas komoditas perkebunan, khususnya yang di kelola oleh korporasi, berakhir ketika terjadi pengambil alihan seluruh korporasi Belanda oleh pemerintah Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 menjadi jembatan emas untuk mengurai kabut penjajahan, yang secara ekonomis lebih berupa penguasaan perkebunan. Untuk memastikan manfaat bagi bangsa Indonesia, nasionalisasi atau pengambilalihan kepemilikan perkebunan besar dari negara asing kepada pemerintah Indonesia dilakukan berkali-kali. (https://ditjenbun.pertanian.go.id/profil/sejarah/)
Lantas bagaimana sejarah perkebunan awal di Sabah sebagai perluasan perkebunan di Sumatra Timur dan Semenanjung Malaya? Seperti disebut di atas, dalam sejarah perkebunan di Sabah relative baru jika dibandingkan di Indonesia khususunya di Jawa dan Sumatra. Awal perkebunan di Sabah dipicu oleh kebutuhan perluasan perkebunan di Sumatra Timur dan Semenanjung Malaya. Lalu bagaimana sejarah perkebunan di Sabah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Perkebunan Besar di Sabah; Perluasan Perkebunan di Sumatra Timur dan Semenanjung Malaya
Perusahaan Inggris dibentuk di London dan seiring dengan itu mewakili perusahaan Baron von Overdeck melakukan negosiasi dengan Sultan Brunai dan Sultan Sulu tahun 1878 yang kemudian perusahaan mendapat konsesi di wilayah Sabah. Perusahaan itu didirikan dengan nama Maskapai Borneo Utara. Perusahaan ini semacam perusahaan mini sebagaimana pada tahun 1619 Maskapai Hindia Timur (VOC) memulai upayanya di Batavia (kini Jakarta). Perusahaan Inggris di Sabah Maskapai Borneo Utara sebagai penguasa tunggal di Sabah dalam perkembangannya membuka kesempatan kepada para investor. Salah satu perusahaan Belanda yang berbasis di Artwep (Belanda) membuka perkebunan tembakau di Lahad Datu dengan nama Darvel Bay Tobacco Plantations Ltd di Lahad Datu, British North Borneo (lihat Deli courantm, 17-04-1889). Administraturnya seorang Belanda yang berpengalaman di Jawa JT Voorwijk (lihat Deli courant, 09-04-1890).
Kapan perusahaan Darvel Bay Tobacco Plantations Ltd dibentuk dan kapan
mulai melakukan land clearing di Lahad Datu tidak diketahui secara pasti. Yang
jelas pada tahun 1891 plantation Lahad Datu telah menghasil ekspor (lihat De
Maasbode, 01-07-1891). Pada tahun 1896 dilaporkan dari Lahad Datu 530 pikul dan
200 pikul dari dua kebun yang berbeda di Lahad Datu (lihat buku Afloopen Tabak,
1898). Dalam laporan tembakau ini juga perusahaan lagi telah menghasilkan yakni
perusahaan NLBTC (New London Borneo Tobacco Company) yang memiliki kebun di
Ranau dan Bandau (Marudu) serta Marian (Sandakan). Tampaknya hanya dua
perusahaan ini yang beriperasi di Borneo Utara (Sabah) di bidang tembakau. Perusahaan Lahad Datu cukup lama beroperasi dan
masih eksis hingga tahun 1940 (lihat De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den
uitvoerhandel, jrg 63, 1940, no 49, 04-12-1940).
Sebelum kehadiran perusahaan Belanda di Sabah, sudah eksis perusahaan Inggris, yang yang terawal dan penting adalah New London Borneo Tobacco Co, Seperti kita lihat nanti perusahaan Inggris lainnya yang penting adalah Cowie Harbour Ltd di Sandakan yang bergerak di bidang pertambangan (batubara). Perusahaan Inggris sebelumnya telah ada yang mengusahakan batubara di (pulau) Laboean (sebelah utara Brunai). Perusahaan Inggris dan perusahaan Belanda di Sabah dalam bidang tembakau merupakan bentuk perluasan perkebunan tembakau di Jawa dan di Sumatra Timur (dimana di Sumatra Timur sudah lama banyak perkebunan tembakau yang diusahakan oleh pengusaha-pengusaha Inggris).
Dalam perkembangannya sehubungan dengan Maskapai Borneo Utara mengintegrasikan
dengan pemerintahan Inggris (The Straitsettlement) di pusat di Laboean, wilayah
Sabah (State of North Borneo) dibagi ke dalam beberapa residentie: Wesr Coast, Kudat,
Interior, Sandakan dan East Coast. New London Borneo Tobacco Co membuka usaha
di Kudat Residency, Darvel Bay Tobacco Plantations Ltd di Easr Coast Residency dan Cowie Harbour Ltd di
Sandakan Residency. Pada awalnya di West Coast Res, tidak ada lahan yang
ditawarkan kepada investor, selain ditetapkan sebagai pusat pemerintahan (sebelumnya
di Kudat lalu dipindahkan ke Sabah/Kinabalu/Jesselton) oleh jadi dimaksudkan
untuk memberi kesempatan untuk membuka ruang wilayah ekonomi baru pantai timur
(di Kudat, Sandakan dan East Cost Res.). Hal itulah mengapa perusahaan Belanda
yang investasi di Sabah lebih memilih wilayah East Coast Res. (mungkin karena
lebih dekat ke wilayah Hindia Belanda di Boeloengan).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Perluasan Perkebunan di Sumatra Timur dan Semenanjung Malaya: Pengusaha Perkebunan Belanda di Sabah
Hingga tahun 1919 jumlah perkebunan (estate) di wilayah negara Borneo Utara (Sabah( sudah puluhan yang berada di bawah sejumlah perusahaan-perusahaan besar. Nama perusahaan Darvel Bay Tobacco Plantations Ltd telah diubah menjadi New Darvel Bay Tobacco Co. Di East Coast Res, New Darvel Bay Tobacco Co. menguasai lahan 3,994 are di Kota Lahad Datu yang sekarang. Lahan perusahaan ini juga terdapat di sisi utara sungai Segama selauas 26.200 area. Pada tahun 1919 antara Kota Lahad Datu dengan sungai Segama sudah terbentuk jalur kereta api. Satu perusahaan lain Belanda yang beroperasi di Lahad Datu adalah Lahad Datu Culture Maatschappij dengan luas lahan 986 are yang berada di barat kota di daerah aliran sungai Sapagaya. Perkebunan lain yang dibuka di Lahad Datu yang berada di daerah aliran sungai Silibukan (tidak diketahui siapa pemiliknya) yakni Borneo Proprietary Kaisha Estate seluas 1.027 are dan Telok Bukan Estate seluas 10.503 are. Borneo Proprietary Kaisha Estate juga memiliki lahan seluas 16.120 are hilir sungai Segama (yang bertetangga dengan John Anderson seluas 10.025 are).
Masih di East Coast Residency, di Tawau ada estate/plantation kecil yakni
di utara kota Tawau di sepanjang sungai Tawau yakni Kuhara Estate seluas 2,175 dan di sungai Kinababutta yakni U Kobuta
seluas 1.001 are. Satu yang penting di Kawasan ini adalah perusahaan batubara
di Sandakan telah memiliki tambang batubara di Silimpopon (daerah aliran sungai
Serudong/sungai Silmpopon) dengan lahan konsesi 2.560 are. Tambang ini mulai
berproduksi pada tahun 1891. Depot batubara berada di pantai utara pulau Sebatik
(menghadap ke kota Tawau).
Seperti disebut di atas perusahaan tembakau pertama di Sabah adalah New London Borneo Tobacco Co yang membuka kebun di Kudat Residency. Pada tahun 1919 luas lahan konsesi New London Borneo Tobacco Co seluas 25.363 are. Lokasinya di kampong/kota Marudu dan sekitar. Plantation lainnya di Kudat Res antara lain Pitas Estate seluas11,170 are di Pitas, Taritipan Estate seluas 2,503 are dan Langkon Estate seluas 10.883 are (keduanya berdampingan dengan New London Borneo Tobacco Co di Marudu).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Perluasan Perkebunan di Sumatra Timur dan Semenanjung Malaya: Pengusaha Perkebunan Belanda di Sabah
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar