*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini
Pada dasarnya sejarah perkeretaapian di
Indonesia tidak hanya di Jawa dan Sumtara. Namun yang eksis pada masa ini hanya
disitu. Akan tetapi dalam sejarah permulaan dan perkembangan jaringan kereta
api di Indonesia pada era Hindia Belanda jauh lebih luas termasuk di pulau-pulau
lainnya seperti Bali, Lombok, Sulawesi, Kalimantan. Bagaimana dengan di pulau
Bangka dan Belitung? Pernah eksis, tetapi tidak berkelanjutan.
Artefak merupakan kajian utama dalam studi arkeologi, dari sebuah artefak, arkeolog berusaha mengungkap kejadian yang berlangsung pada masa lalu. Artikel ini berusaha melakukan proses tersebut dengan mengaitkannya terhadap informasi-informasi lain yang berhasil dihimpun sehingga deskripsi kejadian masa lalu dapat diperoleh. Dengan memfokuskan pada temuan Rel di Sungailiat, artikel ini berusaha menghubungkan berbagai peristiwa masa lalu, khususnya pada zaman kolonial Belanda. Dari hasil penelitian kemudian diharapkan dapat menjadi sumbangan inspirasi bagi pengetahuan dalam bidang sejarah dan teknologi masa lalu untuk menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan di masa depan. Abstrak: Rel Kereta dan Dinamika Tambang Timah masa Lalu di Pulau Bangka: Kajian Arkeologi Industri oleh Muhamad Nofri Fahrozi.
Lantas bagaimana sejarah kereta api di Bangka dan Belitung, navigasi pelayaran, jalan darat hingga kebutuhan kereta api? Seperti disebut di atas, di pulau Bangka pernah eksis sarana dan prasarana kereta api. Sejak era Hindia Belanda? Lalu bagaimana sejarah kereta api di Bangka dan Belitung, navigasi pelayaran, jalan darat hingga kebutuhan kereta api? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah
sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung
(pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis)
dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Kereta Api di Bangka dan Belitung; Navigasi Pelayaran, Jalan Darat hingga Kebutuhan Kereta Api
Kereta api banyak macamnya. Hingga tahun 1934 di seluruh Hindia Belanda sudah menyebar pengadaan kereta api, baik yang sudah beroperasi maupun yang dalam tahap eksplorasi (belum dieksekusi alias menunggu dial para investor. Sebaran wilayah operasi kereta api ini selain di Jawa dan Sumatra juga di Bali, Lombok, Kalimantan dan Sulawesi.
Konsesi
kereta api di Hindia Belanda sudah dimulai tahun 1840an. Namun dari konsesi
itu, yang benar-benar telah terlaksana baru terjadi di Semarang tahun 1865. Awalnya
ruas yang dibangun antara Semarang, Soeracarta dan Jogjakarta. Namun yang benar
terlaksana dan beroperasi tahun 1869 baru rtuas Semarang dan Tanjung, yang
kemudian diperluas ruas Tanjung dan Ambarawa. Keberhasilan di Semarang, mendorong
investor baru menyegerakan di wilayah operasi Batavia, yang kemudian beroperasi
pada ruas antara Batavia (Kali Besar/Kota dan Meester Cornelis. Pada tahun 1873
ruas Meester Coenelis dan Buitenzorg beroperasi. Inilah fase awal jaringan
kereta api di Hindia Belanda, hingga mencapai hamper seluruh Jawa dan sebagai
besar wilayah Sumatra. Hingga pada tahun 1934 jaringan kerteta api ini,
khususnya di Jawa dan secara terbatas di Batavia jenisnya antara lain khusus
kereta api penunmpang yakni kereta api uap (jarak jauh), kereta api komuniter
(listrik) dan trem (listrik). Secara khusus di Pelabuhan Tanjung Priok ada
jenis kereta api pelabuhan (mengangkut barang dari satu titik ke titik lain).
Pada tahun 1934 pembangunan kereta api di pulau Bangka sudah ada di beberapa area. Jenis kereta api yang dibangun, bukan kereta api penumpang, tetapi kereta api barang (khususnya kebutuhan dalam pengangkutan hasil pertambangan timah dari titik pengumpulan (pabrik pengolahan) ke pelabuhan. Area kereta api barang yang sudah beroperasi di (pulau) Bangka terdapat di (kota) Pangkal Pinang, (kota) Soengai Liat dan (kota) Blindjoe.
Kapan
pembangunan rel kereta api di Bangka dimulai tidak diketahui secara pasti,
tetapi paling tidak sudah diketahui pada tahun 1910. Di area operasi (kota)
Belindjoe, rel dibangun dari pedalaman ke (kota) Blindjoe dan dari kota ke (pelabuhan)
Mantoen; di (kota) Soengai Liat dari tiga titik di luar kota (pedalaman) ke kota
Soengai Liat dan dihubungan dengan Pelabuhan (Batoeroesaz); di Pangkal Pinang
dari beberapa titik di luar kota (pedalaman) ke kota Pangkal Pinang ke pelabuhan
(luat) di sisi timur kota Pangkaal Pinang, namun dalam perkembangannya rel
dibangun ke (pelabuhan sungai) di Pangkal Balam. Dalam Peta 1898 tidak
terindentifikasi jalur kereta, itu berari pembangunan dimualai antara tahun 1898
dan 1910. Dalam perkembangannya, setelah dibangunnya Pelabuhan Soengai Liat, Sebagian
ruas kereta api ke (Pelabuhan) Batoereosa ditutup.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Navigasi Pelayaran, Jalan Darat hingga Kebutuhan Kereta Api: Riwayatnya Doeloe
Pembangunan kereta api (tremweg) di pulau Bangka pada dasarnya adalah kelanjutan dari pembangunuan pelabuhan (moda transportasi laut) dan pembangunan jaringan jalan darat (jalan raya). Hal serupa ini yang di masa lampau terjadi di Jawa dan Sumatra. Seperti kita lihat nanti, pembangunan tremweg juga terdapat di pulau Belitung yakni di wilayah Sidjoek dari pedalaman ke suatu pangkalan di sebelah barat Siedjoek dan di wilayah Manggar dari pedalaman ke pelabuhan Manggar.
Pada tahun 1883 jaringan jalan darat di seluruh pulau Bangka terbentuk dari satu kota ke kota lain. Pada tahun 1892 jaringan jalan darat di pulau Bangka sudah mencapai seluruh pulau. Jaringan jalan yang ada, selain jalan utama dari kota-kota utama, juga sudah terbentuk jalan arteri dari kota-kota kecil ke jalan utama. Hal ini seiring dengan semakin meningkatkatnya jumlah kendaraan (mobil).
Pada tahun 1909 pemerintah menambah anggaran pembangunan sebesar f19 juta. Alokasinya termasuk dalam pembangunan tremweg di Pangkal Pinang (lihat De Preanger-bode, 10-09-1909), Disebutkan besarnya anggaran tremweg di Pangkal Pinang sebesar f100.000. Anggaran ini diduga untuk perluasan jaringan tremweg di (pulau) Bangka dimana sebelumnya sudah terbentuk jaringan tremweg di Soengai Liat dan Blindjoe.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar