*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini
Jauh sebelum terbentuk pelabuhan di Bengkulu, peran
pelabuhan di muara-muara sungai sangat penting dalam navigasi pelayaran
perdagangan awal di pantai barat Sumatra termasuk di wilayah Bengkulu. Namun
itu menjadi tidak berguna pada era VOC/Belanda karena tonase kapal-kapal Eropa
semakin besar. Oleh karena itu Pelabuhan-pelabuhan di pulau menjadi penting
seperti di pulau Tjingko (Padang) dan pulau Pontjang (Tapanuli). Demikian juga
di wilayah Bengkulu dimulai di pulau Tikoes.
Pelabuhan Bengkulu (Pulau Baai) berada sekitar 20 km dari pusat kota Bengkulu dan memiliki hinterland yang cukup luas dengan potensi pertambangan, perkebunan dan kehutanan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan agribisnis, pertambangan, dan industri. Bengkulu yang dahulu disebut Bencoolen merupakan kota pelabuhan tua Bencoolen yang dijadikan kota pendudukan dan perdagangan oleh inggris pada abad ke 18 dan 19. Kendala utama dalam pengoperasian pelabuhan ini adalah tingkat sedimentasi alur dan kolam yang relatif cepat, sehingga memerlukan perawatan pengerukan secara rutin dengan biaya yang relatif besar. Untuk menampung kegiatan pelayanan barang curah kering, pelabuhan ini dilengkapi dengan 2 buah conveyor belt pemuatan batubara untuk percepatan pelaksanaan bongkar muat hasil tambang tersebut. Aktivitas bongkar muat di Cabang Pelabuhan Bengkulu didominasi pelayanan barang curah kering, curah cair, dan barang dalam karung dan petikemas, sementara untuk menampung kegiatan pelayanan barang curah kering, pelabuhan ini dilengkapi dengan 3 (tiga) conveyor belt pemuatan batubara untuk percepatan pelaksanaan bongkar muat (https://pelindo.co.id/port/pelabuhan-bengkulu).
Lantas bagaimana sejarah pelabuhan di Bengkulu dan navigasi pelayaran perdagangan di pantai barat Sumatra? Seperti disebut di atas, sulit menemukan pantai yang aman untuk berlabuh bagi kapal di era VOC/Belanda. Pada saar kehadiran Inggris di Bengkulu pelabuhan bermula Pulau Tikoes. Lalu bagaimana sejarah pelabuhan di Bengkulu dan navigasi pelayaran perdagangan di pantai barat Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pelabuhan di Bengkulu dan Navigasi Pelayaran Perdagangan di Pantai Barat Sumatra; Pelabuhan di Pulau Tikoes
Apa pentingnya pulau Tikoes di perairan Bengkoeloe tempo doeloe? Nah itu dia. Tapi sebelum itu, nama pulau disebut Tikoes, tentu saja bukan dikaitkan dengan (hewan) tikus sebagai hama. Nama Tikus sebagai nama pulau adalah hanya semata-mata nama tempat saja. Pulau Tikoes di perairan Bengkulu tidak menjadi wilayah potensi tikus hama untuk berkembangbiak. Oleh karena pulau Tikoes cukup dekat dengan (kota) Bengkulu diduga namanya berasal dari zaman kuno.
Nama pulau Tikoes sebagai nama berasal dari zaman lampau, diduga mirip dengan nama kota kuno di pantai barat Sumatra, Tikoe di wilayah pantai Sumatra Barat yang sekarang. Nama Tikoes juga nama lama suatu pulau yang terdapat di (pulau) Belitoeng dan suatu pulau yang terdapat di (teluk) Koepang. Juga nama pulau di pulau Penang dimana pulau Tikoes zaman doeloe telah mernyatu dengan pulau Penang (proses sedimentasi jangka panjang). Pulau Tikus juga terdapat di Negeri Sembilan. Tentu saja masih ada nama pulau Tikus di wilayah lain seperti pulau Tikoes yang ditemukan di Sulawesi (Banggai), tentu saja di wilayah Sumatera Selatan (Banyuasin). Banyak lagi seperti di Ambon, kepulauan Seribu, Asahan Sumatra Utara dan di Sabah. Nama Tikoes diduga pergeseran nama tempat/pulau yang berasal dari masa lampau (era Hindoe-Boedha), Tico, Tocoo, Tiku menjadi nama Ticos yang selanjutnya bergeser menjadi Tikoes (Tikus).
Pulau Tikoes di perairan Bengkulu menjadi unik. Disebut demikian, karena pulau Tikoes menjadi pertimbangan Inggris untuk dijadikan sebagai pelabuhan, karena pantai di wilayah Bengkulu tidak ada teluk yang ideal untuk dijadikan kapal berlabuh (pelabuhan). Pelabuhan yang ideal adalah pelabuhan yang memiliki kesesuaian (secara teknis) untuk berlabuh dan pelabuhan dapat melindungi dari ancaman navigasi seperti badai dan gelombang (arus) laut.
Dalam sketsa yang dibuat Johannes Vingboons tahun 1665, tampak pulau Tikoes diidentifikasi yang berada di perairan Bengkoelen. Gambaran yang dilukiskan oleh Vingboons mengindikasikan kampong/kota Bengculo masih berada di sisi selatan muara sungai Bengkoeloe. Seja Inggris 1685 pusat Bengkoeloe relokasi ke tempat yang sekarang di suatu semenjung kecil yang disebut Oedjoeng Karang dimana kemudian Inggris membangun benteng (Fort Marlborough).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pelabuhan di Pulau Tikoes: Mengapa Pelabuhan di Wilayah Bengkulu Awalnya Dibangun di Suatu Pulau?
Pada awal kehadiran Inggris
(sejak 1685) di Bengkoeloe, pos perdagangan Inggris dibangun di kampong/kota Bengkoeloe.
Namun kapal-kapal Inggris yang melakukan bongkar muat tidak berada di
Bengkoeloe tetapi di pulau Tikoes. Hal ini dilakukan karena sekitar muara
sungai tidak aman jika terjadi badai dimana wilayah pantai terbuka ke lautan
Hindia. Dengan memilih di pulau Tikoes ancaman itu dapat dihindarkan karena
pulau Tikoes sendiri menjadi penghalang saat berlabuh di sisi timur pantai
pulau Tikoes.
Dalam laporan lain tentang sejarah awal perdagangan di Bengkoeloe, sebelum kehadiran VOC/Belanda di pantai barat Sumatra, disebutkan perahu-perahu besar Atjeh di Bengkoeloe jika terjadi badai (yang disertai gelombang laut yang besar), maka perahu-perahu tersebut diarahkan memasuki sungai hingga satu mil ke dalam. Oleh karena kapal-kapal VOC/Belanda dan kapal-kapal Inggris dengan tonase yang tinggi tidak dimungkinkan untuk memasuki Kawasan sungai karena relative dangkal. Hal itulah yang menjadi sebab, pantai timur pulau Tikoes yang dipilih jika terjadi bongkar muat perdagangan di Bengkoeloe. Catatan: peta-peta makro pulau Sumatra sudah dimulai sejak era Portugis dan kemudian lebih disempurnakan pada era VOC/Belanda. Kontribusi Inggris tampaknya sangat banyak dalam peta-peta mikro di pantai barat Sumatra (tentu saja juga VOC/Belanda). Peta-peta mikro Inggris ini terdapat dalam publikasi Inggris tahun 1772 yang memuat perjalanan para pelaut-pelaut Inggris yang juga mendaftarkan peta-peta mikro pantai Inggris (lihat A Collection of Charts and Memoirs, 1772). Ada beberapa peta di seputar Bengkoeloe yakni peta pantai antara Muko-Muko to Manna, peta Bengkoeloe dan peta Manna to Croe serta peta Cawoor. Sebagaimana diketahui pada tahun 1772 ini dua orang Inggris dikirim melakukan ekspedisi. Charles Miller ke padalaman Sumatra yang dimulai di Tanah Batak di Angkola dan James Cook dikirim melakukan ekspedisi ke benua Australia dan Pasifik. Seperti kita lihat nanti dua ekspedisi ini sangat berarti bagi Inggris dalam memindahkan skuadron Inggris di Madras ke Bengkoeloe.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar