*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini
Siapa Ir Indra Tjahja? Tampaknya narasi
sejarah Ir Indra Tjahja kurang terinformasikan. Namun yang jelas kini ama Ir
Indra Tjahja diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu sebagai pahlawan
Indonesia dengan gelar Pahlawan Nasional. Ir Indra Tjahja pernah menjadi
Residen Bengkoeloe.
Tokoh Bengkulu AM Hanafi dan Indra Tjahja Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional. Merdeka.com. Kamis, 24 Juni 2021. Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menyampaikan dokumen usulan dua nama tokoh Bengkulu yang berjasa bagi Kemerdekaan Republik Indonesia untuk dijadikan sebagai Pahlawan Nasional yaitu AM Hanafi dan Indra Tjahja."Saya sudah menyerahkan langsung dokumen dan persyaratan untuk mengusulkan dua tokoh Bengkulu sebagai Pahlawan Nasional ke Menteri Sosial Bu Tri Rismaharini," kata Rohidin di Bengkulu, dilansir Antara, Rabu (23/6). Ia mengatakan usulan tersebut telah diupayakan sejak beberapa tahun lalu dengan membentuk Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Provinsi Bengkulu. Tim tersebut bekerja melakukan pengkajian dan penelitian terhadap tokoh Bengkulu yang berjasa baik terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia maupun berjasa terhadap pendirian Provinsi Bengkulu. Sebelumnya kata Rohidin, ada tiga nama yang mencuat yaitu A.M Hanafi, Indra Tjahja dan Abdul Rifa’i namun saat ini baru lengkap dua dokumen atas nama A.M Hanafi dan Indra Tjahja. Indra Tjahja, merupakan Residen Bengkulu yang diangkat pada 3 Oktober 1945. Sehari setelah pengangkatannya bendera merah putih untuk pertama kali dikibarkan di Kota Bengkulu yaitu pada 4 Oktober 1945. Nama Indra Tjahja saat ini diabadikan menjadi salah satu nama jalan protokol, tepatnya di Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu.
Lantas bagaimana sejarah Ir Indra Tjahja, putra Bengkoeloe lulusan THS Bandoeng? Seperti disebutkan di atas, narasi sejarah Ir Indra Tjahja kurang terinformasikan. Meski demikian, kinin ama Indra Tjahja diusulkan Pemerintah Provinsi Bengkulu menjadi Pahlawan Nasional. Lalu bagaimana sejarah Ir Indra Tjahja, putra Bengkoeloe lulusan THS Bandoeng? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Ir Indra Tjahja, Putra Bengkoeloe Lulusan THS Bandoeng; Diusulkan Provinsi Bengkulu Menjadi Pahlawan Nasional
Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hoogeschool) di Bandoeng bulan Mei 1930 mengumumkan kelulusan ujian mahasiswanya (lihat De locomotief, 07-05-1930). Yang naik ke kelas dua antara lain adalah R Djoeanda, Indera Mahmoed Tjaja. M Goenarso, M Soewito dan F Garot. Besar dugaan Indera Tjaja masuk ke THS pada tahun 1929.
Siswa-siswa yang diterima di Technische Hoogeschool (THS) Bandoeng adalah lulusan HBS 5 tahun atau lulusan AMS 3 tahun. Pada
tahun 1929 sekolah tinggi sudah ada beberapa, yakni selain THS yang pertama
(sejak 1920) adalah Rechthoogeschool (RHS) di Batavia (sejak 1924) dan
Geneeskundige Hoogeschool (GHS) di Batavia (sejak 1927). Selain di dalam negeri,
mahasiswa juga yang studi negeri Belanda. R Djoeanda lulusabn HBS Bandoeng
(1929). M Goenarso lulusan AMS Semarang (1929). M Soewito lulusan Cultuurschool
Soekaboemi (1929).
Pada tahun 1932 Indra Tjahja naik ke kelas empat (lihat De Indische courant, 06-05-1932). Rekan-rekannya sekelas seperti R Djoeanda juga naik kelas. Pada tahun 1933 Indra Tjahja lulus ujian akhir di THS Bandoeng dengan gelar insinyur (lihat De locomotief, 08-05-1933). Ini mengindikasikan Indra Tjahja selama studi di THS lancar-lancar saja. Tampaknya Indra Tjahja, seperti sejumlah kawan-kawannya lulusa THS Bandoeng seperti Ir R Djoeanda tidak menjadi pegawai pemerintah. Ir Indra Tjahja membuka usaha kontraktor di Bandoeng.
Tahun 1933 adalah tahun yang krisis. Para revolusioner ditekan yang
kemudian semua surat kabar yang revolusioner dibreidel, seperti Bintang Timoer di
Batavia yang dipimpin oleh Parada Harahap, Soeara Oemoem di Soerabaja yang
dipimpin oleh Dr Soetomo, Fikiran Ra’jat di Bandoeng yang dipimpin oleh Ir
Soekarno, Pewarta Deli di Medan yang dipimpin oleh Abdoellah Lubis. Daoelat
Rakjat di Batavia organi dari partai Pendidikan Nasional Indonesia yang
dipimpin oleh Dr Abdoel Moerad dan lainya. Tidak lama kemudian Ir Soekarno
ditangkap lagi sebagai anggota Partai Indonesia (Partindo) yang dituduh
melakukan hasutan. Partindo suksesi PNI dipimpin oleh Mr Sartono yang mana
sebagai ketua cabang Batavia Amir Sjarifoeddin Harahap dan ketua cabang
Soerabaja Mohamad Jamin. Parada Harahap salah satu pendiri PPPKI (1927) yang juga
sebagai ketua pengusaha pribumi di Batavia (semacam Kadin pada masa) protes keras
terhadap pemerintah atas pembreidelan dan ditangkapnya Ir Soekarno. Lalu Parada
Harahap memimpin tujuh revolusioner ke Jepang yang di daalamnya antara lain
Panangian Harahap kepala editor Bintang Timoer, Dr Sjamsi Widagda, guru di Bandoeng
bergelar doktor dalam bidang ekonomi lulus di Amsterdam 1926, Abdoellah Loebis
pemimpin surat kabar Pewarta Deli. Dalam rombongan ini juga termasuk Drs Mohamad
Hatta yang belum lama pulang studi dari Belanda. Rombongan ini berangkat pada 3
November 1933 dengan kapal Panama Maru dari Tandjoeng Priok. Pers berbahasa
Belanda kaget dan kunjungan ke Jepang dianggap nekad. Setelah satu bulan di
Jepang termasuk perjalanan bolak balik lalu dengan kapal Jepang mendarat di Tandjoeng
Perak tanggal 14 Januari 1934. Pada tanggal ini juga Ir Soekarno diberangkatkan
dari pelabuhan Tandjoeng Priok untuk diasingkan ke Ende. Catatan: Pewarta Deli
Medan yang dipimpin Abdoellah Lubis, kepala editornya adalah Djamaloeddin alias
Adinegoro (abang dari Mohamad Jamin).
Tampaknya Indra Tjhja masih focus dalam bidang usaha. Sementara rekannya lulusan THS, Ir R Djoenda sudah aktif dalam bidang politik. Bahkan segera setelah lulus di THS langsung mencalonkan diri untuk menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Batavia dan terpilih tahun 1934 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 01-08-1934). Dalam pilkada Batavia tersebut, yang juga terpilih diantaranya adalah Mohamad Hoesni Thamrin. Hingga tahun 1938 Ir Indra Tjahja masih di Bandoeng sebagai kontraktor (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-08-1938).
Pada tahun 1938 ada peristiwa yang menjadi viral di surat kabar. Ir Soekarno
yang selama ini diasingkan di kota Ende dikabarkan akan dipindahkan ke Benkoelen
(lihat De Indische courant, 05-05-1938). Dari Ende Flores tiba dengan kapal di
Soerabaja (lihat Soerabaijasch handelsblad, 06-05-1938). Ir Soekarno yang
dikawal dua orang PID tiba di Batavia dengan naik kereta api malam (lihat De
Indische courant, 07-05-1938). Ir Soekarno tiba di Benkoelen (lihat De
locomotief, 10-05-1938). Dengan pengawalan ketat Ir Soekarno dibawa dengan mobil
ke Merak yang lalu kemudian dengan kapal ke Teloek Betoeng. Do Teloek Betoeng
Ir Soekarno bertemu dengan advocaat terkenal di Teloek Betoeng Mr Gele Haroen
Nasoetion, advokat muda yang belum lama pulang ke Lampoeng setelah menyelesaikan
sekolah hukum di Leiden. Dari Teloek Betoeng dengan kereta api ke Lahat. Selanjutnya
dengan mobil dari Lahar ke Bengkoelen.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Ir Indra Tjahja Diusulkan Provinsi Bengkulu Menjadi Pahlawan Nasional: Bagaimana Sejarahnya?
Segera setelah pembentukan Pemerintah Republik Indonesia (pasca diproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945), tiga anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) berangkat ke Medan untuk membentuk pemerintahan di Sumatra. Mereka bertiga tersebut adalah Mr Mohamad Hasan, Dr Mohamad Amir dan Mr Abdul Abbas Siregar. Mereka berbagi tugas Mr Mohamad Hasan dan Dr Mohamad Amir menyusun pemerintahan sedangkan Mr Abdoel Abbas Siregar untuk menyusun dewan konstituante (dewan perwakilan di wilayah Sumatra).
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar