*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini
Pada tahun 1926 ada tiga pemuda yang cukup
menonjol di Batavia yakni Parada Harahap (pemimpin surat kabar Bintang Timoer),
WR Supratman (editor kantor berita pribumi Alpena) dan WR Supratman (editor
suratt kabar Hindia Baroe). Ketiganya terbilang progresif dan memiliki
kecenderungan berpikir di bawah paying persatuan nasional. Mereka bertiga dalam
hal yang berbeda berperan penting dalam terselenggaranya Kongres Pemuda 1926
(Mohamad Thabrani); terbentuknya Perhimpoenan Perhimpoenan-Perhimpoenan
Kebangsaan Indonesia /PPPKI (Parada Harahap); dan terbentunya lagu kebangsaan
Indonesia Raya (WR Supratman).
Mohamad Tabrani atau Mohammad Tabrani Soerjowitjirto lahir di Pamekasan, 10 Oktober 1904. M. Tabrani boleh digolongkan sebagai wartawan dari angkatan tua sekaligus pelopor pemakaian bahasa Indonesia. Sepanjang pergerakan nasional Indonesia, nama M. Tabrani selalu tercatat. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh Jong Java dan pemimpin redaksi Harian Pemandangan pada periode Juli 1936 hingga Oktober 1940. Tabrani mengokuti pendidikan MULO dan OSVIA, Bandung. Minat jurnalistik Tabrani mncul ketika ia menamatkan OSVIA. Pada tahun 1925, Tabrani sudah memimpin harian Hindia Baroe. Sewaktu belajar di Eropa, di Universitas Köln (Universität zu Köln), dia membantu beberapa surat kabar di Indonesia pada periode 1926 hingga 1930. Pada waktu itu, masih jarang pemuda Indonesia menuntut pelajaran ilmu jurnalistik di luar negeri dan hanya beberapa orang seperti, Djamaluddin Adinegoro, Jusuf Jahja dan Tabrani (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Mohamad Thabrani, WR Supratman, Parada Harahap? Seperti disebut di atas mereka adalah tiga tokoh pemuda di Batavia yang cukup berperan dalam tiga hal yang berbeda tetapi saling berkaitan; Kongres Pemuda 1926, PPPKI 1927 dan lagu Indonesia Raya 1928. Lalu bagaimana sejarah Mohamad Thabrani, WR Supratman, Parada Harahap? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Mohamad Thabrani, WR Supratman, Parada Harahap; Kongres Pemuda 1926, PPPKI 1927, Lagu Indonesia Raya 1928
Pada tahun 1925 Parada Harahap, jurnalis senior di Batavia menginisiasi pembentukan asosiasi jurnalis di Batavia, Uniknya Parada Harahap hanya mengajak jurnalis muda. Lalu terbentuk asosiasi jurnalis pribumi dan Cina yang diresmikan pada tanggal 6 Oktober. Dalam organisasi jurnalis ini sebagai ketua adalah Thabrani dan sekretaris WR Soepratman. Parada Harahap sendiri menjadi salah satu komisaris (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1925, no 41).
Overzicht van de Inlandsche en
Maleisisch-Chineesche pers, 1925, no 41: ‘Berdasarkan surat kabar Hindia Baroe
edisi 7 Oktober 1925 bahwa Journalistenbond Asia diresmikan pada 6 Oktober, dan
menurut laporan di majalah ini, ketua terpilih pada pertemuan: Tabrani DI
(Hindia Baroe). wakil ketua: Kwee Kek Boeng (Sin Po), sekretaris: WR Soepratman
(Alpena), bendahara Boen Joe On (Perniagaan) dan RS Palindih (Berita). Anggota
Dewan Pengawas adalah: Parada Harahap (Bintang Hindia), Sing Yen Chen (Sin Po,
edisi Mandarin), Khoe Boen Sioe (Keng Po), Boe Giauw Tjoen (Sin Po) dan Achmad
Wongsosewojo (Sastra Rakjat), Kontribusi untuk pemimpin redaksi adalah f1,50,
editor f1 dan koresponden f 0.50 sebulan, sedangkan biaya masuk dua kali lipat.
Serikat pekerja juga telah dibentuk di Medan, sedangkan Parada Harahap akan
melakukan propaganda untuk afiliasi di Sumatera. Tentang pembentukan organisasi
ini sudah diberitakan sekitar satu bulan sebelumnya (lihat Deli courant,
02-09-1925). Pertemuan pembentukan organisasi ini diadakan di gedung kantor
berita Alpena (pimpinan Parada Harahap) di Weltevreden (lihat De Sumatra post,
29-09-1925).. Organisasi wartawan sudah pernah dipelopori oleh Parada Harahap
di Medan tahun 1918.
Tabrani adalah pemimpin redaksi surat kabar Hindia Baroe yang terbit di Batavia. Surat kabar Hindia Baroe sendiri didirikan pada 27 Mei 1924 (suksesi Neratja). Parada Harahap selain pimpinan NV Bintang Hindia yang menerbitkan surat kabar Bintang Hindia, NV Bintang Hindia juga mendirikan kantor berita pribumi Alpena dimana yang menjadi pemimpin redaksi adalah WR Soepratman. Bintang Hindia sendiri didirikan pada tahun 1923 di Batavia yang dipimpin oleh Parada Harahap.
Parada
Harahap memulai karir jurnalistik di Medan sebagai redaktur surat kabar Benih
Mardika dan redaktur surat kabar Pewarta Deli. Pada tahun 1919 Parada Harahap
mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean. Di kota ini juga
Parada Harahap menjadi redaktur majalah Poestaha (yang didirikan Soetan
Casajangan pada tahun 1915). Oleh karena sering terkena delik pers dan beberapa
kali di penjara akhirnya Sinar Merdeka dibreidel, pada tahun 1922 Parada
Harahap hijrah ke Batavia dan kemudian mendirikan surat kabar Bintang Hindia.
Catatan: Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan adalah pendiri organisasi
mahasiswa di Belanda pada tahun 1908 yang diberi nama Indische Vereeniging.
Setelah menyelesaikan sarjana pendidikan 1911, Soetan Casajangan pulang ke
tanah air tahun 1913 dan menjadi direktur sekolah guru Kweekschool Fort de Kock
(1914). Pada tahun 1921 Dr Soetamo dkk mengubah nama Indische Vereeniging
menjadi Indonesia Vereeniging, lalu pada tahun 1924 Mohamad Hatta dkk mengubah
lagi nama Indische Vereeniging menjadi Perhimpoenan Indonesia (hingga ini
hari).
Nama Tabrani kali pertama diberitakan di Soerabaja pada tahun 1921 (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1921 No 13). Disebutkan dalam pertemuan Perhimpunan Jong Java yang diadakan di Soerabaja pada tanggal 20 Maret turut hadir Soekarno dan Tabrani. Soekarno bersekolah di HBS 5 tahun Soerabaja dan Tabrani bersekolah di MULO Soerabaja.
Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1921 No 13: ‘Raden Adjeng Soemini, murid sekolah MULO, terpilih menjadi wakil ketua. Usulan Anggota Soepardi untuk memprotes surat edaran Direktur STOVIA, sangat didukung oleh Soekarno, Soekartono, Sainal dan Tabrani, dan disetujui oleh majelis. Ketua Soegito menanyakan apakah sebaiknya Jong Java memberikan bantuan dana kepada mantan mahasiswa STOVIA yang terkena dampak dari surat edaran tersebut, tetapi pertemuan itu tidak menganggap hal ini baik mengingat keuangan asosiasi yang buruk. Untuk meningkatkan jumlah anggota dan sumber daya asosiasi, Sainal mengusulkan agar semua siswa sekolah menengah atau kejuruan diterima sebagai anggota, terlepas dari apakah mereka berbicara bahasa Belanda atau tidak. Usulan itu didukung oleh Tabrani dan Soekartono. Sementara itu Soekarno menunjukkan pentingnya bahasa Melayu dan menyarankan agar murid dari sekolah normal (Normaalschool) juga harus diterima; organ perhimpunan kemudian dapat muncul dalam bahasa Melayu dan Belanda (sekarang diterbitkan dalam bahasa Belanda) Soepardi mencatat bahwa artikel-artikel Belanda kemudian dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Berbagai usulan (akan dipresentasikan nanti pada kongres berikutnya) disetujui. Soekartono kemudian mengusulkan agar diperbolehkan berpidato di Kongres juga dalam bahasa Melayu, tetapi usulan ini menjadi penyebab perdebatan sengit, dimana Soekarno diancam akan dikeluarkan oleh ketua; masalah itu sudah diselesaikan di kongres sebelumnya dan perdebatan ditutup didalamnya’. Catatan: Jong Java adalah organisasi pemuda/pelajar dari organiasi kebangsaan Boedi Oetomo.
Pada tahun 1921 Soekarno diterima di fakultas teknik THS Bandoeng dan Tabrani diterima di sekolah pamong OSVIA Bandoeng. Semasih di Jonga Java, Soekarno dan Tabrani sudah menunjuk karakter reformis dan cenderung lebih terbuka (bersifat nasionalis). Pada tahun 1924 Tabrani menulis di majalah Jong Java edisi No 61 tanggal 15 September 1924 (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1924, no 42).
Overzicht
van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1924, no 42): ‘Majalah Jong
Java 15 September 1924…Terbitan ini juga berisi permintaan dari seorang guru
kepada BO Institute di Blora untuk menyumbangkan buku-buku untuk tujuan ini.
Termasuk laporan kuliah yang disampaikan oleh Tabrani untuk [Jong Java]
Afdeeling Bandoeng… Majalah Kaoem Kita 18 September 1924, No. 12: ‘Kaoem-Kita
akan menjadi surat kabar harian mulai tanggal 15 Oktober 1924 di bawah redaktur
Abdoel Moeis. Tidak ada yang istimewa dari ikhtisar ini’. Catatan: sebelum
kehadiran (kembali) Abdoel Moeis pernah menjadi redaktur pada majalah yang
terbit di Bandoeng ini. Sejak ini Parada Harahap mengajak WR Soepratman
membantunya di kantor berita Alpena.
Tabrani menulis artikel pada majalah dwimingguan Jong Java edisi No 22 tanggal 15 November 1924 (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1924, No 49) tentang isu yang ramai di internal Jong Java mengenai pembagian kelompok anggota yang yang muda memasukkan kelas tertinggi di SD (hingga umur 17 tahun (dan kelempok yang lebih tua yang diperbolehkan berpolitik. Tampaknya Tabrani tidak setuju yang masih SD masuk Jong Java tetapi setuju yang lebih tua berpolitik. Catatan: saat ini Tabrami berusia 20 tahun.
Tabrani
tidak hanya tokoh yang cukup dikenal di internal Jong Java (terutama Jong Java
di Soerabaja dan di Bandoeng) tetapi juga dikenal sebagai anggota yang kerap
menulis di majalah Jong Java. Sebagai lulusan OSVIA Bandoeng, tampaknya tidak
begitu tertarik pada pamong pradja tetapi lebih tertarik pada bidang
jurnalistik dan yang bersentuhan dengan politik.
Pada saat Tabrani dan Soekarno masih di bangku sekolah/kuliah, Parada Harahap di Batavia mulai menggalang persatuan Hindia yang meliputi Indo, Cina, Arab dan pribumi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-01-1925). Sebagaimana diketahui orang Indo dianggap orang pribumi lebih dekat daripada orang Belanda (totok). Persatuan Hindia ini seakan mengulang persatuan Hindia yang sebelumnya pernah digalang oleh tiga serangkai (Douwes Dekker, Dr Tjipto dan Soewardi) yang disebut NIP (Nasionale Indische Party) pada tahun 1912 (namun kini sudah memudar).
Bataviaasch nieuwsblad, 13-01-1925 (De Indische Associatie Vereeniging): ‘Kemarin malam di Oost-Java Restaurant een diadakan pertemuan yang mengumpulkan asosiasi-asosiasi di Nederlandsch Indie. Di dalam pertemuan ini dibicarakan AD/ART program dan struktur kepengurusan. Program meliputi kegiatan poolitik yang sehat, pengembangan pendidikan, pelatihan kejuruan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar. Disamping itu untuk mempromosikan tingkat kesehatan, kesejahteraan, hubungan keuangan negara dengan daerah dan lainnya. Kepengurusan: voorzitter, PJA Maltimo, secretaris Tb van Nitterlk, penningmeester, Mobamad Djamli, commissarissen: Parada Harahap, Raden Goenawan, Oey Kim Koel, JK Panggabean, Pb. J. Krancber en A. Cbatib’.
Dalam
perkembangannya, diketahui bahwa Tabrani telah menjadi pemimpin redaksi surat
kabar yang terbit di Batavia, Hindia Baroe (lihat De Indische courant, 20-07-1925).
Disebutkan redacteur van de Hindia Baroe yang sebelumnya mengundurkan diri St.
Palindih telah digantikan oleh M Tabrani Soerjo Witjitro. Tabrani sendiri
adalah lulus OSVIA Bandoeng, tetapi jurnalisme lebih menarik baginya daripada
posisi pejabat pemerintah. Dia adalah orang Madura sejak lahir dan seorang
tokoh terkemuka dalam gerakan Jong Java. Sementara itu Parada Harahap mulai
mendapat serangan dari orang-orang Belanda (tulen) yang tidak menginginkan
gerakan Parada Harahap (gerakan persatuan yang memisahkan Belanda tulen
‘disana’ dan Indo sebagai bagian ‘disini’. Namun serangan pers Belanda itu
dilayani oleh Parada Harahap dengan cerdas.
De Indische courant, 17-09-1925 (Indisch
fascisme. Het blanke front): ‘Mr. Parada Harahap, editor Bintang Hindia,
menulis dalam Java Bode tanggal 10 lalu dengan judul Kranten en Klanten (Koran
dan Pelanggan) setelah posisi Lokomotif diambil oleh Soerabija HBL dengan
operasi pasar di Semarang. Artikel ini di Soerabajasch Handelsblad dan Algemeen
Handelsblad di Semarang. Parada Harahap mengatakan: ‘Sebagai pribumi, kemajuan
negara-negara ini sangat dekat dengan hati saya, dan berusaha agar masyarakat
tetap harmonis dari semua lapisan di HIndia, harus mencatat bawah saya pikir
saya memiliki pemahaman, setidakanya mewakili wartawan dari pers Melayu. Mohon
ijin saya harus member pendapat yang sama dikhususkan pada Soer. Hbld hari ini
yang kesannya sikap yang diambil membahayakan kerjasama yang harmonis
masyarakat di Hindia. Ini telah lama mengancam kepercayaan umum penduduk
pribumi niat baik dari Belanda akan hilang di sini di Hindia, oleh tindakan
beberapa pers Eropa/Belanda dan masyarakat ETI, terutama oleh cepat meluncurkan
mereka dari tuduhan senegara mereka sendiri, yang mendukung keselamatan India
dan rakyatnya dengan cara mereka, jika mereka bersalah mengkhianati rakyat dan
negara mereka sendiri. Kesenjangan antara Timur dan Barat dan tidak sedikit
Doori (tindakan yang dimaksudkan Anda dari Soer. Hbld) untuk membentuk sebuah
front kosong, yang begitu banyak memiliki untuk menandakan tantangan resmi yang
ditujukan kepada umat berwarna di Hindia. Bagaimana Pribumi dan disini yang
mana Lokomotif, Cina berpikir, sempurna akrab bagi saya. Lokomotif adalah salah
satu organ, menekankan sopan santun yang baik bagi kita. Dalam hal ini bagi
kami adalah bukti bahwa tidak semua Belanda memusuhi kami, baik antar penduduk
asli termasuk Cina, bahwa semua orang Eropa di Hindia kepercayaan rakyat tidak
pantas berada sendirian dengan menunjuk ke item yang yang terdapat di Soer.
Hbld. dan simpatisan nya. Memang benar bahwa Soer. Hbld. tidak hitam-putih
terhadap pribumi, tetapi efek yang diperoleh oleh sesama seperti Mr Ant
Lievegoed menunjuk sebagai anti-Belanda atau orang berbahaya bagi Nederlandsene
di Hindia tidak berbeda dengan semakin yakin terletak di antara pribumi bahwa
setiap pelatih asal Belanda, yang berusaha untuk kemajuan dan pengembangan
tanah dan orang, dan yang tidak memperkuat depan putih, dan antagonisme abaian
putih dan coklat, dengan bangsanya sebagai pengkhianat. Ini sekarang jelas
tilisan anda lebih berbahaya daripada tulisan wartawan pribumi. Pers ETI
bergema di dunia asli tapi resonansinya jauh dari menguntungkan untuk hubungan
timbal balik di Hindia. Menurut pendapat saya tugas pers putih sekarang jauh lebih
besar dari sebelumnya, sekarang jadi harus memperhitungkan jutaan orang di
Hindia, yang oleh pers sendiri dan melalui komunikasi yang lebih baik dan
karena itu lebih menjamin kontak di antara mereka sendiri, akan diinformasikan
diberitahu tentang apa yang terjadi di pers ETI tercermin apa yang mereka
percaya sebagai yang kulit putih di wilayah ini. Anda telah mendorong ke arah
fasisme. Hal ini unsur-unsur, seperti Komunis, akan datang untuk
mengeksploitasi pernyataan tidak membantu seperti dan taktik dasar merusak
mereka kemudian turun, dan digunakan sebagai alat propaganda. Soer. Hbld. Telah
berusaha kebohongan, bahwa ada lebih kecurigaan terangsang antara pribumi
melawan Belanda di Hindia? Bukankah sekarang delapan orang datang waktu untuk
menahan suara seseorang dari journalistieken diucapkan sikap simpatik terhadap
penduduk pribumi menunjukkan sikap yang menurut banyak pihak, melihat orang
Barat telah mulai menaruh minat kompromi. Tapi kemajuan daerah ini telah
membuat kemajuan besar juga, sudah ada terlalu banyak intelektual asli yang
merupakan penilaian independen untuk mengetahui untuk membuat peristiwa politik
saat ini dari yang klik taruhan reaksioner akan berani secara terbuka untuk
keluar orang untuk prinsip-prinsip etika hanya sebagai musuh pemerintah
Belanda. Oleh karena itu, adalah komunisme jika diperlukan untuk membenarkan
kampanye. Ada yang mau mengikut Aku, yang akan menyelesaikan pekerjaan saya
ini?’. [artikel ini juga dilansir De Sumatra post, 24-09-1925].
Parada Harahap saat ini tidak hanya terbilang wartawan terbaik pribumi dari versi orang-orang Eropa/Belanda. Tetapi juga menjadi corong bagi kaoem pribumi (sebagai penduduk yang terjajah). Kini, tiga serangkai yang baru telah muncul, yakni dua di Batavia yang senior Parada Harahap dan yang junior Tabrani serta satu di Belanda Mohamad Hatta. Sebagaimana diketahui antara Parada Harahap dan Mohamad Hatta sudah sejak lama terjadi persahabatan. Ini dimulai pada Kongres Jong Sumatranen Bond di Padang pada tahun 1919 yang mana saat itu Parada Harahap pemimpin surat kabar di Padang Sidempoean Sinar Merdeka menjadi ketua delegasi Tapanoeli ke kongres, sementara Mohamad Hatta sebagai pimpinan delegasi kota Padang dalam kongres,
Pada Kongres Jong Sumatranen bond pertama di Padang tahun 1919 yang menjadi ketua panitia adalah Amir (mahasiswa STOVIA) dan sebagai pembina Dr Abdoel Hakim Nasution, anggota dewan kota Padang. Saat ini ketua Jong Sumatranen Bond adalah Bahder Djohon dan sekretatis Diapari Siregar (keduanya mahsiswa STOVIA). Catatan: Jong Sumatranen Bond cabang Batavia didirikan oleh T Mansjoer (ketua), Abdoel Moenir Nasoetion (wakil ketua) dan Amir (anggota). Ketiganya mahasiswa STOVIA. Abdoel Moenir adalah keponakan dari Dr Abdoel Hakim Nasution (lulus Dokter Djawa School 1905 bersama Dr Tjipto). Dr Abdoel Hakim Nasution adalah ketua NIP cabang Pantai Barat Sumatra.
Dalam hubungan ini, Parada Harahap sudah mengenal lebih dekat dengan Tabrani (redaktur baru surat kabar Hindia Baroe yang menggantikan St Palinggih yang kini menjadi redaktur surat kabar Berita) dan tentu saja WR Soepratman (kantor berita Alpena). Sebagaimana diketahui kantor berita Alpena didirikan Parada Harahap dimana sebagai redaktur adalah WR Soepratman.
Hindia Baroe edisi 2-7 Oktober 1925 (lihat
Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1925, no 41,
09-04-1925) bahwa Journalistenbond Asia diresmikan pada 6 Oktober, dan menurut
laporan di majalah ini, ketua terpilih pada pertemuan: Tabrani DI (Hindia
Baroe). wakil ketua: Kwee Kek Boeng (Sin Po), sekretaris: WR Soepratman
(Alpena), bendahara Boen Joe On (Perniagaan) dan RS Palindih (Berita). Anggota
Dewan Pengawas adalah: Parada Harahap (Bintang Hindia), Sing Yen Chen (Sin Po,
edisi Mandarin), Khoe Boen Sioe (Keng Po), Boe Giauw Tjoen (Sin Po) dan Achmad
Wongsosewojo (Sastra Rakjat), Kontribusi untuk pemimpin redaksi adalah f1,50,
editor f1 dan koresponden f 0.50 sebulan, sedangkan biaya masuk dua kali lipat.
Serikat pekerja juga telah dibentuk di Medan, sedangkan Parada Harahap akan
melakukan propaganda untuk afiliasi di Sumatera. Tentang pembentukan organisasi
ini sudah diberitakan sekitar satu bulan sebelumnya (lihat Deli courant,
02-09-1925).
Dalam hal ini Parada Harahap sudah sejak lama berinteraksi dengan tokoh-tokoh pemersatu bangsa. Mereka itu adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda pendiri organisasi kebangsaan pertama Medan Perdamaian di Padang (1900) yang juga pendiri surat kabar Pewarta Deli di Medan (dimana Parada Harahap pernah menjadi redaktur pada tahun 1918/1919); Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pendiri organisasi mahasiswa di Belanda Indische Vereeniging 1908 yang mendirikan majalah Poestaha di Padang Sidempoean (1915) yang tahun 1919-1922 Parada Harahap juga menjadi redaktur Poestaha); serta Dr Abdoel Hakim Nasution ketua cabang NIP (bentukan tiga serangkai di Bandoeng).
De Indische courant, 23-12-1925: ‘Sungguh luar
biasa bagaimana kuat hari ini jumlah media di Jawa meningkat. Banyak yang tutup
tetapi lebih banyak yang muncul. Semakin berwarna (nasionalis, keagamaan) dan
juga khusus perempuan. Wartawannya juga bertambah pesat, bahkan wartawan
Sumatra sudah mencapai 700 anggota. Sangat disayangkan oleh Parada Harahap dari
Bintang Hindia dan kantor berita Alpena, yang merupakan wartawan terbaik dari
Europeescbe pers, bahwa majalah aksara Jawa kurang diperhatikan oleh
komunitasnya. Perjalanan jurnalistiknya ke Sumatera dan Selat Malaka baru-baru
ini manjadi saksi ini’. Nieuwe Rotterdamsche Courant, 25-02-1926: ‘Indonesische
Vereeniging. Mengutip terbitan Februari ‘Indonesia Merdika melaporkan bahwa di
Den Haag dewan baru serikat mahasiswa Hindia Perhimpoenan Indonesia (dikenal
sebagai Indonesiasche Vereeniging) dibentuk pada bulan Januari dalam pertemuan
tahunan, yang terdiri dari: Mohammad Hatta, ketua, A. Madjid, sekretaris,
Aboetari, bendahara, Darsono, komisaris dan mr Soenario, wakil komisaris’.
Parada Harahap (bersama Raden Goenawan yang pernah menjadi pengurus Indische Vereeniging di Belanda)) sebagai pengurus organisasi persatuan nasional yang senior mulai menginisiasi diadakannya kongres untuk para junior (pemuda). Lalu dibentuk panitia kongres dimana Tabrani sebagai ketua. Parada Harahap sudah ada di semua sisi; sebagai pengurus organisasi (persatuan) senior dan juga organisasi (persatuan) jurnalis dan kini di belakang kongres persatuan para pemuda.
De Indische courant, 30-12-1925: ‘Kongres
Pemuda Indonesia. Kami telah mendengar dari sumber yang dapat dipercaya bahwa
kongres pemuda Indonesia pertama akan diadakan di Weltevreden selama hari-hari
Paskah mendatang. Tujuan dari kongres tersebut adalah untuk membangkitkan
semangat kerja sama di berbagai asosiasi pemuda di negeri ini, sehingga
meletakkan dasar bagi persatuan Indonesia, di mana Hindia kemudian harus
dilihat dalam konteks dunia yang lebih luas. Kerja sama seperti itu sulit
ditemukan dalam perkumpulan-perkumpulan nasional besar kaum lanjut usia, yang
karena kepedulian terhadap keberadaan sosial mereka, hanya memiliki sedikit
kontak dengan gagasan-gagasan baru, cita-cita baru yang kini menggemparkan
dunia, dan yang sedang mempersiapkan dunia. dari hubungan baru. Perhatian
khusus akan diberikan pada konvensi ini untuk memajukan warga negara Indonesia
dengan mengantisipasi segala sesuatu yang memecah belah. Selanjutnya, beberapa
topik yang sangat topikal dan penting bagi Indonesia akan dibahas. Penyelenggaraan
kongres ini berada dengan panitia: Tabrani (ketua); Bahder Djohan (wakil
ketua), Soemarto (sekretaris), J Toule Solehuwy (bendahara); Komisaris P.
Pinontoan. Selain Tabrani, semua adalah siswa STOVIA dan Rechthoogeschool’,
Dalam kepengurusan (panitia kongres pemuda) Tabrani dan Bahder Djohan terhubung dengan senior Parada Harahap. Tabrani dari kalangan jurnalis muda dan Bahder Djohan dari lingkungan mahasiswa. Lalu kongres pemuda pertama ini diadakan pada bulan April 1926. Dalam konfigurasi baru pemimpin nasional sudah dengan tegas membebaskan diri dari dua hal yakni tidak terikat dengan Belanda (meskipun Indo) dan tidak berhaluan agama (memisahkan diri campur agama dalam politik nasional). Dalam hal ini agama adalah satu hal (urusan pribadi individu dengan tuhannya) dan nasional Indonesia adalah hal lain (urusan bersama semua orang Indonesia). Parada Harahap dan kawan-kawan termasuk Tabrani sudah mengklaim diri sebagai bagian yang memperjuangkan Indonesia Raya.
De
locomotief, 05-01-1926: ‘Unsur pengakuan dalam gerakan pribumi. Di surat kabar
Hindia Baroe mulai Sabtu yang lalu, kami menemukan kata perpisahan dari haji
Agoes Salim, yang dengan demikian mengundurkan diri dari kepemimpinan majalah.
Apa yang dia katakan bermuara pada fakta bahwa alasan mengundurkan diri karena
dia ingin melihat perjuangan kemerdekaan Indonesia dipandu di jalan Islam yang
menurutnya tidak bisa dilakukan di surat kabar seperti Hindia Baroe, tidak
berdasarkan agama, Anda mendukung agama Islam, memajukan umat melalui agama dan
pengetahuan agama tidak mungkin dalam kondisi seperti itu. Kepemimpinan
sekarang telah berlalu untuk sementara waktu di tangan Tabrani, yang dalam kata
pengantar mengatakan seperti ini: ‘Arah majalah ini sekarang adalah Indonesia,
yang cita-citanya akan lebih dikedepankan dari sekarang. Jika arah ini diikuti,
kepemimpinan baru berharap bahwa majalah tersebut akan menjadi pendukung besar
bagi perkembangan senyum Indonesia Raya. Apa pentingnya program ini? Dia
mengatakan bahwa jelas bahwa ide Indonesia Raya sedang berkembang diantara para
pemimpin pribumi. Kita mengingat kembali apa yang telah terjadi dalam waktu
singkat’.
Mereka yang mengklaim diri nasionalis Indonesia itu telah berada di lingkaran orbit Parada Harahap yang sudah sejak lama tidak melihat lagi tujuan kesukuan (daerah) dan agama. Parada Harahap adalah pendukung fanatik Indonesia Raya. Parada Harahap telah mendapat rekan baru Tabrani (Hindia Baroe) seiring dengan memisahkan dirinya Agoes Salim (ke label agama). Sebelumnya Parada Harahap telah menemukan kawan seperjuangan dengan hadirnya WR Soepratman di sekitarnya. Sebagaimana diketahui WR Soepratman keluar dari surat kabar Kaoem Kita di Bandoeng karena masuknya (kembali) Abdoel Moeis yang membawa misi Islam (Abdoel Moeis menggantikan WR Soepratman). WR Soepratman di Batavia tinggal di sebuah pavilium rumah Parada Harahap. Oleh karena itu pada saat itu dapat dikatakan telah lahir Tiga Serangkai yang baru (tiga nasionalis Indonesia). Persiapan kongres pemuda yang pertama sudah mulai dimatangkan.
De
locomotief, 25-03-1926: ‘Kongres Pemuda Indonesia. Selain yang telah
disebutkan, mengenai rencana untuk mengadakan Kongres Pemuda Indonesia di
Batavia, dimana Tabrani DI, pemimpin redaksi Hindia Baroe, sebagai ketua
panitia persiapan, kami sekarang dapat mengatakan informasi berikut: Minggu
lalu diadakan pertemuan oleh pimpinan berbagai asosiasi pemuda, antara lain
Jong-Jawa, Jong Sumatra Bond, Jong Ambon. Jong-Mmahassa, Jong Batak Bond, Sekar
Roekoen (Ikatan Moeda Soenda). untuk pembahasan lebih lanjut mengenai rencana
ini. Disini telah ditentukan bahwa Kongres Pemuda pertama akan diadakan di
Batavia dari tanggal 30 April, 1 Mei dan 2 Mei. Sebuah rancangan agenda telah
disiapkan dalam persiapan, tetapi belum disetujui secara resmi. Sementara masih
menunggu jawaban dari asosiasi pemuda lain dan juga dari Perhimpoenan Indonesia
di Belanda. Pertama-tama akan dibahas Pemikiran Besar Indonesia, kedudukan
perempuan dalam masyarakat Indonesia modern, dll. Sebagai pembicara sudah
terdaftar mahasiswa dari Stovia, AMS Jogja dan Bandoeng dan mahasiswa dari
perguruan tinggi di Batavia dan Bandoeng’. Persiapan sudah benar-benar matang
dan siap dilaksanakan (lihat De Indische courant, 29-04-1926).
Kongres pemuda pada tanggal 30 (hari Jumat) dibuka yang diadakan di gedung Loge Freemason atau Lux Orientes (tidak jauh dari kantor surat kabar Bintang Hindia dan kantor berita Alpena) yang turut dihadiri berbagai organisasi pemuda (lihat De locomotief, 01-05-1926). Dalam pembukaan ini pernyataan kepatuhan dari asosiasi yang diwakili dan lainnya dibacakan; Jong Java, Jong Sumatera, Asosiasi Pemuda Teosofis, Ambonsche Studeerenden, Jong Minabassa, Jong Islamietenbocd, Jong Batak, Sarikat Minahasa, Boedi Oetomo Afdeeling Batavia, Pelajar Indonesia (Sekar Roekoen), Bapak Darmo, Ali Tirtosoewirjo, Prawira dan Ny. Koesoema Sumantri; sementara itu divisi Batavia Mohammadjjah dan Jong-Jara serta Pasoendan tidak terwakili.
Topik-topik
yang dipresentasikan dalam kongres ini antara lain persatuan Indonesia, masa
depan perempuan, bahasa dan sastra serta agama dalam gerakan. Beberapa
kesimpulan persatuan Indonesia, usualan bahasa Melayu (lingua franca) sebagai
bahasa persatuan Indonesia, kemajuan perempuan tanpa meninggalkan budaya
Indonesia dan masalah agama harus berada di luar pembicaraam kongres (lihat De
locomotief, 06-05-1926).
Pasca Kongres Pemuda pertama, Tabrani kemudian dipanggil (lihat De Indische courant, 28-05-1926). Disebutkan bahwa Tabrani, ketua Kongres Pemuda pertama, dipanggil ke Penasihat Urusan Pribumi sebagai tanggapan atas pernyataan yang agak bising selama kongres itu. Tampaknya ini adalah cara baru untuk menangani pelanggaran bicara. Akan lebih baik jika pelanggaran berbicara selalu ditangani oleh seorang ahli di bidang urusan Pribumi. Ini sering mencegah banyak kesalahpahaman. Sementara itu, prosedur dewan pertanahan (Landraad) yang panjang dan seringkali tidak membuahkan hasil dapat diselamatkan. Namun bagaimana hasilnya tidak diketahui. Sementara itu Tabrani masih memiliki permasalahan sendiri di internal surat kabar Hindia Baroe.
Tabrani yang dulu anggota Jong Java sebenarnya hanya sebagian kecil anggota Jong Java yang menyetujui sepak terjang Tabrani. Sebagian besar lebih suka dengan cara yang biasa-biasa saja. Hal itulah mengapa Tabrani (yang berasal dari Madura) sangat jarang namanya dihubungkan dengan Jong Java maupun Boedi Oetomo. Hal itu juga nantinya yang dialami oleh Dr Soetomo dan Ir Soekarno. Di dalam internal Jong Java dan Boedi Oetomo ada sebutan Trawant Tabrani, tidak hanya Tabrani yang tidak diikuti tetapi juga orang-orang yang diindikasikan antek Tabrani. Sementara itu, surat kabar Hindia Baroe yang dipimpin Soetadi dengan pimpinan redaksinya Tabrani sedang memiliki masalah keuangan. Satu permasalahan besar Hindia Baroe adalah tidak memiliki percetakan sendiri yang sangat tergantung dari luar yang menyebabkan biaya cetak yang terus naik. Ini berbeda dengan NV Bintang Hindia pimpinan Parada Harahap yang telah memiliki percetakan sendiri. Soetadi mulai angkat tangan tidak bisa mengatakan apa, apakah Hindia Baroe ditutup atau tidak. Yang jelas kini Hindia Baroe tidak beralamat di alamat lamanya lagi, tetapi sudah berada di alamat sementara di alamat rumah Tabrani di Djohar (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 10-05-1926). Tampaknya setelah ini tidak pernah diketahui lagi kabar Hindia Baroe.
Pada akhirnya Tabrani tidak berada di surat
kabar Hindia Baroe lagi. Setelah begitu lama baru diketahui keberadaan Tabrani
(lihat De locomotief, 25-01-1927). Disebutkan Panitia Kongres Jong Indonesia di
Weltevreden, yang diketuai oleh Tabrani, mantan pemimpin redaksi harian
berbahasa Melayu Hindia Baroe, sibuk membahas Kongres Pemuda kedua, yang
rencananya akan diadakan pada awal tahun ajaran baru. Belum ada yang diketahui
tentang sifat pokok bahasan yang akan dibahas dalam kongres itu. Tabrani
diketahui akan berangkat ke Eropa.
De
locomotief, 10-03-1927: ‘Kongres Pemuda Indonesia. Jumat sore lalu, tanggal 4
ini, Komite Kongres Jong Indonesia bertemu di Weltevreden. Hidangan utama
diskusi adalah persiapan Kongres Pemuda kedua dan pemilihan panitia. Diputuskan
untuk mengadakan Kongres Pemuda kedua pada bulan Agustus. Dari pokok-pokok yang
akan dibahas, kita perhatikan: 1. Gagasan Indonesia Raya dan penjabarannya. 2.
Arti penting pers dalam pembangunan nasional Indonesia 3. Emansipasi wanita
Indonesia. 4. Masalah emigrasi. 5. Kesehatan. 6. Signifikansi internasional
Indonesia. 7. Wajib belajar. 8 Arti penting olahraga bagi ketahanan fisik
bangsa Indonesia. Berbeda dengan kongres pertama, kali ini akan diselenggarakan
berbagai kegiatan seni dan kompetisi
olahraga juga tidak akan dilupakan. Pemilihan panitia sementara sehubungan
dengan keberangkatan awal Tabrani ke Eropa menghasilkan komite sebagai berikut:
Ketua Bahder Djohan (Semi-dokter), wakil ketua Ms. Soetji Soemarni (guru),
sekretaris 1 Wahab (Stovia), sekretaris 2 Tirtawinata (RHS), bendahara 1 Nelwan
(Stovia), bendahara 2 Louhanapessij (Normaal Cursus). Anggota: Ny. S. Adam (Normaal
Cursus); M Soepit (RHS); P. Pinontoan (Stovia); J. Toule Soulehuwij (RHS);
Darwin (Stovia); Diapari Siregar (Stovia); GM L Tobing (Stovia); Gindo Siregar
(Stovia); TH Pangemanan; Abdullah Sjukoer (RHS) dan Tabrani (Jurnalis). Tabrani
mengatakan dalam pidato perpisahan singkatnya antara lain bahwa Kongres Jong
Indonesia harus menjadi sumber energi yang darinya organisasi-organisasi pemuda
yang ada dan yang akan didirikan dapat menarik kekuatan mereka dalam mewujudkan
gagasan Indonesia tentang persatuan. Pukul 7 malam ketua baru menutup rapat,
setelah mengucapkan terima kasih kepada Tabrani atas nama panitia yang baru
dibentuk atas segala upaya yang telah dilakukan oleh promotor Kongres Pemuda
Indonesia pertama ini dengan penuh semangat menyebarkan gagasan Indonesia
tentang kesatuan’.
Tabrani hingga bulan Juni diketahui (sudah) berada di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-06-1927). Tabrani baru berangkat pada bulan Juli (lihat De locomotief, 11-07-1927).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kongres Pemuda 1926, PPPKI 1927, Lagu Indonesia Raya 1928: Fase Terpenting Awal Sejarah Menjadi Indonesia
Mohamad Thabrani tidak melihat dirinya lagi sebagai orang Madura, tetapi mengidentifikasi diri sebagai orang Indonesia yang berasal dari Madura. Mohamad Thabrani sejak sekolah menengah telah melihat ruang persatuan dari pada hanya terkurung dalam kesatuan-kesatuan organisasi kebangsaan. Dalam hal konteks persatuan ini Indonesia sejatinya telah lahir, tinggal memperjuangkan prosesnya menjadi Indonesia yang benar-benar merdeka, terbebas dari belenggu (kolonial) Pemerintah Hindia Belanda. Mohamad Thabrani yang masih muda langsung terjun ke dalam arus baru yang sudah mulai bergolak.
Sejarah
menjadi Indonesia dimulai di Kota Padang tahun 1900 dengan terbentuknya
organisasi kebangsaan pertama Medan Perdamaian yang diinisiasi oleh Saleh
Harahap gelar Dja Endar Moeda. Sebagai pensiunan guru (pendidik) yang kemudian
terjun ke dunia jurnalistik sejak 1895, yang mana Dja Endar Moeda pada tahun
1898 menyatakan bahwa pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya, sama-sama
untuk mencerdaskan bangsa. Kecerdasan bangsa (Pendidikan dan jurnalistik)
adalah prakondisi untuk perjuangan bangsa (melalui persatuan dengan membentuk
organisasi kebangsaan). Sebagai organisasi kebangsaan pertama, Medan Perdamaian
sudah langsung memiliki platform multi (suku) bangsa dengan misi nasional
(baca: seluruh Hindia Belanda). Satu program spektakuler Medan Perdamaian,
dimana pada tahun 1902 Dja Endar Moeda mengirimkan bantuan ke Semarang sebesar
f14.000 untuk tujuan peningkatan Pendidikan. Dja Endar Moeda hingga sejauh ini
guru tetaplah guru. Visi misi Medan Perdamaian di Padang, telah menimbulkan
medan baru di Batavia dimana pada tahun 1908 sejumlah mahasiswa STOVIA asal
Jawa yang diinisiasi oleh Raden Soetomo mendirikan organisasi kebangsaan yang
baru yang diberi nama Boedi Oetomo. Menjelang Kongres Boedi Oetomo yang pertama
yang diadakan di Jogjakarta tanggal 29 September-1 Novemper 1908 muncul isu bahwa
para senior di Jawa akan mengambil tanggungjawab Boedi Oetomo. Dalam kongres
isu itu telah menjadi kenyataan dimana para senior (yang bukan mahasiswa,
seperti Dr Wahidin Soedirohoesoedo) telah menjadi pengurus pusat Boedi Oetomo
dimana kantor pusat ditetapkan di Jogjakarta (tidak lagi di Batavia). Para
pemuda mahasiswa STOVIA pendiri Boedi Oetomo tentu sangat kecewa lebih-lebih keputusan
kongres juga menempatkan Batavia (kota awal terbentuknya Boedi Oetomo) hanya diposisikan
sebagai salah satu dari delapan Abdeeling (cabang) Boedi Oetomo. Tentu saja
semakin kecewa lagi, sebab di dalam AD/ART yang dibuat dinyatakan bahwa ruang
lingkup (wilayah kerja) Boedi Oetomo hanya dinyatakan Jawa dan Madura (bukan
visi nasional). Seorang pejabat Pemerintah Hindia Belanda yang hadir dalam
kongres menyatakan bahwa sebelum terbentuk Boedi Oetomo, sudah ada organisasi
sejenis di Padang dan program Boedi Oetomo semacam copy paste dari Medan
Perdamaian. Sementara itu nun jauh di Belanda, Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan
juga mengetahui jelang Kongres Boedi Oetomo di Jogjakarta (yang akan terbatas
di Jawa dan Madoera), menginisiasi persatuan diantara mahasiswa-mahasiswa
pribumi di Belanda dengan membentuk organisasi yang kemudian pada tanggal 25
Oktober di tempat tinggal Soetang Casajangan di Leiden berkumpul sebanyak 15
dari 20 mahasiwa yang sepakat mendirikan organisassi kebangsaan yang disebut
Indische Vereeniging. Dari namanya sudah mengindikasikan seluruh Hindia
Belanda. Dalam pemilihan pengurus, secara aklamasi mengangkat Soetan Casajangan
sebagai president Indische Vereeniging dengan sekretaris Raden Soemitro. Yang
menjadi komisari adalah Husein Djajadiningrat dan Raden Kartono. Dalam hal
inilah Medan Perdamaian di Padang dan Indiscvhe Vereeniging di Belanda memiliki
sisi-sisi yang sama dan sebangun (berbeda dengan Boedi Oetomo). Dalam
perkembangannya nanti, oleh Dr Soetomo dkk di Belanda pada tahun 1921 mengubah
nama Indische Vereeniging menjadi Indonesiasche Vereeniging. Nama Indonesia
sendiri kali pertama muncul dalam Kongres (mahasiswa) Hindia di Belanda tahun
1917 yang dipimpin oleh HJ van Mook. Dalam kongres ini yang turut hadir tidak
hanya dihadiri sejumlah perwakilan organisasi Belanda asal Hindia, juga hadir
perwakilan organisasi mahasiswa Cina (Chung Hwa Hua) dan Indische Vereeniging
(diantaranya diwakili Sorip Tagor Harahap, Dahlan Abdoellah dan Goenawan
Mangoenkoesoemo). Dalam sesi perdebatan, perwakilan Indische Vereeniging
meminta perhatian agar mereka disebut Indonesier (bukan Indier dan bukan inlandsch).
Goenawan Mangoenkoesoemo adalah salah satu pendiri Boedi Oetomo di Batavia
tahun 1908 (adik Dr Tjipto). Sejak inilah kemudian di Hindia Belanda mulai
muncul nama-nama organisasi kebangsaan dengan menggunakan nama Indonesia. Dr
Soetomo yang melanjutkan studi ke Belanda sejak 1919, ketika terpilih menjadi
ketua Indische Vereeniging tahun 1921 jajaran pengurusnya mengubah nama
organisasi menjadi Indonesiasche Vereeniging (Perhimpoenan Indonesia). Ibarat
antara Dja Endar Moeda dan Soetan Casajangan yang sama-sama berasal dari Padang
Sidempoean terjadi koneksi (lahir atau batin), pada tahun 1921 ini terjadi
koneksi antara Dr Goenawan dan Dr Soetomo di Belanda dengan dua diantara siswa
yang reformis di dalam tubuh organisasi Jong Java tahun 1921, seperti disebut
di atas, yakni Mohamad Tabrani (siswa MULO di Soerabaja) dan Raden Soekarno
(siswa HBS di Soerabaja). Keduanya memprotes agar dalam kongres dan dalam
majalah Jong Java tulisan dapat dalam bahasa Melayu (selama ini hanya tulisan
berbahasa Belanda). Tahun ini juga setelah lulus ujian di Soerbaja melanjutkan
studi ke Bandoeng, Mohamad Tabrani di Osvia Bandoeng dan Soekarno di THS
Bandoeng.
Pada tahun 1924 Mohamad Tabrani lulus ujian akhir di Osvia Bandoeng, tetapi tidak menjadi pamong (pegawai pemerintah), tetapi tiba-tiba sudah berada di Batavia memulai kehidupan baru terjun ke dunia jurnalistik, dimana saat itu tokoh pers pribumi terkenal di Batavia adalah Parada Harahap. Pada tahun ini ada dua peristiwa penting terjadi. Pertama di Belanda, Mohamad Hatta dkk sebagai pengurus baru mengubah lagi nama Indische Vereeniging menjadi Perhimpoenan Indonesia (translasi Indonesiasch Vereeining sejak era Dr Soetomo dkk). Kedua, Dr Soetomo yang telah kembali ke tanah air, di Soerabaja Dr Soetomo dan Sangadji mendirikan organisasi kebangsaan baru dengan nama Studie Club Soerabaja.
Untuk
sekadar menambahkan, sejak 1922 Soetan Casajangan, pendiri Indische Vereeniging
(yang kembali ke tanah air pada tahun 1913), dipindahkan sebagai direktur
sekolah guru Kweekschool Amboina menjadi direktur sekolah guru Normaal School
di Meester Cornelis (kini Salemba, Jakarta). Sementara itu nun jauh di Sumatra,
Parada Harahap, setelah lulus sekolah dasar di Padang Sidempoean merantau ke
Deli, bekerja di perkebunan Belanda dengan jabatan krani (penulis). Namun tidak
lama kemudian Parada Harahap mulai memperhatikan penerapan ordonansi koeli di
perkebunan membuat para kuli terutama kuli asal Jawa sangat menderita dan tidak
sedikit menemui kematian. Parada Harahap yang masih belia melakukan investigasi
di sejumlah perkebunan dan menuliskan laparonya dan kemudian mengirimkan
tulisan itu ke surat kabar Benih Mardika di Medan. Editor Benih Mardika
mengolah tilisan Parada Harahap dan menurunkannya sejumlah artikel pada bulan
April 1918. Semua itu dianggap biasa-biasa saja di Medan. Namun artikel-artikel di Benih Mardika
dilansir surat kabar Soeara Djawa dan kemudian menjadi heboh di (pulau) Jawa.
Pemerintah (Gubernur Sumatra’s Oostkust) segera tanggap dan melakukan investasi
untuk menguji kebenarnya di lapangan. Tampaknya Dr Soetomo yang tengah bertugas
di Palembang tersenyum membaca isu yang menghebohkan itu di surat kabar. Ini
bermula ketika Dr Soetomo lulus dari STOVIA tahun 1912 kemudian ditempatkan di
Tandjoeng Morawa (Deli). Boleh jadi karena Dr Soetomo yang mengetahui kejadian-kejadian
di perkebenan sekitar Morawa, lalu setelah selesai bertugas di Deli tahun 1915
kembali ke Jawa. Sesampai di Batavia, Dr Soetomo, yang dapat dikatakan
afdeeling yang kurang disukai di lingkungan Boedi Oetomo meminta kepada ketua
Boedi Oetomo afdeeling Batavia Dr Sardjito untuk diadakan rapat umum. Dalam
pidatonya, Dr Soetomo secara emosional menyatakan: ‘kita tidak bisa hidup
sendiri, warga kita di Deli banyak yang menderita akibat penerapan poenalie
sanctie, kita tidak bisa mengatasinya. Banyak orang di luar sana yang
pintar-pintar dan berani, terutama orang Tapanoeli’. Sudah barang tentu yang
dimaksud Dr Soetomo ini adalah kasus poenali sanctie adalah satu hal, misi
Boedi Oetomo yang hanya terbatas di Jawa dan Bali adalah hal lain lagi yang
oleh karenanya Boedi Oetomo harus berubah ke visi nasional. Lantas bagaimana
hasil investigasi pemerintah atas kasus poenalie sanctie di Deli terebut? Tentu
saja implikasinya dapat ditebak, pemerintah tidak bisa berbuat banyak. Yang
pasti Parada Harahap telah dipecat perusahaan dimana dia bekerja. Saat menganggur
Parada Harahap hijrah ke Medan untuk melamar menjadi wartawan. Gayung bersambut
Benih Mardika memberi Parada Harahap jabatan ediotor. Namun tidak lama kemudian
Benih Mardika dibreidel. Setelah sempat menjadi editor di surat kabar Pewarta
Deli, Parada Harahap pulang kampong di Padang Sidimpoean. Di kota ini sudah ada
majalah mingguan Poestaha yang didirikan Soetan Casajangan pada tahun 1915 saat
mana waktu itu sebagai direktur sekolah guru Kweekschool Fort de Kock. Sambil
mengelola majalah Poestaha, Parada Harahap pada bulan September 1919 mendirikan
surat kabar harian dengan nama Sinar Merdeka. Surat kabar revolusioner ini belasan
kali terkenal delik pers dan beberapa kali Parada Harahap dibui. Pada tahun
1922 Sinar Merdeka dibreidel dan kemudian Parada Harahap merantau ke Batavia
dan bekerja sebagai wartawan di surat kabar Neratja dan juga Sin Po. Lalu pada
tahun 1923 Parada Harahap mendirikan surat kabar mingguan di Batavia dengan
nama Bintang Hindia (nama majalah dwimingguan yang terbit di Belanda yang juga
Soetan Casajangan menjadi editor semasa mahasiswa). Pada tahun 1924 surat kabar
harian Neratja dengan manajemen baru mengganti namanya menjadi Hindia Baroe.
Dalam manajemen baru ini (haji) Agus Salim keluar dan pada saat inilah seorang
pemuda dari Bandoeng, lulusan Osvia yang kerap menulis terutama di terbitan
Batavia, Mohamad Tabrani masuk menjadi salah salah satu editor surat kabar
Hindia Baroe. Tampaknya ada peran Parada Harahap dalam hal ini. Sebab Parada
Harahap sudah mengetahui Mohamad Tabrani dan Soekarno sejak lama menjadi ‘duri
dalam daging’ di tubuh Jong Java. Lagi pula Dr Soetomo dkk sudah cukup lama
tidak melibatkan diri lagi di dalam aktivitas Boedi Oetomo (mungkin merasa
kecewa atau dikecewakan).
Mohamad Tabrani menjadi semakin dekat satu sama lain. Parada Harahap tidak sendiri lagi di Batavia. Parada Harahap tampaknya telah menggantikan peran para seniornya dalam berjuang demi bangsa: Abdul Rivai dan Soetan Casajangan. Parada Harahap dengan cara dan keberaniannya sendiri serta didukung para senior semakin percaya diri di ibukota: Batavia. Pers Belanda juga mengakui kehebatan Parada Harahap. Parada Harahap sedang di atas angin, bahkan berani berkata: ‘Ada yang mau mengikut Aku, yang akan menyelesaikan pekerjaan saya ini’. Saat inilah Mohamad Tabrani sudah berada di Batavia. Sementara Mohamad Tabrani di semakin matang dan mantap di Hindia Baaroe, Parada Harahap bulan Januari 1925 mendirikan kantor berita pribumi (pertama) dengan nama Alpena. Untuk menempati posisi editor, Parada Harahap merekrut WR Soepratman yang belum lama keluar dari surat kabar Kaoem Kita di Bandoeng. Tiga pemuda serangkai terbentuk di Batavia, sama-sama revolusioner: Parada Harahap, Mohamad Tabrani dan WR Soepratman (lihat kembali seperti disebut di atas).
Overzicht
van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1925, no 41, 09-04-1925): ‘dari
Hindia Baroe edisi 2-7 Oktober 1925 dapat dibaca bahwa Journalistenbond Asia
diresmikan pada 6 Oktober, dan menurut laporan di majalah ini, ketua terpilih
pada pertemuan: Tabrani DI (Hindia Baroe). wakil ketua: Kwee Kek Boeng (Sin
Po), sekretaris: WR Soepratman (Alpena), bendahara Boen Joe On (Perniagaan) dan
RS Palindih (Berita). Anggota Dewan Pengawas adalah: Parada Harahap (Bintang
Hindia), Sing Yen Chen (Sin Po, edisi Mandarin), Khoe Boen Sioe (Keng Po), Boe
Giauw Tjoen (Sin Po) dan Achmad Wongsosewojo (Sastra Rakjat), Kontribusi untuk
pemimpin redaksi adalah f1,50, editor f1 dan koresponden f 0.50 sebulan,
sedangkan biaya masuk dua kali lipat. Serikat pekerja juga telah dibentuk di
Medan, sedangkan Parada Harahap akan melakukan propaganda untuk afiliasi di
Sumatera.
Dalam perkembangannya, seperti disebut di atas, pada bulan Juli 1927 Mohamad Tabrani telah berada di luar negeri dalam upaya belajar pengetahuan dan ilmu jurnalistik. Sementara itu Parada Harahap yang telah menerbitkan surat kabar baru yang lebih radikal Bintang Timoer pada medio tahun 1926, lalu pada tahun 1927 ini Parada Harahap mulai aktif dalam organisasi kebangsaan. Pada masa ini Parada Harahap dapat dikatakan memiliki portofolio tertinggi di Batavia (sebagai pengurus organisasi kebangsaan, pemilik jaringan pers dan kedekatan dengan para senior termasuk para anggota Volksraad) dan juga kepada golongan muda. Langkah ke arah persatuan nasional yang baru, yang lebih luas dan lebih menantang dimulai.
De
Indische courant, 10-02-1927: ‘Tanggal tujuh, di rumah seorang mantan dewan di
Weltevreden, berlangsung pertemuan warga Sumatera yang berbeda di Batavia,
dimana hampir semua provinsi di Sumatera diwakili. Dengan populasi
masing-masing pada pertemuan tersebut antara lain orang Sumatera dari
Minangkabau, Tapanoeli, Palembang, Lampongs dan Benkoelen. Para wakil dari
Atjeh dan Oostkust Sumatera tidak dapat menghadiri pertemuan tersebut. Komite
sementara terdiri dari antara lain Sutan Mohamad Zain, Parada Harahap dan Dr
Rivai. Kepengurusan: Sutan Mohamad Zain (ketua), Parada Harahap (sekretaris),
Hamid (bendahara). Board: M. Sjahriar (Minangkabau), MA Mohamad (Palembang),
Boerhanoeddin (Lampong), Dr Joenoes (Bengkulu), sedangkan dua anggota,
masing-masing Atjeh dan Oostkust Sumatera disediakan kolom kursi
berpartisipasi’. Bataviaasch nieuwsblad, 24-05-1927: ‘Sabtu, 21 Mei, Sumatranen
Bond di gedung Vrijmetselaarsloge Batavia melakukan pertemuan public pertama.
Organisasi ini didirikan pada tahun 1918 dalam kaitan pencalonan Abdoel Moeis
di Volksraad. Dalam pertemuan ini, Parada Harahap naik ke mimbar mewakili
Tapanoeli. Anggota Volksraad di Pejambon berasal dari Sumatra juga turut hadir
dalam pertemuan ini. Tiga diantara anggota Volksraad (anak Padang Sidempoean)
adalah Todoeng (Harahap) gelar Soetan Goenoeng Moelia, wakil (residentie) Batavia,
Abdul Firman (Siregar) gelar Mangaradja Soeangkoepon, wakil (province) Oostkust
Sumatra dan Alimoesa (Harahap) wakil (residentie) Tapanoeli’
Sudah barang tentu langkah baru yang diambil Parada Harahap ini mengikuti arus baru pergerakan bangsa yang terjadi di sejumlah tempay seperti di Belanda dan di Soerabaja. Sebagaimana diketahui di Soerabaja pada tahun 1925 pada ulang tahun pertama Studie Club (yang dipimpin Dr Soetomo dengan wakilnya Sangadji) menyelenggarakan pertemuan umum dengan mengundang berbagai organisasi kebangsaan, termasuk Madoereezen Bond, Sarekat Islam, Pasoendan dan Sarekat Ambon (lihat De Indische courant, 13-07-1925). Oleh karena gerakan ke arah persatuan itu memudar setelah munculnya protes dari sejumlah organisasi seperti Sarikat Islam dan Sarekat Madoera (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1927, No 11, 12-03-1927). Apa yang pernah dipikirkan Dr Soetomo di Soerabaja, kini dilakukan oleh Parada Harahap di Batavia (seperti disebut di atas antara Dr Soetomo dan Parada Harahap memiliki kimia yang sama). Parada Harahap di Batavia menginisiasi pertemuan para pemimpin organisasi kebangsaan Indonesia.
Bataviaasch
nieuwsblad, 26-09-1927: ‘Hari Minggu di Weltevreden para pemimpin yang berbeda
dari sarikat pribumi bertemu di Batavia di rumah Prof Mr Dr Husein
Djajadiningrat (dekan Rechthooheschool dan salah satu pengurus petama Indische
Vereeniging yang diketuai Soetan Casajangan pada tahun 1908). Diputuskan untuk
mendirikan organisasi yang terdiri dari para pemimpin dari berbagai serikat
pribumi, dengan ketua komite adalah MH Thamrin dan sekretaris Parada Harahap.
Serikat yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Boedi Oetomo, Pasoendan,
Kaoem Betawi (diwakili MH Thamrin), Sumatranenbond (diwakili Parada Harahap),
Persatoean Minahasa, Sarekat Amboncher dan NIB (Perhimpoenan Nasional Indonesia
yang diwakili oleh Ir Soekarno).
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar