*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini
Apakah
ada sejarah Ambunten? Tentu saja ada, tetapi kurang terinformasikan. Bagaimana
sejarahnya? Itu dia. Seperti halnya Sepulu, kota Ambunten berada di pantai
utara Madura. Sejarah Ambunten boleh jadi sangat menarik. Bukan karena ada
gugusan karang Karang Tangis dan goa Gambar. Yang kurang terperhatikan antara
lain sungai Ambunten sendiri, Sungai Ambenten ini diduga yang menggarmabarkan geomorfologis
wilayah dimana kemudian terbentuk kampong Ambunten (tidak jauh dari Karang
Tangis).
Ambunten adalah sebuah kecamatan di kabupaten Sumenep. Dahulu, dua desa di kecamatan Ambunten merupakan tempat kraton Sumenep yaitu di desa Kelesa dusun Mandaraja (Panembahan Mandaraja) dan di Desa Bukabu (Pangeran Bukabu). Di sebelah barat Pantai Ambunten tedapat gugusan karang yang berderet di sepanjang tepi pantai bersama pohon-pohon kelapa, gugusan karang ini oleh penduduk setempat dinamai Karang Tangis. Sementara Sungai Ambunten sering dijadikan sebagai pelabuhan perahu-perahu nelayan. Perahu-perahu nelayan diikatkan pada pohon-pohon kelapa yang berderat di tepi sungai, pada masing-maing pohon kelapa terdapat dermaga untuk jalan meniti yang terbuat dari sebilah atau dua bilah bambu yang diikat melintang di batang kelapa. Goa Gambar yang terletak di Desa Tambaagung Barat yang berbatasan dengan Desa Tambaagung Tengah. Ambunten dikenal sebagai sentra pembuatan terasi yang terletak di Kampung Pandeman Desa Ambunten Timur dan Desa Campor Barat. Kecamatan Ambunten sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa; sebelah selatan kecamatan Rubaru; sebelah timur dibatasi oleh kecamatan Dasuk; sebelah barat dibatasi kecamatan Pasongsongan. Kecamatan Ambunten terdiri dari desa-desa: Ambunten Barat, Ambunten Tengah, Ambunten Timur, Belluk Ares, Belluk Kenek, Belluk Raja, Bukabu, Campor Barat, Campor Timur, Keles, Sogian, Tambaagung Ares, Tambaagung Barat, Tambaagung Tengah, Tambaagung Timur (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah Ambunten di pantai utara
pulau Madura, bagaimana kisahnya? Seperti disebut di atas, Ambunten pada masa
ini menjadi nama kecamatan di pantai utara Madura. Sejarahnya mungkin sangat
menarik karena wilayah Ambunen secare geomorfologis berada diantara dua sungai.
Lalu bagaimana sejarah Ambunten di pantai utara pulau Madura, bagaimana kisahnya?
Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. Peta 1883
Ambunten di Pantai Utara Pulau Madura, Bagaimana Kisahnya? Geomorfologis Amboenten Antara Dua Sungai
Nama Amboenten di pulau Madoera terinformasikan seiring dengan pembentukan cabang pemerintah Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1857 dilakukan perjanjian (traktat) di wilayah Madura. Dalam hal ini wilayah administrasi Madoera yang awalnya dibagi dua wilayah dikembangkan.
Sejak pembentukan cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda di Madura, dikembangkan dengan tiga distrik lalu kemudian dikembangkan lagi dengan membentuk empat afdeeling: Madura/Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Soemanap.
Dalam eksiklopedia Hindia Belanda Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van Nederlandsch Indie, 1861 nama Amboenten juga disebuy Amboeten sebagai nama kampong dan nama sungai di pulau Madura (12 pal dari Soemanap dan 94 paal dari Bangkalan).
Berdasarkan Staatsblad van Nederlandsch-Indiee voor, 1844, disebutkan di Residentie Soerabaja terbagi ke dalam lima wilayah dimana ditempatkan jabatan Asisten Residen di Gresik, Modjokerto, Bangkalan dan Soemanap. Dalam hal ini wilayah (pulau) Madura terbagi dua wilayah yang masing-masing dua wilayah beribu kota di Bangkalan dan di Soemanap. Nama-nama tempat yang dinyatakan di dua wilayah Madura antara lain: Amboenten, Andoelang, Arosbaja, Balega, Bangkallang, Bloetoe, Boender, Darma Tandjoeng, Dasoek, Kali Anget, Kaloempang, Kamal, Kapedie, Katawang, Lapa, Lebek. Legong, Limbong, Linteng, Lombang, Longos, Maringan, Njier Oendoeng, Pamakasan, Peding, Saba Eller, Sambilangan, Sampang, Saroko, Salawar, Sergang, Setja, Soemanap, Tamberoe, Tana Mera, Tanelikoe, Tjandi, Tjerneg, Tordjoen, dan Yamplong. Nama-nama tempat dalam stbls ini tidak ada nama yang mengindikasikan di pulau-pulau. Nama-nama yang diidentifikasi diduga sebagai nama-nama tempat yang penting di dua wilayah Madoera tersebut.
Dalam perkembangannya afdeeling-afdeeling yang di
dalamnya dibentuk distrik-distrik. Dalam Almanak 1867 dinyatakan Afdeeling Madoera
terdiri dari lima district dan masing-masing afdeeling Pamekasan dan Sampang
sebanyak tiga district. Sedangkan afdeeling Soemanap dengan ibukota di Soemanap
dibagi menjadi 19 district.
Jumlah district di afdeeling Sumanap cukup banyak dan tersebar di daratan
dan di pulau-pulau. District Kotta [Soemanap] termasuk Maringan sebanyak 40 kampong/desa,
Timor-Daija (88 kampong), Timor Laut (81), Barat-Laut (57). Barat-Daija (74), Poeloe
Kangean (44), Poeloe Sapoedi (24), Poeloe Poeteran en Poeloe Tjabia (6). District-district
berikut tidak disebutkan jumlah kampong/desa: Poeloe Raas, Poeloe Goea-Goea, Poeloe
Gelìgenting, Poeloe Giliang, Poeloe Geliradja, Sapeken, Sadoelang, Saboenten,
Paliat, Sapandjang dan Sasael. Peta 1883
Tunggu deskripsi lengkapnya
Geomorfologis Amboenten Diantara Dua Sungai: Ambunten Riwayatnya Tempo Doeloe?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar