*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini
Surat kabar sudah ada sejak era VOC, tetapi kesinambungannya
baru terjadi pada era Pemerintah Hindia Belanda. Sejak era Gubernur Jenderal
Daendels (1809-1811) surat kabar berbahasa Belanda terus eksis, hanya disela
beberapa tahun pada era pendudukan Inggris (1811-1816) dengan surat kabar
berbahasa Inggris. Artikel-artikel dalam blog ini banyak menggunakan data dan
informasi yang berasal dari surat kabar berbahasa Belanda/Inggris tersebut. Tentu
saja kemudian surat kabar berbahasa Melayu. Bagaimana dengan surat kabar
berbahasa daerah seperti bahasa Jawa?
Terbit 1855 dan Beraksara Jawa, Inilah Surat Kabar Pertama di Kota Solo. Solopos.com, SOLO — Solo menjadi salah satu daerah yang memiliki peran penting dalam sejarah pers nasional. Kota Solo disebut sebagai kota pertama yang memunculkan koran lokal modern. Hal tersebut disampaikan penulis buku Sarekat Islam Surakarta 1912-1923, Adityawan Suharto. Dia mengatakan sekitar 1849, sudah muncul surat kabar Bromartani. Ada pula yang menyebutkan, surat kabar berbahasa dan beraksara Jawa tersebut terbit kali pertama di Solo pada 1855. “Tapi masih ada campur tangan Belanda. Kemudian di Batavia ada Bintang Timoer, Bintang Barat. Kemudian mulai tumbuh subur sejak kemunculan Djawi Kando pada sekitar 1895. Pertama milik orang Belanda tapi sudah mulai berbahasa Melayu”. “Kalau koran pribumi asli, ya semenjak Sarekat Islam itu, yang pertama adalah [surat kabar] Sarotomo milik SI [Sarekat Islam] yang kantornya di Purwosari,” kata dia, Sabtu (16/10/2021). Dia mengatakan untuk menunjukkan eksistensi SI saat itu, munculah koran Sarotomo. “Itu adalah koran pertama kali SI sekitar April 1912, sayangnya saya tidak menemukan bukti [terbitan] perdana yang asli dari Sarotomo. Saya hanya menemukan di 1914,” lanjut dia. Baru setelah itu muncul surat kabar lain seperti Doenia Bergerak, Islam Bergerak dan sebagainya. Bukan hanya itu, menurut Adityawan, Solo menjadi kota yang memunculkan koran Islam modern, yakni Medan Moeslimin. Menurut Adityawan, koran atau surat kabar saat itu memiliki dua bentuk. Ada yang bentuknya sebagai opini, bukan seperti berita pada umumnya. Kemudian kedua koran dengan sasaran pembaca adalah para tokoh di zaman itu. Saat itu koran merupakan bentuk identitas kelompok. Bahkan saat itu di Solo juga ada kelompok wartawan Indlandsche Journalisten Bond (IJB) yang berkantor di daerah Purwosari. Kelompok tersebut mengumpulkan wartawan-wartawan dari berbagai surat kabar untuk mengkritisi pemerintah dengan nama anonym (https://www.solopos.com/)
Lantas bagaimana sejarah surat kabar di Soerakarta dan surat kabar Bromartani? Seperti disebut di atas, kehadiran surat kabar di Indonesia (baca: Hindia Belanda) sudah ada sejak era VOC. Seperti kita lihat nanti, pada tahun 1897 seorang jurnalis pribumi Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda menyatakan bahwa pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa. Lalu bagaimana sejarah surat kabar di Soerakarta dan surat kabar Bromartani? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Surat Kabar di Soerakarta dan Surat Kabar Bromartani; Pers Berbahasa Belanda, Pers Berbahasa Melayu
Pada tahun 1855 terbit pertama surat kabar (mingguan) berbahasa Jawa di Soerakarta dengan edisi pertama pada tanggal 25 Januari 1855 (lihat Javasche courant, 10-02-1855). Disebutkan mingguan tersebut diterbitkan Hartevelt en Co atas izin surat kabar (harian) Javaansche Courant. Launching surat kabar mingguan ini sudah diberitakan surat kabar Javaansche Courant edisi 20 Desember 1854.
Surat kabar berbahasa Melayu pertama kali terbit di kota Surabaya. Surat
kabar ini terbit kali pertama tahun 1856 bernama Soerat Kabar Bahasa Melaijoe
(lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
15-03-1856). Pada tahun yang sama (1856) juga terbit surat kabar berbahasa Melayu
bernama Bintang Oetara (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-,
nieuws- en advertentieblad, 18-02-1856). Surat kabar Bintang Oetara diduga
diterbitkan di Kota Padang. Pada masa ini surat kabar berbahasa Belanda antara
lain, selain Javaansche Courant (sejak 1828), Samarangsch advertentie-blad (sejak
Januari 1950, dan Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie (sejak 1852).
Dalam terbitan percobaan di Soerakarta 18| Januari 1855 disebutkan bahwa penerbitan didasarkan atas dorongan berbagai pihak terutama pemerintah, lalu percetakan Hartevelt en Co di Soerakarta, memutuskan, dengan bekerjasama dengan CH Winter Sr dan GW Winter dengan lisensi dari penerbit Javaansche Courant dan meminta kepada Soesoehoenan untuk memberikan nama surat kabar mingguan tersebut (Bromartani, artinya reporter). Selanjutnya diketahui bahwa harga berlangganan selama setahun sebesar f12.
Bromartani adalah surat kabar berbahasa dan beraksara Jawa yang terbit
pertama kali di Surakarta pada 29 Maret 1855. Surat kabar ini adalah surat kabar
pertama yang berbahasa Jawa dan merupakan satu surat kabar terawal yang terbit
dalam bahasa selain bahasa Belanda di Hindia Belanda. Bromartani terbit
mingguan setiap hari Kamis dan dicetak oleh perusahaan Harteveldt & Co.
Adanya surat kabar Bromartani ini kemudian memicu penerbitan surat kabar dan
buku-buku berbahasa selain Belanda setelahnya. Bromartani menggunakan bahasa
krama inggil dan menjadi bahan pegangan untuk para siswa yang sedang belajar di
Institut Bahasa Jawa. Surat kabar ini ditopang oleh Pakubuwana VII dan
berisikan berita-berita, ilmu alam, pengumuman pemerintahan, pertanian, cerita,
jadwal kereta api, dan kejadian-kejadian mancanegara. Surat kabar ini juga
pernah meliput secara terperinci acara pengangkatan Sultan Ngayogjakarta
Hadiningrat, Hamengkubawana VI (Wikipedia)
Edisi pertama Bromartani pada tanggal 28 Maret 1855. Tidak diketahui apakah ada kendala dalam penerbitan selanjutnya, tetapi diinformasikan surat kabar mingguan Brotomartani berhenti pada tahun 1856 (tidak terinformasikan bulan apa). Seperti kita lihat nanti, surat kabar mingguan Bromartani diterbitkan kembali.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pers Berbahasa Belanda, Pers Berbahasa Melayu: Pers Berbahasa Daerah
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar