*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini
Sejarawan adalah ahli sejarah atau sarjana sejarah.
Di luar itu ada yang disebut peminat sejarah, seperti saya. Saya sendiri adalah
seorang ekonom, seorang ahli ekonomi, sarjana ekonomi dan bisnis. Oleh karena
bidang ekonomi memerlukan aspek sejarah, maka saya menjadi peminat sejarah.
Lantas apakah ada sejarawan (misalnya di Indonesa) yang memfokuskan sejarah
ekonomi dan bisnis? Dalam hal inilah para peminat sejarah dapat membantu para
sejarawan dan sarjana sejarah.
Sejarawan adalah orang yang mempelajari dan menulis mengenai masa lalu. Sebagian sejarawan diakui berdasarkan publikasi atau pelatihan dan pengalamannya. "Sejarawan" menjadi pekerjaan profesional pada akhir abad ke-19 setelah universitas riset bermunculan. Sejarawan pertama yang diketahui berpikir kritis adalah Thukidides. Dalam menulis sejarah, ia bersifat kritis karena menceritakan caranya mengumpulkan bahan-bahan kesejarahan dan memisahkan daya khayal. Pidato-pidato para tokoh sejarah yang ditulisnya dibuat semirip mungkin dengan ucapan aslinya. Permasalahan utama di dalam sejarah adalah waktu dan peristiwa. Kecenderungan utama dari sejarawan adalah membuat daftar periode waktu dimana sejarawan cenderung mengurangi kebenaran sejarah ketika berkaitan dengan penulisan sejarah perkembangan negaranya. Sejarah yang ditulis sejarawan pada masa-masa ini diubah dan disesuaikan sehingga dapat menimbulkan rasa bangga dari warga negara atas kaum pahlawan dari negaranya dan juga kecenderungan melakukan penyesuaian khususnya pada pengajaran sejarah. Pekerjaan utama sejarawan adalah menyusun ulang peristiwa-peristiwa yang terjadi, dengan menggunakan metode sejarah dan historiografi namun sejarawan tetap mengalami kesulitan dalam menetapkan sejarah, karena kejadian-kejadian di masa lampau sama sekali tidak dapat diceritakan sama persis seperti aslinya. Sejarawan berusaha menafsirkan mengenai apa dan bagaimana suatu peristiwa sejarah dapat terjadi, membedakan antara yang menjadi dan yang terjadi. Oleh karenanya tiap sejarawan dapat mengisahkan sebuah peristiwa sejarah yang sama dengan kisah yang berbeda. Perbedaan ini tidak terletak pada sumber-sumber data sejarah yang digunakan, namun berbeda pada cara penafsiran dan penyimpulan dari sumber-sumber data. Sejarawan akademis dan sejarawan informal semakin jelas perbedaannya sejak tahun 1960. Aturan: bersikap kritis dan keyakinan atas saksi. Prosedur kerja: penemuan jejak-jejak sejarah dan pengumpulan sumber sekunder (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah sejarawan Soerakarta
dan ahli sejarah berbasis data? Seperti disebut di atas, sejarawan adalah ahli/sarjana
sejarah dan pihak lain yang berminat sejarah (pengetahuan dan metodologinya)
disebut peminat sejarah. Okelah, itu satu hal. Dalam hal ini kita berbicara
siapa sejarawan/peminat sejarah di Soerakarta? Ada satu nama yang perlu disebut
pada era Pemerintah Hindia Belanda yang menulis sejarah Perang Jawa 1746-1755
dan sejarah Perang Jawa 1825-1830. Lalu bagaimana sejarah sejarawan Soerakarta
dan ahli sejarah berbasis data? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan
sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Sejarawan Soerakarta dan Ahli Sejarah Berbasis Data; Perang Jawa 1746-1755 dan Perang Jawa 1825-1830
Sejarawan atau ahli/sarjana sejarah satu hal, penulis sejarah adalah hal lain lagi. Ada sejarawan yang tidak pernah menulis sejarah. Sebaliknya ada peminat sejarah yang menulis sejarah. Lalu apakah sejarawan harus menulis sejarah? Itu soal lain. Sejarawan atau ahli/sarjana sejarah yang tidak menulis sejarah boleh jadi fokusnya tidak dalam penulisan/penelitian sejarah tetapi pada pengajaran sejarah, Sejarawan semacam ini tidak ada bedanya dengan para peminat sejarah yang suka membaca tulisan-tulisan sejarah. Namun para peminat sejarah banyak yang menulis sejarah apapun bidang dan profesinya.
Sebelum bidang sejarah diajarkan di universitas, sejarah ditulis oleh
banyak individu yang berasal dari berbagai bidang/profesi. Ada pejabat, ada
guru, ada tantara dan orang biasa. Mereka adalah para peminat sejarah.
Tulisan-tulisan mereka ini yang juga banyak dikutip para sejarawan masa kini
(tentu saja oleh para peminat sejarah dan penulis sejarah). Mereka tentu saa
tidak memiliki bekal motologi, karena memang belum ada bidang sejarah diajarkan
di perguruan tinggi (level pendidikan yang mengajarkan metodologi). Lain dulu,
lain sekarang. Tempoe doeloe tidak dibedakan, tetapi kini dibedakan. Oleh
karena itu, tempo doeloe banyak yang bukan sejarawan yang menulis sejarah.
Satu penulis sejarah tempo doeloe, pada era Pemerintah Hindia Belanda adalah PJF Louw. Seorang prajurit dengan pangkat letnan satu. PJF Louw menulis sejarah Perang Jawa (1746-1755). Judul ini tentu saja judul besar, suatu topik yang khusus yang membutuhkan kehati-hatian. Sejarah perang Jawa dalam hal ini adalah sejarah yang terjadi pada era VOC. Ini mengingatkan seorang Belanda penulis sejarah geografi Hindia Timur, Francois Valentijn yang bukunya diterbitkan pada tahun 1726. Lepas dari soal akurasi, seperti halnya buku Valentijn, keuatamaan buku PJF Louw karena peristiwa (perang) itu terjadi di masa lampu pada era VOC.
Banyak para perwira tinggi menulis memorinya tentang suatu perang di
Hindia Belanda, bagaimana keterlibatannya dengan perang dan bagaimana ia
menggambarkan situasi dan kondisi perang itu sendiri, tetap sangat jarang yang
menulis secara keseluruhan perang itu dalam satu judul tunggal. PJF Louw adalah
generasi setelah perang, menulis buku sejarah perang di masa damai. Generasi
sejaman dengan PJF Louw adalah seorang letnan yang ikut berperang dalam Perang
Lombok, Luitenant WE Asbeek Brusse. Berdua dengan Dr CJ Neeb yang ikut berpartisipasi
dengan perang, Luitenant WE Asbeek Brusse sepulang dari Perang Lombok
(1894-1895) keduanya mengumpulkan kisah mereka di Lombok dalam satu buku dengan
judul Naar Lombok yang diterbitkan tahun 1897. Buku ini dapat dikatakan
setengah memoir, tetapi tidak sepenuhnya buku sejarah sebagaimana buku sejarah
yang ditulis oleh PJF Louw.
Buku sejarah Perang Jawa (1846-1755) yang ditulis oleh PJF Louw tentulah harus diapresiasi karena merupakan buku pertama tentang sejarah perang pada era VOC tersebut. Tugas para penulis lainnya yang mengkritisi isi buku tersebut. Yang juga ingin ditunjukkan disini, bahwa buku Perang Jawa (1746-1755) dan buku yang akan disebut nanti Perang Jawa (1825-1830) dianggap penting tentang sejarah di Jawa, khususnya di wilayah Soerakarta karena peristiwanya menyangkut semua pihak yang secara garis besar antara pihak militer (pemerintah) VOC dengan pihak kerajaan (di Soerakarta).
Keutamaan buku sejarah Perang Jawa 1745-1755), PJF Louw sebagai seorang
perwira muda mencoba membuka dokumen-dokomen yang berkaitan dengan perang yang
dapat dikatakan berserakan di berbagai tempat. Hal serupa ini yang pernah
dilakukan oleh Francois Valentijn yang tidak hanya membaca dokumen di sekretarit
VOC, Valentijn juga membaca teks-teks catatan kasteel Batavia (Daghregister), plus
sumber-sumber Portugis yang tersisa di Malakan dan berbagai perpustakaan di
Eropa. Dalam hal ini sebenarnya buku PJF Louw dan buku Francois Valentijn harus
dipandang sebagai dokumentasi dokumen yang jauh lebih penting dari arti buku
sendiri.
PJF Louw meski hanya berpangkat letnan, perwira terendah dalam struktur perwira militer Pemerintah Hindia Belanda, dalam hubungannya dengan sejarah Soerakarta harus diposisikan sebagai orang yang menulis sejarah Soerakarta meski judulnya spesifik yakni Perang Jawa. Dalam buku ini sebenarnya menggambarkan inti sejarah kerajaan Soerakarta itu sendiri, sebagai representasi Jawa pada masa itu. Buku karya PJF Louw haruslah dipandang sebagai pertama yang harus dibaca lebih dahulu oleh para penulis-penulis sejarah berikutnya.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Perang Jawa 1746-1755 dan Perang Jawa 1825-1830: Siapa Saja Sejarawan Sejarah Soerakarta?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar