Sabtu, 04 Februari 2023

Sejarah Surakarta (78): Nama Surakarta Jadi Kota dan Nama Yogyakarta Jadi Provinsi; Residentie Soerakarta-Residentie Jogjakarta


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, system pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer, mulai dibentuk dewan (KNIP). Seiring dengan memanasnya suhu politik di Djakarta (antara Sekutu/Inggris dan Belanda/NICA di satu pihak dan Pemerintah Indonesia dan para pejuang kemerdekaan di sisi lain) dewan baru ini ‘dipusatkan’ di Jogjakarta. Dengan semakin gentingnya di ibu kota, dewan di Jogjakarta ini meminta Presiden Soekarno dan pemerintahan dipindahkan ke Jogjakarta. Lalu setelah berbagai pertimbangan, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohamad Hatta dan Menteri Penerangan/Pertahanan Amir Sjarifoeddin Harahap pada tanggal 3 Januari 1946 berangkat ke Jogjakarta. Sejak inilah secara defacto ibu kota RI di Jogjakarta. 


Saat terbentuk Republik Indonesia (setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945), tanggal 1 September 1945 Paku Buwana XII mengeluarkan maklumat bahwa Nagari Surakarta Hadiningrat mendukung dan berada di belakang Pemerintah Republik Indonesia. Selama 10 bulan, Surakarta berstatus sebagai daerah istimewa setingkat provinsi (Daerah Istimewa Surakarta; diatur dalam Penetapan Pemerintah No. 16/SD Tahun 1946 dan Surat Wakil Presiden tanggal 12 September 1949). Karena berkembang gerakan antimonarki di Surakarta serta kerusuhan, penculikan, dan pembunuhan pejabat-pejabat Daerah Istimewa Surakarta, tanggal 16 Juni 1946 pemerintah RI membekukan status Daerah Istimewa di Surakarta dan menghilangkan kekuasaan politik Raja Nagari Surakarta dan Adipati Nagari Surakarta. Kemudian Surakarta ditetapkan menjadi tempat kedudukan dari residen, yang memimpin Karesidenan Surakarta. Karesidenan Surakarta terdiri dari daerah-daerah Kota Praja Surakarta, kabupaten-kabupaten Karanganyar, Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Boyolali. Tanggal 16 Juni 1946 diperingati sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta modern. Setelah Karesidenan Surakarta dihapuskan pada tanggal 4 Juli 1950, Surakarta menjadi kota di bawah administrasi Provinsi Jawa Tengah (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah nama Soerakarta jadi Kota dan nama Jogjakarta jadi Provinsi? Seperti disebut di atas, itu bermula pada era perang kemerdekaan Indonesia, Nama Jogjakarta menjadi sangat penting karena dijadikan sebagai ibukota RI di pengungsian. Bagaimana dengan nama Soerakarta? Sejak tempo doeloe disebut Residentie Soerakarta dan Residentie Jogjakarta, bahkan Soerakarta lebih awal menyandang status nama residentie. Lalu bagaimana sejarah nama Soerakarta jadi Kota dan nama Jogjakarta jadi Provinsi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Soerakarta Jadi Kota dan Nama Jogjakarta Jadi Provinsi; Residentie Soerakarta dan Residentie Jogjakarta 

Kota adalah daerah tingkat dua pada masa ini (setara kabupaten, bagian dari provinsi), Pada era Pemerintah Hindia Belanda, kota disebut gemeente, yang dibedakan dengan gewest. Gemeente dalam hal ini setingkat Kota sekarang, dipimpin oleh seorang Wali Kota (Burgemeester). Gemeente memiliki dewan kota (gemeenteraad) sendiri. Kota Soerakarta termasuk salah satu gemeente. Pada masa pendudukan Jepang, status gemeente ini dikocok ulang. Dua yang berstatus kota adalah Djakarta dan Soerabaja. Wali Kota di Kota Soerabaja diangkat Radjamin Nasoetion. Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, khususnya masa perang kemerdekaan masih bersifat wilayah yang lebih luas, dimana fungsi Residen diangkat dan kemudian di wilayah Republik dibentuk fungsi Gubernur Militer. Pasca gencatan senjata (proses KMB) berjalan, di Soerakarta mulai dibentuk pemerintahan kota (semacam gemeente sebelumnya).


De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 07-12-1949: ‘Dewan Kota dan Kepala Dinas. Sabtu pagi, pelantikan Dewan Kota Soerakarta dan berbagai kepala dinas setempat berlangsung di halaman depan rumah mantan Gubernur. Pelantikan yang dilakukan oleh Wali Kota Achmad ini diawali dengan pengibaran bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raja. Sorjopranoto dilantik sebagai pelaksana tugas wali kota Solo dan Sarbini sebagai wakil walikota. Sekda adalah Nasroen dan Soemantri. Nama-nama yang diangkat sebagai kepala dinas adalah: Djokosantoso (Pemerintahan Rakyat), Sachlani (Informasi), Pamoedjo (Keuangan), Wakito (Kesra), Soejood (Pajak), Slamet (Pendidikan), AW Gani (Pekerjaan Umum), Wijoto (Dinas Sosial), Dr Soeparno (Kesehatan Masyarakat), Arief (Perumahan ), Syamsoeddin (Agama) dan Ir. Sanusi (Ekonomi)’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Residentie Soerakarta dan Residentie Jogjakarta: Sejak Era VOC Soerakarta Menjadi Residentie

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar