Kamis, 27 Juli 2023

Sejarah Sepak Bola Indonesia (10): Pribumi, Klub di Perserikatan NIVU dan Perserikatan PSSI; Klub Tapanoeli di Medan dan Batavia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sepak Bola Indonesia di blog ini Klik Disini

Pada dasarnya semasa Pemerintah Hindia Belanda, orang pribumi belajar sepak bola dari orang Eropa/Belanda. Dalam hal ini permainan sepak bola di Indonesia (baca: Hindia) diimpor dari Inggris dan Belanda. Mengapa juga Inggris? Karena orang-orang Inggris juga ada yang bermain sepak bola di Hindia. Bagaimana sepak bola pribumi bermula? Apakah dimulai di Medan? Ada baiknya perlu memahami sepak bola pribumi yang berasal dari Tapanoeli yang berada di Medan dan Batavia.


Voetbal, Volksraad dan Hari Sepakbola Hindia Belanda. Selasa, 16 April 2013. Jakarta. Klub sepakbola dijadikan alat kampanye politik bukan barang baru. Kita bisa menengok kembali ke masa yang jauh, pada 1917. De Sumatra Post 15-11-1917, ditemukan berita berjudul "Deli, de Volksraad en de Voetbal". Kendati eksemplar De Sumatra Post yang saya temukan itu sudah buram dan di sana-sini tak terbaca, khusus berita berjudul "Deli, de Volksraad en de Voetbal" itu masih relatif jelas terbaca. Dan di situ saya menemukan bagaimana sebuah klub sepakbola menawarkan dirinya menjadi bagian dari kampanye pemilihan anggota Volksraad. Nama klub itu adalah "Boeih Merdeka". Kandidat anggota Volksraad disebut dalam berita adalah Mr. Baradja, T. Moesa dan Dr. Abdul Rasjid. Nama yang terakhir itu akhirnya berhasil menjadi anggota Volksraad mewakili Sumatera Utara dan karier politiknya terus bertahan sampai kedatangan Jepang. Saat masih bersekolah di STOVIA aktif bermain sepakbola juga menjadi pengurus klub sepakbola STOVIA. Suratkabar Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie edisi 30 Agustus 1907 menyebut dalam struktur kepengurusan klub Abdul Rasjid menjadi Commissarissen van Materiaal. Di Volksraad, Abdul Rasjid dikenal sebagai anggota Fraksi Nasional yang gigih mengkampanyekan penggunaan bahasa Indonesia dalam sidang-sidang di Volksraad (https://sport.detik.com/). 

Lantas bagaimana sejarah klub pribumi di perserikatan nasional NIVU dan perserikatan nasional PSSI? Seperti disebut di atas, ada dua perserikatan sepak bola semasa Pemerintah Hindia Belanda. PSSI adalah wadah nasional sepak bola pribumi. Bagaimana klub Tapanoeli di Medan dan Batavia? Lalu bagaimana sejarah klub pribumi di perserikatan nasional NIVU dan perserikatan nasional PSSI? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Klub Pribumi di Perserikatan NIVU dan Perserikatan PSSI; Klub Tapanoeli di Medan dan Batavia

Pada tahun 1908 ada sejumlah klub pribumi yang berpartisipasi di dalam kompetisi (liga) sepak bola. Yang paling banyak adalah di Medan (Deli Voetbalbond) salah satu diantaranya Tapanoeli Voetbalclub (Tapanoeli VC). Sementara di Jawa hanya klub STOVIA di Bataviasche Voetbalbond (di Batavia); dan OSVIA di Preanger Voetbalbond (di Bandoeng). Kompetisi di Batavia dimulai tahun 1904 yang diikuti oleh enam klub, yakni: VIOS, Bataviasch Voetbal Club (BVC), Oliveo, Hercules, Vooruit dan Docter Djawa School (nama diubah menjadi STOVIA). Dua pemain Docter Djawa School dalam kompetisi perdana ini adalah Abdoel Hakim Nasoetion dan Mohamad Daoelaj.


Klub STOVIA adalah klub yang dibentuk di sekolah kedokteran pribumi (STOVIA) di Batavia; sedangkan Klub OSVIA dibentuk di sekolah pamong pribumi (OSVIA) di Bandoeng. Pada tahun 1907 dilakukan pergantian pengurus, yang mana pengurus baru terdiri dari Aripin sebagai ketua dan salah satu komisaris adalah Abdoel Rasjid (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1907).  Salah satu pemain klub STOVIA adalah Radjamin Nasoetion. Pada tahun 1908 Aripin lulus ujian transisi dari kelas dua naik ke kelas tiga tingkat medik; Abdoel Rasijd Siregar naik dari kelas sat uke kelas dua tingkat medik. Sementara Radjamin Nasoetion naik dari kelas dua ke kelas tiga tingkat persiapan. Untuk sekadar menambahkan salah satu yang naik dari kelas tiga ke kelas empat tingkat medik adalah R Soetomo (yang pada bulan Mei mendirikan organisasi kebangsaan Boedi Oetomo). Pada tahun 1905 sebelumnya, Abdoel Hakim lulus dan mendapat gelar dokter Bersama dengan Tjipto Mangoenkoeosoemo; Mohamad Daoelaj lulus tahun 1906.

Lantas mengapa di Batavia hanya Docter Djawa/STOVIA yang berpartisipasi dalam kompetisi? Pertanyaan yang sama juga dapat dialamatkan di Soerabaja dan di Semarang mengapa tidak ada terinformasikan klub pribumi yang berpartisipasi dalam kompetisi? Apakah karena kesiapan klub pribumi atau tingkat kualitas tim di kota-kota tersebut? 


Di Tapanoeli tidak terinformasikan apakah sudah ada pertandingan sepak bola. Namun anehnya, para pemuda asal Tapanoeli terbilang yang cukup adaptif dan menggemari permainan sepak bola. Bermula tidak di kampong halaman tetapi di daerah perantauan. Sejauh diketahui, klub pertama pribumi didirikan tahun 1903 (lihat De Sumatra post, 10-10-1904). Klub tersebut adalah Toengkoe Voetbal Club disingkat TVC dan Letterzetters Club (LZ Club). Klub LZ adalah klub sepak bola anak-anak Angkola Mandailing (residentie Tapanoeli) di Medan, sedangkan TVC adalah klub para pengeran di Bindjei. TVC berkompetisi di divisi-1 di Medan dan LZ Club di divisi-2 (lihat De Sumatra post, 02-12-1905). Klub LZ dibentuk oleh anak-anak muda di Medan yang bekerja di percetakan. Salah satu percetakan terkenal di Medan adalah investasi Haji Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda (yang berpusat di Padang).

Di Medan, jumlah klub yang bermain di divisi 2 dan 3 lebih banyak dibandingkan yang bermain di divisi 1 (divisi utama). Di Batavia sebenarnya ada juga klub pribumi (selain Docter Djawa/STOVIA) tetapi yang lainnya mungkin tidak tertampung (hanya dibatasi karena alasan tertentu—dengan mempertimbangkan lamanya putaran kompetisi) di dalam kompetisi. Juga perlu diingat, factor media juga selektif tentang apa dan siapa yang diberitakan. Hal itu diduga yang menyebabkan klub-klub pribumi yang terbentuk kurang terinformasikan.


Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 22-07-1905: ‘Pertandingan sepak bola pribumi (Inlandsch- Voetbal) pada Minggu sore pukul setengah empat antara klub Gang Solitude dan Gang Timboel di Meester Cornelis. Pertandingan disponsori oleh firma Thio Tek Hong. Kedua klub bersedia atas permintaan editor dari BintangHiudia. Hasil pertandingan 3-2 untuk Gang Solitude. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 24-07-1905: ‘Besok akan dilangsungkan antara Kampong Norbek dengan Gang Petjenongan. Sponsor tetap Toko Thio Tek Hong dan kostum disediakan Bintang Hindia’. Selain nama-nama tersebut juga terinformasikan klub Kampung Manggis VC dan Kwitang VC. Klassemen sementara (1907)

Saat jeda kompetisi sepak bola (kegiatan pramusim) tahun 1909, klub-klub di Batavia melakukan tur. Ada yang melakukan tur ke Semarang dan bahkan Soerabaja, tetapi umumnya klub-klub Batavia lebih memilih klub-klub Bandung untuk alasan tertentu: lebih dekat, akses cepat dan sekaligus wisata (membawa anggota keluarga) dan juga karena sudah sejak lama hubungan antara klub Bandung dan klub Jakarta terjalin dalam pertandingan persahabatan. Klub Docter Djawa School (STOVIA) sebenarnya bisa dengan mudah melakukan tur pramusim ke Bandung karena di sepak bola Bandung ada OSVIA. Namun, tak terduga, Docter Djawa Club justru melakukan tur ke tempat jauh di Medan.


Sejauh ini belum pernah terinformasikan oleh klub-klub orang Belanda di Batavia melakukan kunjungaan ke Medan (misalnya klub orang Belanda Voorwaarts di Medan). Inilah yang terjadi pada bulan April 1909: Docter Djawa Club melawat ke Medan. Klub tujuannya di Medan hanya satu, yakni: Medan Tapanoeli Club yang juga berpartisipasi dalam kompetisi (bond) di Medan.

Klub STOVIA ke Medan sudah barang tentu dengan pelayaran kapal laut. Hal ini dapat dilakukan seiring dengan libur sekolah. Lantas mengapa yang dikunjungi klub STOVIA di Medan hanya klub Tapanoeli VC?  Hal ini dapat dihubungkan dengan salah satu pengurun STOVIA VC adalah Abdoel Rasjid Siregar dengan kapten tim klub STOVIA Radjamin Nasoetion. Klub Tapanoeli VC di Medan adalah klub orang-orang Tapanuli yang berasal dari (afdeeling) Padang Sidempoean (sebelumnya afdeeling Angkola Mandailing). Boleh juga karena kadiran Mohamad Daoelaj di Medan. Sebagaimana diketahui, Mohamad Daoelaj lulus 1906 dan pada tahun 1909 ditempatkan di Medan sebagai dokter pemerintah.


De Sumatra post, 17-04-1909: ‘Sore ini dilakukan pertandingan antara Tapanoeli VC vs Docter Djawa Club di lapangan Esplanade. De Sumatra post, 19-04-1909 melaporkan hasil pertandingan Tapanoeli vs Docter Djawa Club dengan skor 1-3. Pada babak pertama Docter Djawa Club yang berkostum blau-witten (biru-putih) menang dua gol. Setelah istirahat, Tapanoeli yang berkostum merah-hijau pada permulaan pertandingan berhasil memperkecil skor. Docter Djawa Club akhirnya memenangkan pertandingan setelah menambah satu gol lagi’.

Klub Docter Djawa/STOVIA yang melawat ke Medan menjadi heboh di Batavia, Medan, Bandoeng dan Semarang. Menagapa? Sebab inilah lawatan klub sepak bola yang terjauh yang pernah ada di Hindia. Berita-berita di surat kabar mendapat pujian. Disebutkan lawatan Docter Djawa Club ke Medan telah menandai sepak bola Nederlandsch Indie (Hindia Belanda) menjadi terhubung antara Jawa dan Sumatra.


Para gibol, utamanya orang-orang Belanda di Batavia sedikit tersenyum. Karena selama ini pers Inggris di Penang dan Singapore kerap mengejek sepak bola Nederlandsche Indie yang hanya mengetahui kekuatannya sendiri (terbatas di Jawa). Klub-klub Penang dan Singapore sejak 1890an sudah sering melawat ke Medan, demikian sebaliknya Tim Deli (gabungan dari Medan Sportclub dan Langkat Sportclub) beberapa kali melawat ke Penang dan Singapore. Dengan melawatnya Docter Djawa Club ke Medan di satu sisi sedikit melipur lara bagi para ‘gibol’ di Batavia, sementara di sisi lain sedikit bertanya-tanya: Mengapa harus Docter Djawa Club yang melakukan itu? Dan mengapa bukan klub-klub orang Belanda?

Lawatan Docter Djawa Club ke Medan bukan tanpa rencana, tetapi boleh jadi suatu desain besar yang mengedapankan satu misi: persahabatan sesama anak bangsa (pribumi). Menurut surat kabar, selama di Medan Docter Djawa VC, kebutuhan pemondokan dan akomodasi lainnya ditanggung oleh Tapanoeli VC (tidak disebutkan apa termasuk ongkos perjalanan pp)


Para pemain klub Docter Djawa selama di Medan tidak kemana-mana. Kunjungan yang cukup lama di Medan malah lebih banyak berdiam diri di kota. Pada waktu itu, Brastagi belum ada, ke danau Toba juga belum ada akses jalan, tentu saja belum ada mobil meski sudah ada spoor ke Pematang Siantar, tetapi dari Pematang Siantar ke danau Toba hanya bisa dilalui oleh pedati. Lagi pula, di sekitar danau Toba masih belum kondusif setelah dua tahun sebelumnya (1907) terjadi perang puncak antara militer Belanda dengan (pengikut) Sisingamangaraja XII.

Hubungan berbangsa dalam lawatan klub STOVIA di Batavia dan klub Tapanoeli VC di Medan terkesan dari seorang pembaca menulis di Sumatra Post, 03-11-1909. Disebutkannya bahwa kapten tim Docter Djawa/STOVIA adalah Radjamin, sedangkan kapten dari klub Tapanoeli VC dari namanya terkesan nama seorang anak peranakan Jawa di Medan.


Pada tahun 1909 in dapat dikatakan tahun-tahun dimulainya awal kebangkitan bangsa (pribumi). Sebagaimana diketahui pada tahun 1908 di Batavia, siswa-siswa asal Jawa syudi di STOVIA yang dipimpin oleh R Soetomo dkk pada bulan Mei telah mendirikan organisasi kebangsaan Boedi Oetomo. Pada bulan Oktober 1908 di Belanda, Radjioen Harahap gelar Soeran Casajangan berinisiatif membentuk organisasi kebangsaan di Belanda. Soetan Casajangan mengundang semua siswa/mahasiswa pribumi asal Hindia di tempat kediamannnya di Leiden untuk membentuk organisasi kebangsaan. Lalu dibentuk organisasi tersebut dengan nama Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia). Dalam rapat secara aklamasi mengangkat Soetan Casajangan sebagai presiden. Soetan Casajangan kemudian menunjuk Raden Soemitro sebagai sekretaris. Lalu dibentuk satu komite untuk Menyusun statute organisasi (AD/ART) yang terdiri dari Soetan Casajangan, R Soemitro, Hoesein Djajadiningrat dan Raden Kartono (abang dari RA Kartini). Padaa tahun 1910 salah satu siswa pribumi yang berasal dari Hindia tiba di Belanda untuk studi adalah Abdoel Firman gelar Mengaradja Soeangkoepon (adik dari Abdoel Rasjid).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Klub Tapanoeli di Medan dan Batavia: Pemain Sepak Bola Asal Padang Sidempoean di Berbagai Kota Semasa Pemerintah Hindia Belanda

Pada tahun 1910, Abdoel Rasjid tidak lagi menjadi pengurus STOVIA VC (karena sudah digantikan pengurus baru). Namun nama Abdoel Rasjid diketahui menjadi sekretaris klub catur STOVIA yakni Schaakclub STOVIA (lihat De Preanger-bode, 06-04-1910). Dalam urusan olah raga tampanya Abdoel Rasjid, tidak hanya kakinya yang bekerja, juga otaknya. Di STOVIA juga Abdoel Rasjid terbilang yang lancar studi (tidak pernah tertinggal).


Pada bulan Mei 1912, perserikatan pribumi (Indische Voetbalbond) di Batavia melakukan rapat umum luar biasa (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 06-05-1912). Pembentukan perserikatan pribumi merupakan wujud dari adanya perkembangan sepak bola yang signifikan di kalangan penduduk pribumi, sementara sepakbola di kalangan orang Eropa/Belanda terkesan semakin ekslusif. Memang ada juga beberapa orang pribumi yang bermain di klub-klub orang Eropa/Belanda. Klub Oliveo termasuk klub orang Eropa/Belanda yang merespon baik terhadap terbentuknya Indische Voetbalbond. Oliveo adalah salah satu klub tertua di Batavia. Klub ini didirikan pada tahun 6 Juli 1902. Pada tahun ini (1912) adalah peringatan 10-jarig jubileum yang dihadiri fans Olivio yang disebut Velooitas  (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 28-06-1912). Jika klub ini berumur panjang, maka usianya akan sama dengan klub besar MU di Inggris (yang didirikan tahun 1902). Karenanya, sejak bola di Batavia tidak kalah-kalah amat sama kota Manchester. Untuk merayakan satu dasawarsa klub ini dari tanggal 7 hingga 13 Juli (selain pertandingan klub orang Eropa/Belanda) juga akan diadakan pertandingan antar klub pribumi. Delapan klub pribumi yang diundang adalah Pedjambon, Kampoeng Djawa, Parapatan, Tjahja Kwitang, Kali Pasir, Sinar Boelan (Petodjo), Setia Oetema (Gang Solitude) dan Gang Sambon.

Pada tahun 1914 Abdoel Rasjid lulus ujian kedua praktek yang kemudian mendapat gelar Indisch Arts (Dokter Hindia). Dr Abdoel Rasjid Siregar diangkat sebagai dokter pemerintah di Burgelijken Geneeskundigen Dienst/Stadsverban (rumah sakit kota) di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-07-1914). Tidak lama kemudian diberitakan Dr Abdoel Rasjid diangkat sebagai dokter pemerintah di Medan (lihat De nieuwe vorstenlanden, 24-07-1914).


Nama Dr Abdoel Rasjid di Medan cepat terkenal, Boleh jadi karena Abdoel Rasjid bersama STOVIA VC tahun 1909 namanya sudah dikenal di Medan dalam pertandingan persahabatan Tapanoeli VC di Medan. Dalam rapat organisasi kemasyarakatan (societetit) Medan Prijaji di Medan terpilih sebagai presiden (lihat Deli courant, 14-01-1915). Anggotanya non pribumi. Untuk orang Eropa/Belanda adalah De Wiite Societeit. Lalu pada tahun 1916 Dr Abdoel Rasjid menjadi anggota komite pendidikan di province Oostkust van Sumatra (lihat Deli courant, 10-03-1916). Dalam perkembangannya, terpilih menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Tandjoeng Balai tahun 1917 (lihat De Locomotief, 11-07-1917).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar