Jumat, 07 Juli 2023

Sejarah Tata Kota Indonesia (14): Tata Kota Banjarmasin Sungai Barito; Martapura dan Daerah Aliran Sungai Tatas (Banjarbaru)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Sejarah awal tata kota Banjarmasin di Indonesia termasuk yang sangat unik. Sulit menemukan padanannya. Mengapa? Jika pun coba membandingkan dengan sejarah awal Batavia (Jacatra-Jakarta) tidak juga dapat dibandingkan. Kota Martapura juga turut mempengaruhi sejarah awal tata kota Banjarmasin. Kota Banjarmasin terbentuk di posisi sulit antara sungai besar sungai Barito dengan sungai Tatas/Martapura.  Di wilayah Martapura ini kemudian terbentuk Kota Banjarbaru.


Kompas.com. 19-05-2022. Sampai dengan tahun 1664 surat-surat dari Belanda ke Indonesia untuk kerajaan Banjarmasin masih menyebut Kerajaan Banjarmasin dalam ucapan Belanda “Bandzermash”. Setelah tahun 1664 sebutan itu berubah menjadi Bandjarmassin, dan pertengahan abad 19, sejak jaman Jepang kembali disebut Bandjarmasin atau dalam ejaan baru Bahasa Indonesia menjadi Banjarmasin. Disebutkan pula bahwa nama lain Kota Banjarmasin adalah Kota Tatas. Nama Kota Tatas ini diambil dari nama Pulau Tatas yaitu delat yang membentuk wilayah kecamatan Banjarmasin Barat dan sebagian Banjarmasin Tengah. Ini dahulunya merupakan kawasan yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan Residen Belanda. Di Kalimantan juga terkenal adanya sebuah benteng besar tempat tinggal tentara Belanda yang disebut dengan Fort Van Tatas atau Benteng Tatas. Benteng Tatas ini dikelilingi oleh sungai atau kanal Tatas yang seolah membentuk pulau mengelilingi benteng, diawali invasi bangsa Eropada pada tahun 1606, armada VOC. Dengan alasan membuka jalur perdagangan di jalur Nusantara melalui Kalimantan, VOC membangun benteng besar ini untuk mereka tinggal. (https://www.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah tata kota di Banjarmasin di daerah aliran sungai Barito? Seperti disebut di atas, kota Banjarmasin terbentuk di kawasan yang sulit karena factor sungai Barito dan sungai Tatas. Hingga masa ini, factor kedua sungai ini masih mudah diamati. Lalu bagaimana sejarah tata kota di Banjarmasin di daerah aliran sungai Barito? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tata Kota di Banjarmasin Daerah Aliran Sungai Barito; Kota Martapura di Daerah Aliran Sungai Tatas

Kapan nama Bandjarmasin diidentifikasi? Setelah oramg-orang Portugis hampir satu abad memetakan pulau Borneo, orang Belanda kemudian menyusul. Orang Portugis pertama yang mengunjungi pulau ini adalah George Menesez pada tahun 1521 di Borneo yang mana orang Portugis kemudian menamai pulau dengan Borneo yang mengacu pada nama kampong di teluk pantai utara Boernai (kini Brunei). Orang Belanda sendiri mengunjungi pulai ini pada tahun 1600 oleh Oliver van Noort (lihat Almanak. 1819).


Olivier van Noort telah mengunjungi (pelabnhan) Borneo. Ini dapat diperhatikan dari peta yang dibuat oleh Olivier van Noort pada tahun 1601 dengan judul peta 'Begin ende Voortgang'; Afteeckeninge van 't Eylandt Borneo. Peta ini tampaknya disalin Noort dari peta Portugis (dimana nama-nama Portugis banyak ditemukan). Dalam peta ini rute yang dilalui Noort dari arah Sumatra (melalui Natuna) terus ke pelabuhan (stad) Borneo. Disebutkan kapalnya diserang pada tanggal 1 Januari 1601 oleh sampan dari raja setempat. Olivier van Noort kemudian berlayar ke arah timur. Peta era Portugis.

Pada Peta 1601 (Oliver van Noort) nama Bandjarmasin tidak diidentifikasi. Nama yang diidentifikasi di Bandjarmasin adalah Taniampura. Pada Peta 1619 nama Bandjarmasin belum diidentifikasi (masih Taniampura). Kapal Belanda kemudian diketahui berada di pulau Boeneo pada tahun 1619.


Disebutkan pada tahun 1619 (lihat Almanak 1827) empat pelaut Belanda terbunuh saat melakukan pengiriman hasil produk ke Jawa (Batavia?). Setelah kejadian ini diduga orang-orang Belanda (VOC) telah meninggalkan wilayah. Ini dapat dibaca pada laporan Carl Bock (lihat Soerabaijasch handelsblad, 17-01-1882). Disebutkannya pada awal abad ke-17, perusahaan VOC disana (Bandjarmasin?) berdagang dengan penduduk asli tetapi kemudian ditinggalkan. Peta 1601

Nama Bandjarmasin paling tidak sudah teridentifikasi dengan jelas pada Peta 1657.  Pada peta ini juga sudah teridentifikasi nama-nama seperti Coetty (Koetai) Bandjarmasing, Sampit, Cottaringin (Kotawaringin), Soeccadana. Meski nama Borneo masih eksis namun kota yang ditandai sebagai kerajaan hanya Banjarmasin dan Soeccadana. Kota Borneo hanya ditandai sebagai kota seperti yang lainnya.


Carl Bock juga mencatat bahwa pada tahun 1706 Inggris mencoba mendirikan sebuah pabrik, tetapi sifat kaku mereka membuat Soeltan tidak senang sehingga Soeltan menyerbu pemukiman mereka dengan 8.000 orang dan membakarnya habis. Namun Inggris telah mengetahui rencana tersebut dan mundur ke kapal mereka sebelumnya. Tetapi ini tidak mencegah Soeltan untuk menyerang juga kapal-kapal itu, dua yang terbesar melarikan diri, tetapi juga membakar dua lainnya dengan semua orang di atasnya. Pada 1711 Belanda datang untuk mendirikan pemukiman disusul pembangunan benteng pada 1747. Empat puluh tahun kemudian, Soeltan menyerahkan seluruh wilayahnya.

Dalam peta-peta Belanda (VOC), nama-nama Portugis semakin berkurang dan digantikan oleh nama-nama lokal yang sesuai dengan nama-nama masa kini. Meski demikian nama pulau tetap disebut Borneo.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kota Martapura di Daerah Aliran Sungai Tatas/Martapura: Bagaimana Pengaruhnya Perkembangan Kota Banjarmasin

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar