*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini
Pada
tahun 2021 Pemerintah Timor Leste mulai merencanakan penataan ulang tata kota
Dilli (lihat Jose Reis: Perencanaan Tata Kota Dilli Sangat Pentinghttps://id.tatoli.tl/).
Salah satu pemicu gagasan itu terjadinya banjir bandang pada tanggal 4 Juli 2021.
Menteri Jose Reis menjelaskan pada tahun 2030 populasi di Dili akan menjadi 500.000
orang sehingga sangat sulit mengelola kota kecil seperti Dili dengan populasi
begitu besar.
Timor Lester sudah beberapa decade menjadi negara yang berdiri sendiri. Sebelumnya wilayah (negara) Timor Leste dengan nama Timor Timur adalah salah satu provinsi di Indonesia. Sebelum Timor Timur berintegrasi denganh wilayah Republik Indonesia, adalah wilayah yang terpisah dengan Indonesia dimana pengaruh Portugis masih ada. Gerakan politik yang terjadi (faksi-faksi yang ingin, memisahkan diri dari pengaruh Portugis, merdeka sepenuhnya dan diintegrasikan dengan, dengan Indonesia menyebabkan terjadi perang saudara yang pada akhirnya wilayah Timor Timur menjadi bagian dari wilayah Indonesia sebagai satu provinsi (bertetangga dengan provinsi Nus Tenggara Timur). Gerakan politik yang terus berlanjut untuk perjuangan kemerdekaan Timor Timur sepenuhnya menyebabkan wilayah Timor Timur dilepaskan kembali di wilayah Indonesia yang kemudian menjadi negara Timor Leste. Dalam konteks ini nama Dilli menjadi penting karena menjadi ibu kota selama ini. Dalam konteks Timor Leste yang telah merdeka sepenuhnya, pada tahun 2021 mulai merencanakan kembali tata kota Dilli.
Lantas bagaimana sejarah tata kota di Dilli pulau Timor? Seperti disebut di atas, kota Dilli menjadi ibu kota dari masa ke masa hingga hari ini. Dalam hal ini bagaimana kota Dilli terbentuk dan tumbuh berkembang sejak era Portugis dan VOC hingga semasa era Pemerintah Hindia Belanda dan era Republik Indonesia. Lalu bagaimana sejarah tata kota di Dilli pulau Timor? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Tata Kota di Dilli Pulau Timor; Era Portugis dan VOC hingga Semasa Pemerintah Hindia Belanda
Sebelum muncul nama Dili (Dilli, Dilly, Delly) di pulau Timor, kehadiran orang Portugis sudah begitu lama. Bahkan sejak kehadiran pertama orang Eropa ke Nusantara. Dalam ekspedisi pertama pelaut-pelaut Portugis dari Malaka ke Maluku (1511-1513) paling tidak sudah diidentifikasi dalam peta navigasi pelayaran mereka (Peta 21) tiga nama penting: Solor, Flores dan Timor. Meski sudah ada intensitas perdagangan pedagang-pedagang Portugus ke Timor dan sekitar, tetapi pemukiman orang Portugis baru muncul pada tahun 1557 dimana misionaris Portugis membuka stasion di Lahayong (pantai utara Flores).
Pos perdagangan utama Portugis terdapat di sejumlah wilayah, yang utama,
selain Malaka adalah Amboina, Kambioja dan Macao. Salah satu yang penting di pantai
utara Jawa adalah Banten dan di pantai utara Borneo adalah Broenai. Adanya arus
perdagangan antara Canton dan Timor dalam hal kayu gaharu (orang Moor bekerjsama
dengan orang pribumi) membuat pedagang Portugis mengambil alih. Lalu untuk mendukung
kepentingan pedagang-pedagang Portugis dan keberadaan stasion-stasion misi di
Flores dan Timor, Pemerintahan Portugis yang memiliki benteng kuat di Amboina
memperluas pertahanan dengan membangun benteng di Solor dan Cupang. Sehubungan
dengan tekanan Spanyol dari arah utara (kepulauan Filipina), Portugis
memperkaya benteng untumanya di Amboina pada tahun 1575. Praktis kekuatan
terpenting di nusantara/Hindia Timur antara Malaka dan Maluku ada di tangan Portugis.
Situasi mulai berubah, setelah Portugis dan Spanyol satu abad di Hindia Timur, dengan kehadiran pelaut-pelaut Belanda yang dimulai dari ekspedisi pertama di bawah pimpinan Cornelis de Houtman (1595-1597). Dalam kondisi zona nyaman Portugis (sudah sejak lama menyatu dengan penduduk asli) dan mulai sedikit lemah/abai terhadap ancaman musuh, pelaut-pelaut Belanda sebagai pendatang baru yang sangat bersemangat dalam perkembangannya mulai muncul keinginan untuk melawan Portugis dan mengusirnya dari Hindia Timur.
Ekspedisi-ekspedisi Belanda yang terus berdatangan ke Hindia Timur,
lambat laun mulai Portugis terusik. Pedagang-pedagang Portugis mulai mendapat
masalah di Atjeh dan Banten. Pada tahun 1605 ekspedisi Belanda yang dipimpin
oleh admiral van Hagen berhasil menaklukkan benteng Portugis di Amboina (yang
kemudian dijadikan Belanda sebagai pos perdagangan utama—benteng Victoria).
Lalu untuk meratakan jalan dari selat Sunda ke Maluku, ekspedisi Belanda
kemudian mengusir Portugis dari benteng Solor dan benteng Koepang pada tahun
1612. Habis sudah kekuatan Portugis di selatan khaatulistiwa dan kepulauan
Maluku (Belanda dan Spanyol berhadapan). Hancurnya benteng di Solor dan Koepang,
menyebabkan orang-orang Portugis dengan tanpa daya menyingkir ke wilayah timur
pulau Timor (wilayah yang kini menjadi Timor Leste). Dengan tanpa kekuatan, orang
Portugis di Timor bagian timur tidak diusik lagi oleh Belanda. Seiring dengan
relokasi pos perdagangan Belanda dari Amboina ke Batavia, target Belanda/VOC
adalah mengusir kekuatan Portugis di Malaka. Dengan kekuatan yang semakin kuat,
VOC berhasil menaklukkan Portugis di Malaka pada tahun 1641 dan kemudian
disusul penaklukan Portugis di Kamboja. Tamat sudah Portugis di Hindia Timur,
kecuali di dua tempat yakni di Timor bagian timur (tanpa kekuatan) dan di Macao
(masih cukup kuat). Belanda/VOC tidak puas sampai disitu, lalu mengusir Spanyol
dari Manado tahun 1657 dan kemudian disusul mengusir Spanyol di Ternate dan
Tidore (Spanyol kemudian hanya terkonsentrasi di kepulauan Filipina).
Kekalahan demiki kekalahan yang diterima Portugis dari Belanda/VOC, dan semakin melemahnya kekuatan Portugis di Hindia Timur, sebaliknya para misionaris Portugis yang sudah bekerja di Timor dan sekitar selama satu abad, dapat dikatakan cukup berhasil. Populasi penduduk di Flores, dan Timor serta pulau-pulau kecil sudah begitu menyatu dengan aktivitas misionaris Portugis. Pada fase ini secara dejure wilayah Portugis hanya tersisa di pulau Timor bagian timur tetapi secara defacto para misionaris Portugis tetap bekerja di seluruh Kawasan Timor dan sekitar. Dalam konteks ini pertanyaan penting diajukan, apakah sudah ada nama tempat yang disebut Dili?
Pada Peta 1695 di pulau Timor belum ada nama Dili diidentifikasi, tetapi
nama Coepang diidenttifikasi sebagai suatu tempat yang penting di teluk di
Timor bagian barat. Di pulau Timor bagian timur (Portugis) ada dua titik yang
ditandai sebagai pelabuhan di pantai utara. Ini mengindikasikan di pulau Timor
aktivitas perdagangan tampaknya banyak diperankan oleh pedagang-pedagang
Portugis (khususnya Timor bagian timur).
Nama Dilli baru teridentifikasi pada Peta 1756. Di area yang ditandai Dilli di sekitar muara sungai tidak ada indikasi pemukiman. Area pemukiman ada di sebelah barat Dilli (Liquica) dan di sebelah timur Dilli dan sebelah selatan pulau Timor. Di wilayah pemukiman ini ada sejumlah benteng yang dibangun. Di wilayah yurisdiksi Belanda/VOC di pulau Timor hanya diidentifikasi satu benteng Bernama Concordia di dekat Koepang. Ini mengindikasikan Timor Portugis lebih padat populasi dibandingkan dengan Timor Belanda. Boleh jadi di Kawasan, wilayah yurisdiksi Portugis hanya terbatas di Timor bagian timur. Fakta bahwa luasan wilayah kedua pihak di pulau sama besarnya. Boleh jadi banyaknya benteng di Timor bagian timur karena sewaktu-waktu bisa dari Belanda muncul ancaman.
Bagaimana nama Dilli muncu di pulau Timor? Tampaknya sulit dipastikan.
Sebab di pantai timur Sumatra sudah lebih awal diidentifikasi nama Delhi, Deli,
Dely. Dalam perkembangannya juga nama Dilli di Timor adakalanya ditulis Dilly,
Dhilly. Tentu saja di India juga ada nama Delhi (yurisdiksi Inggris). Namun
jangan lupa pada masa itu sudah disebut Delli atau Dilli juga digunakan orang
Eropa sebagai marga (family name). Keberadaan Dilli di Timor juga dapat
dihubungkan dengan nama Delly di pantai timur Sumatra (wilayah kota Medan
sekarang). Sebagaimana diketahui sejak era Portugis, pantai timur Sumatra
merupakan wilayah perdagangan Portugis yang berpusat di pantai barat Sumatra,
yang diduga menjadi sebab mengapa pada era VOC muncul perkampongan orang-orang
Melayu di pantai pulau Timor. Pada masa ini di pantai selatan NTT di pulau
Timor yang berdekatan dengan Timor Leste ada nama kabupaten Malaka. Oleh karena
itu sulit memastikan bagaimana nama Dilly muncul di pulau Timor. Fakta bahwa
nama Dilli yang diidentifikasi pada Peta 1656 masih eksis hingga sekarang
sebagai nama kota Dili (ibu kota negara Timor Leste).
Dilli di pulau Timor (wilayah Portugis) tampaknya adalah suatu kota baru. Kota-kota yang lebih tua sudah eksis jauh sebelumnya, termasuk kota Pante Macassar. Dalam peta yang lebih tua (Peta 1695) area yang diidentifikasi sebagai suatu pelabuhan bukan di area dimana kemudian muncul nama Dilli (Peta 1756). Lantas dimana pusat Portugis setelah terusir dari Timor bagian barat sulit diketahui secara pasti (sebab Dilli adalah tempat yang baru teridentifikasi). Namun untuk pusat Belanda tampaknya tetaop di Koepang (eks kota Portugis) yang kemudian Belanda membangun benteng yang lebih kuat yang diberi nama Fort Concordia.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Era Portugis dan VOC hingga Semasa Pemerintah Hindia Belanda dan Era Republik Indonesia: Kota Dili Masa ke Masa
Antara Eropa dan Hindia Timur sungguh berjauhan. Properti Portugis yang tersisa dari era keemanasan pelaut/pedagang Portugis di Hindia Timur hanya tersisa di Timor dan di Macao. Nilainya juga mungkin tidak berarti bagi Kerajaan Portugis di Eropa karena mahal di ongkos. Namun secara sosiologis (secara administrasi koloni_ Timor dan Macao tidak dilupakan. Orang-orang Portugis di Timor tampaknya sangat tergantung pada perdagangan orang Belanda di Hindia, lebih-lebih pada era Pemerintah Hindia Belanda. Bagi orang Portugis di Eropa, posisi kepemilikan Timor ibarat hidup segan, mati tak mau
Pemerintah Hindia Belanda sudah begitu kuat di Hindia (baca: Indonesia),
demikian juga Inggris sudah sangat kuat mulai dari India hingga Tiongkok di
utara dan Australia di selatan. Salah satu pos perdagangan dan kekuatan militer
Inggris di pantai timur Tiongkok berada di Hongkong. Kepemilikan Portugis seakan
berada di bawah bayang-bayang Inggris di Macao dan Belanda di Timor. Bagi orang
Inggris, wilayah Hongkong sendiri tidaklah ideal. Sebaliknya, orang-orang
Inggris lebih menginginkan Macao (lihat Algemeen Handelsblad, 26-11-1847). Disebutkan orang Inggris di Hong Kong
membandingkan masa tinggal mereka wilayah Makao, dan lebih memilih kepemilikan
Portugis itu. Akankah mereka, dengan kekuatan hukum yang terkuat, menguasai
tempat itu, dimana sekarang sekitar tiga abad bendera Portugis berkibar, atau
membelinya dengan uang? Lalu bagaimana nasib Dilly di Timor, milik
Portugis yang tak berarti itu, di tengah-tengah jajahan Belanda?
Tampaknya kepemilikan Portugis yang tersisa di Hindia Timur di Timor tampaknya tidak menarik bagi (Pemerintah Hindia) Belanda, sebaliknya Macao di pantai timur Tiongkok sangat menarik bagi Inggris. Wilayah Hindia bagi Belanda (wilayah Pemerintah Hindia Belanda) begitu luas dan kaya, mungkin tidak terburu-buru untuk tertarik pada pulau Timor bagian timur (yang dapat disatukan dengan Timor bagian barat), tetapi bisa juga dapat segera diakuisi karena alasan tertentu.
De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 20-08-1852: ‘Salah satu artikel yang terbaca di Singapore Frec Press: Dalam tahun terakhir kami melaporkan
kedatangan di Dilli (Timor) pejabat tinggi Portugis, Senor
Lopus da Lima, yang berwenang untuk untuk membawa Timor dalam semua keputusan,
pemukiman Portugis yang bersangkutan di Timor dan Solor. Tampaknya dari laporan yang
baru-baru ini kami terima dari Koepang
(pemukiman Belanda di Tinor) bahwa pejabat tersebut melangkah lebih jauh dengan
mengizinkannya untuk menjual Solor dan ujung timur Florcs kepada otoritas
Belanda sebagai milik
Portugis dari
Larantuka dan Solor ditarik garus untuk
memberi jalan bagi pasukan Belanda dari Jawa. Kami sudah menduga hal seperti
ini tidak akan terjadi, karena kami, beberapa bulan yang lalu, orang Portugis pejabat Dilli telah melakukan
negosiasi dengan pemerintah (Hindias Belanda) di Batavia, dan dengan Dilli. telah kembali dengan kesepakatan yang sangat masuk akal untuk
perbendaharaan disana, tetapi
seberapa jauh kekuasaan penuh gubernur Portugis mungkin telah terbentang, dia
disebut dengan cara yang menunjukkan dengan jelas bahwa penghubungnya belum
disetujui oleh pemerintahnya bahwa pemindahan itu telah dijelaskan oleh
pemerintah Belanda sebagai perluasan pemukiman Portugis di Timor, dan konon
sebuah kapal uap Belanda yang berlabuh pada 11 April di Koepang
hendak mengamuk di Dilli, pada akhir masa itu, jika perlu. dengan beberapa bala bantuan untuk
merebutnya. Selama bertahun-tahun, sejak
kunjungan "komisi Mineralogi" pada tahun 1829,
pemerintah Belanda telah melakukan upaya besar untuk mengeluarkan Portugis dari kepemilikan pulau ini, objek semangat ini, harus
dilihat, tetapi yang pasti karena
pepatah penduduk asli mengatakan bahwa
tambang tidak dapat ditambang sampai seluruh pantai berada di bawah kendali
satu kekuatan agar pedalaman dapat
diusahakan’.
Antara Belanda dan Portugis berbeda pandangan soal keberadaan Timor bagian timur. Tampaknya ada kemauan Belanda untuk mengakuisisi wilayah Portugis di pulau Timor bagian timur, tetapi sebaliknya diantara Portugis sendiri tampaknya ada perbedaan soal apakah Timor bagian timur dijual atau tetap dipertahankan. Ini mengindikasikan, sekali lagi, bahwa bagi Portugis keberadaan Timor bagian timur ibarat hidup segan mati tak mau.
Meski Timor Portugis tidak dijual, hubungan pemerintah (Gubernur Portugis)
di Timor dengan Pemerintah Hindia Belanda di Batavia/Buitenzorg baik-baik saja.
Timor timur juga tidak rewel yang dapat menggangu wilayah Hindia Belanda, demikian
sebaliknya Pemerintah Hindia Belanda/Residen Timor en Onderh, di Koepang tidak ada
niat menekan wilayah koloni Portugis yang kecil dan terpencil tersebut. Lalu
lintas perdagangan melalui kapal dari Timor Portugis bahkan mencapai Batavia
(lihat Bataviasche courant, 24-07-1819). Tidak hanya soal lalu lintas
perdagangan, pemerintah Gubernur Portugis di Dilli mencari kontraktor melalui
tender untuk pembangunan tower mercusuar di pelabuhan di Dilli (lihat De
Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en
advertentieblad, 24-04-1860). Lalu lintas pelayaran regional di Hindia Belanda juga
tidak menepikan Timor Portugis (misalanya lihat Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 07-12-1876). Rutenya adalah Bali
Boeleleng, Bali, Ampanan, Sumbawa, Bima, Koepang, Dillij, Rotti, Savoe, Soemba.
Untuk pelayaran nasional yang dioperasikan maskapai nasional Gubernur Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan keputusan untuk melayani jalur ke Dilli (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-12-1883). Pelabuhan Dilli di Timor dapat dikatakan pelabuhan terbesar di Timor Portugis, tetapi relative kecil dibandingkan dengan pelabuhan Macassar dan Soerabaja. Sementara untuk lalu lintas nasional juga melalui Dilli yakni Batavia via Semarang ke Soerabaja, Macassar, Bima, Larantuka, Kopang, Dilli, Banda, Amboina, Boeroe, Ternate, Gorontalo, Manado, Ameroean, Tantoli, Paloe, Macassar dan Soerabaja (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-06-1887).
Pelabuhan Dilli sendiri bukan pelabuhan militer, Sebab kapal perang Portugis
di Timor bergerak mobile. Posisi GPS pelabuhan tidak aman dari aspek navigasi,
sangat terbuka (berbeda dengan pelabuhan Koepang yang terlindung di dalam
teluk). Oleh karena itu kapal-kapal yang buang sauh di sekitar Dilli adakalanya
diterjang badai besar. Hal seperti itu yang terjadi dengan kapal Jerman yang
singgah didorong angin badai hingga menabrak pantai karang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-08-1889).
Fakta bahwa Timor bagian timur meski tetap milik Portugis tetapi tetap menjadi masalah tersendiri bagi Portugis. Lalu apakah di Timor timur aman nyaman saja penduduknya. Selama ini di Timor Portugis tidak pernah dilaporkan adanya perlawanan penduduk terhadap otoritas Portugis hingga muncul pemberontakan di Fatoemea pada tahun 1895 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-10-1895).
Disebutkan terjadi masalah di Timor Dellij. Oleh Residen Timor dan Onderh.
atas laporan bahwa terjadi kerusuhan di wilayah Portugis pulau Timor, residen
bergegas ke Atapoepoe tanggal 18 September lalu, surat berikut diterima pada
suatu hari dan disampaikan kepada berikut rincian dalam hal ini. Untuk memaksa distrik
Voharain milik wiliah (Portugis) tersebut, yang menolak membayar 1.000 gulden
setahun yang dikenakan oleh Pemerintah Portugis, untuk membayar dengan
kekerasan senjata, diputuskan bahwa sekretaris Pemerintahan Portugis dari Batu
Gadé, sebuah pos Portugis di NE dari Atapoepoe. Voharainion maju dengan pasukan
240 Maradors (semacam Mardijkere) dari Dilly dan Batoe-Gade dan 250 pasukan
tambahan dari distrik Balibo. Kowa, Koto Bahboe dan Senirang. Dengan pasukan
ini sekretaris melewati wilayah kami (Timor Hindia Belanda) di Fialarang ke
Fatoemea, dimana sebuah pos militer Portugis didirikan. Setelah itu Sekretaris
maju ke Voharain, tetapi alih-alih pergi untuk mendapatkan uang tebusan, orang
Koware yang dikirim dengan bala bantuan kembali menyerang Komandan Fatoemea dan
membunuhnya dengan 18 tentaranya. Seluruh distrik Kowa bangkit melawan. Atas
pesan ini Sekretaris ingin mundur ke Fatoemea, tetapi disergap di sungai yang
kering, membunuh pasukannya; dia berhasil melarikan diri dengan 40 orang,
tetapi ketika dia ditembak oleh Kowa disergap dan dibunuh oleh penduduk. Orang
Koware yang sudah terlalu percaya diri, kemudian berbaris menuju Batu Gade, menghancurkan
benteng, menjarah dan membakar kampung dan membunuh pemimpin lokal. Beberapa
waktu kemudian 10 pejuang melapor ke pos kami (Hindia Belanda) di Atapoepoe,
diikuti segera setelah itu oleh 2 orang Portugis dan 2 tentara Hindustan,
semuanya dikembalikan ke Dillij oleh Residen di Atapoepoe setelah tiba kapal
perang Portugis "Dillij" disana dengan surat dari Gubernur kepada
pemegang pos yang meminta ekstradisi para pejuang dan penduduk yang melarikan
diri dan senjata apa pun yang mereka bawa. Residen kemudian memberikan
kesempatan kepada Perwira Komando untuk berbicara sendiri dengan penduduk yang
melarikan diri, tetapi yang terakhir menolak karena takut tidak kembali ke
tempat tinggalnya. Sementara itu, 3 senapan dan 50 butir peluru yang hilang,
yang telah diserahkan kepada pemegang pos kami, diserahkan kepada komandan kapal
‘Dillij’.
Tampaknya pemberontakan di Fatoemea telah menyentak pemerintahan
Portugis di Dilli. Apakah pemerintah tidak siap dengan apa yang telah terjadi?
Sejauh ini di Timor Portugis tampaknya hanya ada dua buah kapal perang. Apakah
dua kapal perang tersebut adalah kapal-kapal tua yang tidak kapabel lagi di
Portugal? Tidak begitu jelas. Yang pasti dua kapal perang Portugis tersebut
yang bernama ‘Bengo’ dan ‘Dillij’ telah tiba di Soerabaja unrtuk melakukan
perbaikan (lihat Soerabaijasch handelsblad, 20-11-1895). Sebagaimana diketahui di
Soerabaja terdapat galangan kapal dan dikenal sebagai salah satu pusat
perbaikan kapal di Hindia Belanda.
Pemberontakan di Fatoemea tahun 1895 apakah menjadi penanda awal
terjadinya perlawanan terhadap otoritas Portugis di Timor timur yang berpisat
di Dilli? Di wilayah Hindia Belanda perlawanan serupa itu sudah terjadi selama berabad-abad.
Hingga tahun 1895 Pemerintah Hindia Belanda yang memiliki masalah dengan penduduk
hanya tersisa di ujuang utara pulau Sumatra, yakni di wilayah Tanah Batak
bagian barat laut (perlawanan yang dipimpin Sisingamangaradja) dan di di
wilayah Atjeh barat daya (perlawanan yang dipimpin oleh Teukue Umar). Lantas
siapa pemimpin perlawanan terhadap otoritas Portugius di Timor timur? Boleh
jadi para pemimpin itu adalah pahlawan-pahlawan Timor Leste terdahulu jauh
sebelum dikenal seperti Xanana Gusmao dkk.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar