Sabtu, 22 Juli 2023

Sejarah Tata Kota Indonesia (44): Soekarno dan Para Insinyur Indonesia Berjuang; Tata Kota dan Tata Politik Bernegara (Merdeka)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Sebelum perguruan tinggi Teknik (THS) di Bandung dibuka tahun 1920, sudah ada sejumlah pribumi yang meraih gelar insinyur di perguruan tinggi teknik di Belanda. Dalam pembukaan THS, mahasiswa yang diterima adalah siswa-siswa pribumi. Cina dan Eropa/Belanda lulusan HBS/AMS. Salah satu lulusan pertama THS dari golongan pribumi adalah Ir Soekarno. Para lulusan pribumi ada yang berjuang lewat pembangunan fisik termasuk dalam bagian penataan kota juga ada yang berjuang melalui jalur politik (dalam hubungannya dengan tata politik bernegara). Ir Soekarno dan Ir Anwari dua diantara lulusan THS yang memilih jalur politik sejak awal karir.


Ir. Soekarno (6 Juni 1901 – 21 Juni 1970) adalah Presiden pertama Republik Indonesia yang menjabat pada kurun waktu 1945–1967. Ia adalah seorang tokoh perjuangan yang berperan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari kolonialisme Belanda. Bersama Mohammad Hatta, ia memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921, bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Soekarno dan para insinyur Indonesia juga berjuang? Seperti disebut di atas di Indonesia pada tahun 1920 dibuka perguruan tinggi teknik semasa Pemerintah Hindia Belanda. Ada yang berjuang untuk penataan kota dan juga da yang berjuang melalui jalur tata politik bernegara untuk mencapai kemerdekaan seperti Ir Soekarno. Lalu bagaimana sejarah Soekarno dan para insinyur Indonesia juga berjuang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Soekarno dan Para Insinyur Indonesia Berjuang; Manajemen Kota dan Tata Politik Bernegara (Merdeka)

Seperti disebut pada artikel sebelumnya, Technische Hoogeschool te Bandoeng baru meluluskan pertama kali tahun 1925 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 06-05-1925). Mereka yang lulus berhak mendapat gelar insinyus, Daftar lulusan pada gelombang pertama ini adalah Arnold Bik, Binkhorst, Bokslag, Hardenberg, Hoetjer, Joon, Kist dan Nobbe. Sementara Soekarno M. Anwari, RM Koesoemaningrat, JAH Ondang dan M. Soetoto memasuki tahun terakhir.


De Indische courant, 07-05-1926: ‘mahasiswa yang lulus dan meraih gelar insinyur diantaranya Soekarno, M. Anwari, JAH Ondang dan M. Soetedjo. Diantara mereka yang lulus tahun ini yang pertama adalah Ir. Soekarno. Dengan demikian alumni pribumi pertama Technische Hoogeschool te Bandoeng dari golongan pribumi adalah Ir. Soekarno. Pada bulan-bulan ini juga dilaporkan mahasiswa yang lulus di sekolah tinggi lainnya. Di STOVIA diantaranya Diapari Siregar (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-05-1926). Di Buitenzorg,Veeartsenschool yang berhasil menerima gelar Dokter Hewan diantaranya Anwar Nasoetion (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-05-1926). Anwar Nasution kelak dikenal sebagai ayah dari Prof. Andi Hakim Nasution (Rektor IPB 1978-1987). Di Utrecht seorang wanita muda bernama Ida Loemongga berhasil meraih gelar dokter (1926), yang kemudian langsung mengambil spesialis dan berhak memperoleh dokter spesialis jantung tahun 1929 (lihat De Tijd :godsdienstig-staatkundigdagblad, 21-03-1929). Ida Loemongga (Nasution) kelak dikenal sebagai perempu0an Indonesia pertama peraih gelar doktor (PhD).

Bagaimana Ir Soekarno selanjutnya? Yang jelas Ir Soetedjo diangkat pemerintah dan ditempatkan di pemerintah daerah di Pekalongan. Bagaimana dengan Anwari?  Ir Anwari dan Ir Soekarno lebih memilih bekerja sebagai swasta yang keduanya mendirikan firma arsitek di Bandoeng. Mengapa memilih bekerja mandiri, tidak berafiliasi dengan pekerjaan di pemerintah (Pemerintah Hindia Belanda)?


Bagaimana dengan para pribumi insinyur lulusan luar negeri (baca: lulusan TH Delft)? KJ Leatemia dari Saparoea, dan R Sarengat dari Karanganjar lulus insinur sipil di Delft tahun 1920 (lihat De standard, 09-07-1920). Bagaimana dengan R Sperjowinoto dan RM Notodiningrat? Pada tahun 1914 Leatemia lulus ujian propadeutisch pada bidang wee- en waterbouwkunde di Technische Hoogeschool te Delft (lihat Delftsche courant, 29-09-1914). Yang sama-sama lulus dengan Leatemia, antara lain adalah Raden Mas Notodhiningrat, Raden Sarengat dan Raden Soerjowinoto. R Soerjowinoto yang aktif dalam bidang seni di Belanda diketahui kembali ke tanah air pada tahun 1924. R. Soerjowinoto, architect te Semarang (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 31-03-1925). Pada tahun ini juga menjadi angora gemeenteraad di Semarang. Sebagaimana diketahui Ir HT Kartsen bekerja di Semarang, tentu saja kedudukan Soerjowinoto dapat head to head dengan Karsten (orang pribumi tidak bodoh-bodoh amat). R Notodiningrat lulus di Delft tahun 1918 (lihat De Indier, 13-07-1918). Tahun 1920 diketahui sebagai insinyur di Poerworedjo. Pada tahun 1922 ini di Universiteit te Delf lulus ujian dan meraih sarjana di bidang teknik kimia yakni Ir Soerachman. RM Sarsito lulus ujian akhir di Delft dan mendapat gelar insinyur sipil (lihat De standard, 27-03-1925). Hingga tahun 1926 sudah sangat banyak sarjana pribumi yang lulus di Belanda. Pada tahun ini yang telah mencapai gelar doctor (PhD) antara lain Husein Djajadiningrat di bidang sastra tahun 1913; Sarwono (medis, 1919); Gondokoesoemo (hukum 1922); RM Koesoema Atmadja (hukum 1922); Sardjito (medis, 1923); Mohamad Sjaaf (medis, 1923); R Soegondo (hukum 1923); JA Latumeten (medis, 1924); Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi (hukum, 1925); R Soesilo (medis, 1925); HJD Apituley (medis, 1925); Soebroto (hukum, 1925); Samsi Sastrawidagda (ekonomi, 1925); Poerbatjaraka (sastra, 1926). Sekali lagi, mahasiswa pribumi di antara mahasiswa Eropa/Belanda tidaklah bodoh-bodoh amat.

Pada tahun 1927 Ir Soekarno dkk di Bandoeng membentuk klub studi yang diber nama Algemene Stidieclub. Organ (media) dari klub studi di Bandoeng diberi nama Indonesia Moeda. Tim editor majalah Indonesia Moeda adalah Putuhena (kandidat insinyur) sebagai presiden sementara, Ir Soekarno, Ir Anwari, Sjamsoeddin dan K Karnadidjaja. Dalam edisi pertama Indonesia Moeda terdapat artikel dari Dr Tjipto Mangoenkosoemo (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 01-02-1927).


Pada tahun 1926 Putuhena naik ke kelas empat atau lulus ujian kandidat (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 06-05-1926). Yang lulus bersama Putuhena antara lain GM Noor, H Laoh, M Marsito dan R Soemani. Meski beluum lulus, Putuhena menjadi ketua pertama Algemene Stidieclub (yang mana sebagai sekretaris adalah Ir Soekarno).

Dalam pertemuan Algemene Studieclub.tanggal 20 Februari dilakukan sesuai AD/ART untuk pemilihan pengurus baru. Pemilihan pengurus berjalan lancar. Dalam pertemuan itu diputuskan yang menjadi ketua baru adalah Ir Anwari Parinduri (untuk menggantikan Putuhena). Sementara Ir Soekarno masih tetap pada posisinya sebagai sekretaris (lihat De Indische courant, 23-02-1927). Dalam hal ini yang menjadi ketua pertama Algemene Studieclub adalah Putuhena dan yang kedua dijabat oleh Ir Anwari.


Sekalipun Putuhena sibuk dengan organisasi dan peningkatan eskalasi politik di Bandoeng, akhirnya Putuhena berhasil studi dan mendapat gelar insinyur teknik di Technische Hoogeschool (THS) Bandoeng (lihat De locomotief, 05-05-1927). Yang lulus ujian akhir bersama Putuhena antara lain Hoedioro, Koesoemaningrat, Marsito, GM Noor dan Soetoto. Dalam hal ini Putuhena yang masuk tahun 1923 lulus tepat waktu (empat tahun). Ir Putuhena bekerja sebagai honorer di Dinas Pekerjaan Umum (Weltevreden) yang ditempatkan di wilayah Bandoeng. Ir Putuhena menikah di Bandoeng dengan MH vd Berg (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 04-09-1928).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Manajemen Kota dan Tata Politik Bernegara (Merdeka): Membangun Kota hingga Membangun Negara

Dalam sudut pandang perjuangan (kemerdekaan Indonesia) urusan manajemen kota, tentu saja yang tidak hanya para insinyur pribumi, juga harus diingat ada para insinyur Cina/Tionghoa (yang nyaris terabaikan dalam narasi sejarah Indonesia). Seperti halnya insinyur pribumi yang cukup banyak, insinyur orang Cina juga banyak. Jika dijumlah jumlah para insinyur pribumi dan insinyur Cina sejatinya jumlah insinyur Eropa/Belanda di wilayah Indonesia (baca: Hindia Belanda) dapat dikatan berimbang. Para sarjana Cina lulusan Belanda juga banyak yang mencapai gelar doctor (PhD). Dalam konteks inilah pada akhirnya akan mengerujut bagaimana eskalasi politik yang terus bergerak untuk mencapai kemerdekatan Indonesia (dari koloni Belanda).


Sebagaimana di artikel sebelumnya, di Belanda para siswa/mahasiswa pribumi membentuk organisasi yang diberi nama Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia) pada tahun 1908 yang digagas oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan yang juga diangkat secara aklamasi sebagai presidennya. Pada saat pembentukan Indische Vereeniging itu jumlah pelajar/mahasiswa pribumi sebanyak 20an orang. Lalu pada tahun 1910 para pelajar/mahasiswa Cina asal Hindia membentuk organisasi yang saat pembentuknyannya berjumlah 11 orang dengan nama Chung Hwa Hui. Dua organisasi ini saling memperkuat karena sesama perantauan dari Hindia di Belanda. Para pengurus kedua organisasi saling bertukar pikiran (saling mengunjungi). Boleh jadi karena mereka orang-orang terpelajar, perbedaan ras tidak terlalu dipersoalkan (paling tidak sesame Asia), karena toh sama-sama kelahiran Hindia (dan akan kembali ke Hindia). Yang jelas mereka berada di negeri orang di Belanda (yang mana orang masih membedakan ras Eropa dengan ras Asia). Perlu diingat, para pelajar/mahasiswa Cina di Belanda tentu saja berbahasa Cina dan juga fasih berbahasa Melayu (baca: Indonesia), sebagaimana para pelajar/mahasiswa yang berbahasa daerah masing-masing tetapi juga fasih berbahasa Indonesia/Melayu. Catatan: ketua Chung Hwa Hui pertama Yap Hong Tjoen kelahiran Jogjakarta yang juga bisa berbahasa Jawa dan ketua pada periode kedua Thung Tjeng Hiang kelahiran Buitenzorg (Bogor) juga fasil berbasa Soenda.

Salah satu mahasiswa Cina yang studi di Delft adalah Han Tiauw Tjong. Pada tahun 1917 Han Tiauw Tjing lulus ujian propaeduetisch werktuigkindig ingenieur di Delft (lihat De Maasbode, 05-07-1917). Pada tahun 1918 diselenggarakan Kongres Federasi Mahasiswa Indonesia (Congres Indonesisch Verbond) di Wageningen (lihat De avondpost, 31-08-1918).  Kongres ini turut dihadiri Han Tiauw Tjong.


Mahasiswa Cina pertama di Delft adalah Tan Tjoen Liang. Namun jarak waktunya sangat jauh dengan era Han Tiauw Tjong dkk. Tan Tjoen Liang diberitakan lulus ujian akhir tahun 1883 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-07-1883). Tan Tjoen Liang sendiri menyelesaikan sekolah HBS di G K W III Batavia dalam enam tahun. Tan Tjoen Liang adalah anak kapten Cina di Buitenzorg (lihat De nieuwe vorstenlanden, 03-08-1883).

Han Tiauw Tjong di Belanda menjadi ketua Chung Hwa Hui. Dalam Kongres 1918 yang merupakan kongres gabungan mahasiswa Indo/Belanda, Cina dan pribumi dari berbagai asosiasi. Dalam hal ini asosiasi mahasiswa pribumi Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia) dan asosiasi mahasiswa Cina Churg-Hwa Hui turut serta.


Dalam kongres ini sejumlah mahasiswa berbicara diantaranya Thung Tjeng Hiang, Soerjo Poetro, Goenawan Mangoenkoesoemo, Sorip Tagor Harahap, Samsi Sastrawidagda, Oei Lauw Pik, Zainoeddin Rasad, Han Tiouw Tjong, Sin Ki Aij dan Dahlan Abdoellah serta Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia. Jumlah peserta kongres lebih dari 100 mahasiwa. Ketua Kongres adalah JA Jonkman (sebelumnya Kongres Hindia tahun 1917 diketuai oleh HJ van Mook; pada tahun 1918 nama kongres disebut Kongres Indonesia). 

Federasi mahasiswa asal Hindia/Indonesia sendiri memiliki lebih dari 700 anggota yang terdiri dari Hollander, Indonesier dan Chineesen ke dalam sejumlah organisasi. Dalam Kongres ini yang dibicarakan adalah keinginan masyarakat Indonesia (Hindia Belanda) untuk bebas menentukan nasib sendiri yang tidak terikat dengan Kerajaan Belanda. Namun demikian disebutkan bantuan kerajaan Belanda dapat diterima yang sesuai dengan Liga Bangsa-Bangsa.


Sorip Tagor di dalam forum disebutkan menyatakan: ‘Sorip Tagor percaya bahwa sejarah menunjukkan bahwa Belanda di Hindia tidak selalu damai. Indonesia seharusnya tidak mencari kerja sama dengan Belanda, tetapi mengharapkan kepemimpinan dari Indonesia sendiri’. Mungkin pernyataan Sorip Tagor tahun 1918 yang viral di surat kabar ini juga dibaca oleh Soekarno yang masih duduk di kelas dua di sekolah menengah HBS di Soerabaja dan Mohamad Hatta masih kelas empat HBS sekolah PHS Batavia. Sorip Tagor lahir di Padang Sidempoean, satu kampung dengan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pendiri Inddische Vereeniging di Belanda tahun 1908. Sementara Han Tiouw Tjong menginginkan Peraturan Pemerintah diubah sedemikian rupa sehingga penduduk Hindia akan terbagi menjadi warga negara Belanda, orang asing yang berasimilasi dan orang Indonesia. Peraturan pemerintah saat itu mendefinisikan Orang Timur Asing (seperti Cina dan Arab) yang dalam hal ini dianggap sebagai orang asing (sebagai tamu), sedangkan Han Tiouw Tjong ingin definisinya Orang Timur Asing sebagai orang yang menetap (karena sudah turun temurun). Hal itulah mengapa semua orang Timur Asing di Hindia dibedakan status kewarganegaraanya.

Pada tahun 1921 Han Tiauw Tjong diketahui telah lulus ujian di Delft dan mendapat gelar insinyur. Hal ini diketahui pada bulan April 1921 Han Tiauw Tjong mengirim telegram ke Batavia saat mana diadakan pesta peringakatan kelahiran Chung Hwa Hui yang keempat belas pada tanggal 14 April (lihat De nieuwe courant, 19-04-1921). Disebutkan dalam acara peringatan Chung Hwa Hui dibacakan beberapa telegram antara lain telegram dari ketua Chineezen-Vereeniging Chung Hwa Hui di Belada, Ir. Han Tiauw Tjong.


Han Tiauw Tjong setelah mendapat gelar sarjana kemudian melanjutkan studi ke tingkat doktoral, Pada tahun 1922 Han Tiauw Tjong berhasil meraih gelar doktor di Universiteit te Delft (lihat De Maasbode, 14-09-1922). Disebutkan di Universiteit te Delft promosi menjadi doktor di bidang teknik Han Tiauw Tjong pada tanggal 13 di Technische Hoogeschool dengan met lof (pujian atau cumlaude). Sejauh yang diketahui, Han Tiauw Tjong dapat dikatakan orang pertama orang Cina asal Hindia yang meraih gelar doktor. Sebelumnya disebutkan Han Tiouw Tjong berhasil mempertahankan desertasi dengan judul De industrialisatie van China (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig ieuwsblad, 13-09-1922). Disebutkan Han Tiouw Tjong, insinyur mesin lahir di Probolinggo. Han Tiouw Tjong, kembali ke tanah air dengan kapal ss Prinses Jualiana dari Amsterdam pada tanggal 16 September dengan tujuan akhir Batavia (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 15-09-1922). Dr Han Tiouw Tjong berangkat dengan kapal ss Koningin der Nederlanden ke Sabang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-04-1923). Dalam manifesr kapal tercatat nama Han Tiouw Tjong dengan istri beserta dua anak. Apakah ini mengindikasikan pekerjaan Han Tiouw Tjong pertama di Sabang (atau orang tuanya di Sabang?). Lalu Phoa Liong Tjauw diketahui lulus ujian propaedeutisch di Technische Hoogeschool di Delft pada jurusan elektro (lihat Delftsche courant, 30-06-1923). Disebutkan Phoa Liong Tjauw lahir di Garoet. Yang sama-sama lulus di jurusan elektro antara lain Lie Tjwan Tjay (lahir di Djombang). Sementara di jurusan teknik sipil terdapat antara lain Tan Tek Tsjoan (lahir di Buitenzorg). Sedangkan di jurusan teknik kimia antara lain BL Ongkiehong (Ong Jie Hong. Lahir di Amboina). Mahasiswa Cina lainnya di Delft adalah Liem Ing Hwie, lulus tahun 1924. Pada bulan Juni 1925 Liem beralamat di Koniggratz, bagian Slowakia dengan namanya bergelar insinyur (lihat Delftsche courant, 13-06-1925). Dalam surat kabar Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad, 15-06-1925 disebutkan Ir Liem Ing Hwie diangkat untuk insinyur mesin di Skoda Werke di Koniggratz. Liem Ing Hwie pada tahun 1919 Liem Ing Hwie lulus ujian akhir di HBS Soerabaja (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 24-05-1919). Disebutkan Liem Ing Hwie lahir di Tempel. Sebagaimana diketahui R Soekarno lulus di HBS Soerabaja pada tahun 1922 (yang melanjutkan studi ke THS Bandoeng (tentu saja Liem Ing Hwie saling kenal dengan R Soekarno). Thio Thiam Tjong pada tahun 1921 menjadi ketua panitia lustrum Chung Hwa Hui di Belanda (lihat De nieuwe courant, 19-04-1921). Thio Thiam Tjong di Delft. Setelah menyelesaikan sekolah dasar berbahasa Belanda di Semarang, Thio Thiam Tjong melanjutkan studi. Thio Thiam Tjong lulus ujian akhir HBS 5 tahun di Zuid Holland (lihat Algemeen Handelsblad, 30-07-1916). Thio Thiam Tjong disebutkan lahir di Semarang 9 December 1896. Demikian seterusnya.

Demikianlah latar berlakang para insinyur Teknik, apakah lulusan luar negeri (di Belanda) atau lulusan dalam negeri (THS Bandoeng) yang bekerja dan berkarir di Indonesia yang dalam hal ini sudah memasuki fase perjuangan dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Seperti disebut di atas, Algemene Stidieclub yang didirikan tahun 1926 oleh para mahasiswa/alumni THS Bandoeng, pada tahun 1927 ditingkatkan menjadi organisasi kebangsaan dengan nama Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI). Ir Soekarno yang selama ini berada di belakang, terakkhir sebagai sekretaris Algemene Stidieclub mulai tampil ke depan. Ini ibarat ketika Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan mulai tampil ke depan pada tahun 1908 di Belanda (organisasi pelajar/mahasiswa Indische Vereeniging), demikianlah Ketika pada tahun 1927 ini Ir Soekarno mulai tampil ke depan.

 

Pada tahun 1925 di Batavia tiga pejuang pers, muncul ke depan dalam menerjemahkan aspirasi penduduk Indonesia dengan mulai menggalang persatuan sebagai landasan dalam upaya untuk memulai perjuangan (mencapai kemerdekaan). Ketiga pejuang pers ini adalah Parada Harahap, Mohamad Thabrani dan WR Soepratman. Ketiganya menginisiasi persatuan para jurnalis pribumi dan Cina dengan nama Persatoean Djoernalis Indonesia (PERDI). Yang menjadi ketua adalah Mohamad Thabrani (pemimpin redaksi surat kabar Hindia Baroe); sebagai sekretaris/bendahara adalah WR Soepratman (pemimpin redaksi kantor berita pribumi Alpena); dan ketua komisaris Parada Harahap (pemimpin redaksi surat kabar Bintang Timoer yang juga sekaligus pemimpin usaha Alpena). Pada tahun 1926 Parada Harahap mendorong pemuda untuk melakukan kongres diantara organisasi pemuda di Batavia. Yang menjadi ketua kongres adalah Mohamad Thabrani dan wakil ketua Bahder Djohan (ketua Jong Sumatranen Bond). Parada Harahap sendiri adalah sekretaris organisasi kebangsaan Sumatranen Bond). Pada tahun 1927 di Bandoeng studi klub Algemene Stidieclub telah ditingkatkan menjadi organisasi kebangsaan Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI). Pada bulan September 1927 ini Parada Harahap, sekretaris Sumatranen Bond mengundang semua pimpinan organisasi kebangsaan berkumpul di rumah Prof Hoesein Djajanegara (dekan Recht Hoogeschool di Batavia). Dalam pertemuan ini disepakati pembentukan federasi organisasi kebangsaan Indonesia. Secara aklamasi diangkat ketua komite (pimpinan sementara) MH Thamrin (ketua Kaoem Betawi) dan sebagai sekretaris Parada Harahap. Dalam pertemuan ini PNI langsung diwakili oleh Ir Soekarno. Dalam bulan Desember 1927 PNI berubah platform menjadi partai (Partai Nasional Indonesia=PNI). Tidak lama kemudian pada saat kongres pertama federasi organisasi kebangsaan yang diadakan di Bandoeng. Dalam kongres ini organisasi federasi disebut namanya Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia yang disingkat PPPKI). Lalu pimpinan dipilih dimana sebagai ketua PPPKI adalah Ir Anwari dengan menerapkan kantor pusat di Batavia. Dua program pertama PPPKI adalah membangun kantor di Batavia yang mana MH Thamrin menyediakan lahan dan Parada Harahap menggalang dana pembangunan (Parada Harahap adalah ketua organisasi pengusaha pribumi di Batavia, semacam KADIN pada masa ini). Parada Harahap sendiri menjadi kepala kantor PPPKI di Batavia. Di dalam gedung PPPKI baru Parada Harahap hanya memajang tiga tokoh utama (mungkin menuru versi Parada Harahap) yakni Soeltan Agoeng, Soekarno dan Mohamad Hatta. Catatan: sejak 1925 Mohamad Hatta menjadi ketua Perhimpoenan Indonesia di Belanda (nama sebelumnya Indische Vereeniging yang digagas Soetan Casajangan). Hoesein Djajadiningrat adalah salah satu pendiri Indische Vereeniging di Belanda tahun 1908 yang menjadi sekretaris dalam sidang pembentukan dimana diangkat Soetan Casajangan sebagai presiden; Hoesein Djajadiningrat Bersama Soetan Casajangan, Raden Kartono dan Raden Soemitro Menyusun statuta AD/ART Indische Vereeniging).

Persiapan kongres PPPKI mulai dimatangkan, Yang menjadi ketua Kongres PPPKI yang diadakan pada bulan September 1928 adalah Dr Soetomo (pernah menjadi ketua Indische Vereeniging tahun 1921-1922). Semua persiapan dilakukan di kantor PPPKI gang Kenari yang dikordinasika kepala kantor PPPKI). Dalam fase persiapan ini diintegrasikan Kongres PPPKI dengan kongres pemuda yang akan diadakan di Batavia pada bulan Oktober 1928 (sesuai kelahiran Indische Vereeniging). Yang diangkat sebagai panitia Kongres Pemoeda 1928 adalah sebagai ketua Soegondo (PPPI; onderbouw dari PPPKI); sebagai sekretaris Mohamad Jamin (ketua Jong Sumatranen Bond); sebagai bendahara Amir Sjarifoeddin Harahap (ketua Jong Batak). Ketiganya mahasiswa Recht Hoogeschool (dimana dekan mereka adalah Prof Hoesein Djajadiningrat). Seperti kita lihat nanti di dalam Kongres Pemoeda diperdengarkan lagu gubahan WR Soepratman berjudul Indonesia Raja (WR Soepratman, masih menjadi sekretaris PERDI dan juga pemimpin redaksi kantor berita Alpena yang dimiliki Parada Harahap).  


Bagaimana semua itu dapat terhubung? Semua karena Parada Harahap.  Bagaimana bisa? Pada tahun 1918 di Medan, hasil penyelidikan Parada Harahap tentang poenalie sanctie di perkebunan-perkebunan Eropa/Belanda di Deli dimana para kuli asal Jawa jadi korban, dimuat surat kabat Benih Merdeka dalam beberapa aretikel. Lalu artikel-artikel itu dilansir surat kabar Soera Djawa yang kemudian heboh di Jawa. Soal itu sudah pernah dikeluhkan Dr Soetomo yang bertugas sebagai dokter di Tanjung Morawa (1913-1915). Setelah kembali ke Jawa Dr Soetomo meminta Boedi Oetomo cabang Batavia yang dipimpin Dr Sardjito untuk rapat umum. Dalam orasi Dr Soetomo, ‘kita tidak bisa lagi sendiri, banyak warga kita di Sumatra dalam kesulitan. Di luar sana banyak orang Tapanoeli yang pintar-pintar’. Heboh poenali sanctie 1918 yang kemudian ditindaklanjutu pemerintah, tampaknya telah membuat Dr Soetomo lega. Dr Soetomo berutang hati kepada Parada Harahap (orang pertama membongkar kasus poenalie sanctie, yang selama ini mimpi buruk Dr Soetomo). Pada tahun 1919 Benih Mardika dibreidel, lalu Parada Harahap pulang kampong ke Padang Sidempoean (kampong Soetan Casajangan) dan mendirikan surat kabar baru dengan nama Sinar Merdeka. Pada tahun 1919 ini juga diadakan Kongres Jong Sumatranen Bond di Padang. Parada Harahap menjadi ketua delegasi Tapanoeli ke Padang, dimana di dalam kongres ini bertemu Mohamad Hatta ketua delegasi dari Padang dalam kongres (Mohamad Hatta masih sekolah MULO di Padang). Mereka masih bertemu lagi pada tahun 1921 pada kongres kedua yang juga di Padang. Saat ini Mohamad Hatta sekolah menengah atas di PHS Batavia. Pasca kongres ini Mohamad Hatta berangkat studi ke Belanda (dimana yang menjadi ketua Indische Vereeniging adalah Dr Soetomo). Sementarea itu Parada Harahap hijrah ke Batavia sebagai redaktur di surat kabar Neratja (surat kabar yang kemudian tahun 1925 diubah namanya menjadi Hindia Baroe dimana diangkat pemimpin redaksi Mohamad Thabrani). Di Batavia bertemu dengan Soetan Casajangan (pendiri Indische Vereeniging) yang menjadi direktur sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis. Pada tahun 1923 Parada Harahap mendirikan surat kabar Bintang Hindia. Seperti disebut di atas, Parada Harahap mendirikan kantor berita pribumi Alpena tahun 1825 dengan pimpinan redakasinya WR Soepratman. Pasca Kongres Pemuda tahun 1926 yang diketuai oleh Mohamad Thabrani mendirikan surat kabar baru Bintang Timoer di bawah bendera NV Bintang Hindia. Ke surat kabar yang radikal inilah kemudian Soekarno yang belum lama lulus di THS mengirim tulisan-tulisannya dan juga Parada Harahap memberitakan tentang sosok Ir Soekarno. Parada Harahap terhubung dengan Hoesein Djajadiningrat melalui Soetan Casajangan. Parada Harahap dengan slogan merdeka yang juga menamai surat kabarnya Sinar Merdeka di Padang Sidempoean, Mohamad Hatta pada tahun 1924 (sebelum menjadi ketua Indische Vereeniging dengan nama baru Perhimpoenan Indonesia) mengganti nama majalah Indische Vereening dari nama Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka. Apakah pergantian nama Neratja di Batavia menjadi Hindia Baroe terhubung dengan nama Bintang Hindia (di Batavia) dan Hindia Poetra di Belanda? Yang jelas nama Indonesia sudah mulai popular menggantikan nama Hindia (Parada Harahap juga telah menggeser nama Bintang Hindia menjadi Bintang Timoer).

Kongres PPPKI (senior) dan Kongres Pemoeda (junior) tahun 1928 adalah momentum awal perjuangan kemerdekaaan Indonesia. Dalam Kongres PPPKI September 1928 Ir Soekarno juga berorasi, tetapi Mohamad Hatta yang diundang berhalangan hadir, karena kesibukan kuliah di Belanda tetapi mengirim utusan, salah satu pengurus Perhimpoenan Indonesia yakni Ali Sastroamidjojo. Sementara satu yang penting hasil Kongres Pemoeda Oktober 1928 adalah keputusan kongres (satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa: Indonesia) dan diperdengarkannya lagu Indonesia Raja karya WR Soepratman.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar