*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini
Nama
Sam Ratulangi sangat terkenal, khususnya di Sulawesi Utara. Tidak hanya nama
jalan, juga nama universitas dan bandara. Sam Ratulangi adalah pahlawan
Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional, Tentulah sejarah Sam
Ratulangi telah ditulis, namun tentu saja masih perlu dilengkapi. Sam Ratulangi
termasuk mahasiwa pribumi asal Hindia di Belanda generasi pertama—generasi
kebangkitan bangsa.
Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi (lahir di Tondano 5 November 1890) atau Sam Ratulangi adalah seorang Pahlawan Nasional. Ayahnya, Jozias Ratulangi, guru di Hoofden School di Tondano (lulus akta guru di Haarlem, 1880). Sam Ratulangi, setelah lulus ELS melanjutkan studi di Hoofden School. Pada tahun 1904 berangkat studi di sekolah teknik KWS Batavia (lulus 1908). Ratulangi kemudian melanjutkan studi ke Belanda (tiba di Amsterdam, 1912). Pada tahun 1913 Ratulangi mendapat akta guru matematika. Ingin melanjutkan studi di universitas Amsterdam, namun tidak diterima karena aturan universitas lulusan HBS atau AMS. Ratulangi mendaftar di Universitas Zurich, tahun 1919 memperoleh gelar Doktor der Natur-Philosophie (Dr. Phil.) untuk Ilmu Pasti dan Ilmu Alam. Ratulangi aktif di Indische Vereeniging, terpilih sebagai ketua tahun 1914. Di Swiss, aktif di Asosiasi Mahasiswa Asia. Ratulangi juga aktif menulis. Salah satu artikel berjudul Sarekat Islam diterbitkan di Onze Kolonien (1913), isinya tentang pertumbuhan koperasi pedagang lokal Sarekat Islam dan juga memuji gerakan Boedi Oetomo. Ratulangi kembali ke tanah air tahun 1919 dan mengajar di sekolah teknik Prinses Juliana School di Yogjakarta, tiga tahun kemudian pindah ke Bandung dan memulai perusahaan asuransi Assurantie Maatschappij Indonesia Bersama Dr Roland Tumbelaka. Ini adalah contoh pertama yang diketahui dari kata ‘Indonesia’ yang digunakan dalam dokumen resmi. (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah Sam Ratulangi studi ke Belanda 1912? Seperti disebut di atas, dalam narasi sejarah Indonesia masa kini, nama Sam Ratulangi termasuk salah satu pejuang Indonesia yang terkenal. Bagaimana organisasi pelajar/mahasiswa pribumi Indische Vereeniging dan guru-guru muda pribumi di negeri Belanda? Lalu bagaimana sejarah Sam Ratulangi studi ke Belanda 1912? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Sam Ratulangi Studi ke Belanda 1912; Organisasi Indische Vereeniging dan Guru-Guru Pribumi di Negeri Belanda
Sam Ratulangi dengan kapal ss van Riemsdij dari Maluku, singgah di Soerabaja dengan tujuan akhir Batavia (lihat Soerabaijasch handelsblad, 27-12-1904). Pada bulan Maret 1905 Sam Ratulangi pulang kampong dengan kapal ss van Riemsdijk (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-03-1905). Tidak lama kemudian Sam Ratulangi kembali ke Batavia. Sam Ratulangi diterima di sekolah Koningin Wilhelmina School di Batavia (lihat De Preanger-bode, 12-05-1905), Disebutkan di Koningin Wilhelmina School lulus ujian masuk di afdeeling B dari 51 peserta sebanyak 38 berhasil diantaranya Sam Ratulangi. Satu kelas denganya antara lain R Roedjito, EW Pattiwael, A Latumanuwij, Karnawidjaja dan Raden Soedarsono.
Koningin Wilhelmina School (KWS) adalah sekolah yang menyelenggarakan
pendidikan umum Afdeeling A (HBS III) dan pendidikan kejuruan (afdeeling B).
Gedung KWS kini menjadi STM Budi Utomo (SMKN 1 Jakarta). Sekolah ini berbeda
dengan Koning Willlem III (KW III) yang dibuka tahun 1860 sebagai sekolah
menengah umum (HBS III tiga tahun dan HBS V lima tahun). Siswa yang diterima di
KWS dan KW III adalah lulusan sekolah dasar ELS. Lulusan KW III lima tahun
dapat melanjutkan studi ke universitas di Belanda. Sedangkan lulusan KWS
kejuruan langsug ditempatkan di berbagai pekerjaan. Lama studi tiga tahun. Ada
tiga jurusan yang terdapat di KWS, yaitu Bouwkundigen dan Werktuigkundigen dan
Mijnbouwkundigen. Pada tahun 1907 Sam (SJSG)
Ratulangi lulus ujian naik dari kelas dua ke kelas tiga (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 13-05-1907). Sam Ratulangi
pulang kampong dengan kapal ss van Riemsdjik (lihat Soerabaijasch handelsblad,
02-07-1907).
Pada tahun 1908 Sama Ratulangi lulus ujian akhir di KWS (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 04-05-1908). Disebutkan lulus ujian akhir mendapat diploma teknik mesin (Werktuigkunde) diantaranya Sam Ratulangi. Sam Ratulangi bekerja sebagai pegawai pemerintah ditempatkan di Afdeeling Post-, Telegraaf- en Telefoondienst sebagai Onderopzichters sejak 25 Januari 1909 (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1910).
Pada tahun 1908 ini nun jauh disana di Belanda, Radjioen Harahap gelar Soetan
Casajangan menginisiasi pertemuan dengan mengundang seluruh mahasiswa Indonesia
di Belanda di rumah di Leiden. Hasil pertemuan ini dibentukan organisasi
mahasiswa yang diberi nama Indische Vereeniging. Sebagai presiden diangkat
Soetan Casajangan dengan sekretaris Raden Soemitro (yang baru tahun ini tiba di
Belanda lulusan HBS lima tahun di Semarang. Soetan Casajangan tiba di Belanda
pada tahun 1905 yang mana jumlah mahasiswa pribumi baru satu orang yakni Raden
Kartono (abang dari RA Kartini) lulusan HBS lima tahun Semarang tahun 1896.
Saat pendirian Indische Vereeniging ini tahun 1908 sudah ada mahasiswa sekitar
20an orang. Soatan Casajangan adalah lulusan sekolah guru Kweekschool Padang
Sidempoean yang melanjutkan pendidikan keguruan ke Belanda.
Pada tahun 1912 Sam Ratulangi diketahui berangkat ke Belanda dengan kapal ss Rembrandt berangkat dari Batavia tanggal 21 Maret 1912 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 20-03-1912), Disebutkan di dalam manifest kapal Sam Ratulangi dengan status guru kelas 1.
Dimana Sam Ratulangi memperoleh akta guru tidak terinformasikan. Sekolah
guru (kweekschool) terdekat dari Batavia berada di Bandoeng. Seperti dikutip di atas,
disebutkan Ratulangi
setelah lulus ELS melanjutkan studi di Hoofden School (sekolah ini sejatinya adalah sekolah guru). Pada tahun 1904 berangkat
studi di sekolah teknik KWS Batavia (lulus 1908). Ratulangi kemudian
melanjutkan studi ke Belanda (tiba di Amsterdam, 1912). Oleh karena di manifest kapal disebut status guru kelas, besar dugaan akara guru
bantu dari Tondano diduganakannya sebagai pengajar di Batavia semasa mengkitu pendidikan
di KWS Batavia,
Pada bulan Agustus Sam Ratulangi dkk di Amsterdam membentuk suatu perkumpulan dengan nama Setia Tanah Hindia (lihat Het vaderland, 30-08-1912). Disebutkan perkumpulan ini didirikan oleh para pelajar muda Hindia yang bertujuan untuk memberikan nasehat dan bantuan kepada mereka yang datang tak lama dari Hindia Belanda. Perkumpulan ini juga akan menyediakan informasi kepada pihak yang berkepentingan tentang semua kemungkinan lembaga pendidikan di Belanda. Pengurus sementara S. Ratulangi sebagai ketua, Willy M. Lans, sekretaris dan WJ van Rijn sebagai bendahara. Jadi dalam hal ini Sam Ratulangi berperilaku sebagau guru, guru yang meminformasikan studi ke Belanda.
Pada tahun 1905 Soetan Casajangan pernah melakukan hal serupa untuk tujuan (bagi siswa
pribumi di Hindia) dengan menulis artikel di majalah yang diterbitkan di
Amsterdam Bintang Hindia. Siapa rekan-rekan Sam Ratulangi mendirikan
perkumpulan itu tidak diketahui secara jelas, dari namanya adalah orang Belanda
(dari Hindia). Yang jelas Soetan Casajangan dan Sam Ratulangi, guru tetaplah
guru. Ketua Indische Vereeniging tahun 1912 adalah RM Noto Soeroto. Soetan
Casajangan sendiri pada tahun 1907 lulus
ujian mendapat akta guru LO dan kemudian pada tahum 1910
di
Rijkskweekschool lulus ujian mendapat akta guru MO (setara lulusan IKIP
sekarang, sarjana pendidikan).
Pada tahun 1913 Soetan Casajangan kembali ke tanah air dan diangkat menjadi direktur sekolah guru Kweekschool Fort de Kock. Bagaimana pendidikan Sam Ratulangi di Belanda tidak terinformasikan. Yang jelas pada bulan Desember 1913 Sam Ratulangi menulis brosur (makalah) yang berjudul Sarikat Islam yang diterbitkan Holland Drukkerij, di Baarn (lihat De standaard, 20-12-1913).
Sebelumnya Soetan Casajangan telah menerbitkan makalah berjudul 'Indische
Toestanden Gezien door Een Inlander' (negara bagian di Hindia Belanda dilihat
oleh penduduk pribumi) yang juga diterbitkan di Baarn oleh pernerbit
Hollandia-Drukkerij. Apakah Soetan Casajangan dan Sam Ratulangi telah berbisa
bersama? Lantas apakah estafet dari Soetan Casajangan akan diteruskan oleh Sama
Ratulangi? Soetan Casajangan sendiri telah kembali ke tanah air pada bulan Juli
1913. Buku 'Indische Toestanden
Gezien door Een Inlander' adalah sebuah makalah monograf (kajian ilmiah)
setebal 48 halaman yang mendeskripsikan dan membahas tentang perihal ekonomi,
sosial, sejarah budaya Asia Tenggara (nusantara) dan pertanian di Indonesia.
Buku ini berangkat dari pemikiran bahwa sudah sejak lama penduduk pribumi
merasakan adanya dorongan untuk penyatuan yang lebih besar yang kemudian dengan
munculnya berbagai sarikat, antara lain Indisch Vereeniging (digagas oleh
Soetan Casajangan), Boedi Oetomo (digagas oleh Wahidin) dan Sarikat Dagang
Islam. Dalam buku ini terang-terangan Soetan Casajangan menyinggung
Undang-Undang di Hindia Belanda yang membatasi konsesi untuk warga pribumi yang
mana menurut Soetan Casajangan hanya orang Eropa hak konsesi dapat diberikan
sementara penduduk pribumi asli haknya justru dirampas. Lebih lanjut, Soetan
Casajangan mengutarakan tuntutan yang sangat mendasar bahwa persamaan di
hadapan hukum bagi orang pribumi dan orang Belanda harus dengan segera diwujudkan.
Menurut Soetan Casajangan di Belanda
sendiri tidak semua orang sifat, tabiat dan kebajikannya sama tapi toh
diperlakukan sama di hadapan hukum. Di Hindia Belanda mengapa tidak? Untuk itu,
menurut Soetan Casajangan pemerintah Belanda juga harus menyelenggarakannya di
bidang pendidikan termasuk pengadaan beasiswa. Dalam makalah ini, Soetan
Casajangan juga menuntut kepada pihak pemerintah Belanda hal yang sama di
bidang penerangan pertanian dan penggalakan perdagangan. Dengan kesamaan hukum
tersebut pribumi akan mendapat kemajuan yang sama dengan orang-orang Belanda
baik di bidang pendidikan, pertanian maupun perdagangan. Tulisan Soetan
Casajangan ini juga mengkritik disparitas harga kopi dimana harga jual kopi
lokal hanya dihargai sebesar f40 per pikul sementara harga jual kopi di pasar
Eropa berkisar f70-f90 (rata-rata dua kali lipat per pikul).
Pada bulan Januari Sam Ratulangi menyampaikan makalah di hadapan para anggota Vereeniging Oost en West afdeeling Amsterdam dengan topik Sejarah Minahasa (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 31-01-1914). Tampaknya Sam Ratulangi menjadi salah satu tokoh muda pribumi yang dipandang para ahli dan peminat Hindia di Belanda untuk mendapatkan perspektif dari orang pribumi.
Vereeniging Oost en West sebelumnya bernama Moederland en Kolonien (Organisasi para ahli/pakar bangsa Belanda di negeri Belanda dan di Hindia Belanda yang beminat pada kajian Hindia) didirikan tahun 1899, Soetan Casajangan pernah diundang organisasi ini pada tahun 1911 dengan makalah 18 halaman yang berjudul: 'Verbeterd Inlandsch Onderwijs' (peningkatan pendidikan pribumi): Berikut beberapa petikan penting isi presentasinya/pidatonya.
“Geachte
Dames en Heeren! (Dear Ladies and Gentlemen)”.
“...saya
selalu berpikir tentang pendidikan bangsa saya...cinta saya kepada ibu pertiwa
tidak pernah luntur...dalam memenuhi permintaan ini saya sangat senang untuk
langsung mengemukakan yang seharusnya...saya ingin bertanya kepada tuan-tuan (yang hadir
dalam forum ini). Mengapa produk pendidikan yang indah ini tidak juga berlaku
untuk saya dan juga untuk rekan-rekan saya yang berada di negeri kami yang
indah. Bukan hanya ribuan, tetapi jutaan dari mereka yang merindukan pendidikan
yang lebih tinggi...hak yang sama bagi semua...sesungguhnya dalam berpidato ini
ada konflik antara 'coklat' dan 'putih' dalam perasaan saya (melihat
ketidakadilan dalam pendidikan pribumi)..”.
Pada awal tahun 1915 diberitakan Sam Ratulangi terpilih menjadi ketua Indische Vereeniging menggantikan Noto Soeroto (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-02-1915). Dalam tahun ini juga pada bulan September 1915 Sam Ratulangi diberitakan telah lulus ujian dan mendapat akta guru MO Matematika (lihat Het vaderland, 13-09-1915). Sam Ratulangi dalan kawan-kawan dari Indische Vereeniging menghadiri pemakaman C Th van Deventer (lihat Arnhemsche courant, 01-10-1915).
Banyak orang Belanda yang baik, diantara yang baik-baik nama JA Abendanon
dan C Th van Deventer yang memiliki kedekatan paling intens dengan pelajar/mahasiswa
pribumi di Belanda. JA Abendanon adalah hakim yang adil yang diangkat menjadi Direktur
Pendidikan di Hindia Belanda, C Th van Deventer adalah seorang pengacara yang
pernah menjadi anggota parlemen (Tweede Kamer). Keduanya adalah sarjana hukum.
Kehadiran Sam Ratulangi (1912-1913) dengan sendirinya telah menjelaskan bahwa selama ini Sam Ratulangi diduga telah banyak berinteraksi dengan Soetan Casajangan sebelum pulang ke tanah air. Guru tetaplah guru. Sesama guru bertukar pikiran dan memiliki bidang perhatian yang kuat dalam bidang pendidikan. Mereka kini telah sama-sama memiliki akta MO (dua yang pertama orang Indonesia). Dua guru yang pernah menjadi ketua Indische Vereeniging.
Yang datang bersamaan dengan Sam Ratulangi adalah Tan Malaka, dan
kemudian Soewardi
Soerjaningrat tahun 1913. Kapan akta LO diperoleh Sam
Ratulangi kurang terinformasikan. Anggota Indische Vereeniging yang lain yang mendapat akta LO antara lain Dahlan Abdoellah
dan Samsi Widagda serta Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia di Leiden pada tahun 1915. Tan Malaka yang studi di Rijkskweekschool lulus dan
mendapat akta guru MO pada tahun 1916. Lalu kemudian Dahlan Abdoellah dan Todoeng
Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia lanjut studi dan mendapat
akta guru MO di Leiden tahun 1918. Selanjutnya Soewardi Soerjaningrat pada akhirnya mengikuti pendidikan
guru dan mendapat akta guru tahun 1919. Catatan: akta LO bisa mengajar di ELS/HIS,
sedangkan akta MO dapat menjadi direktur di ELS/HIS atau mengajar di HBS.. Soetan Casajangan dan Tan Malaka, hanya keduanya yang
mendapat akta MO di
perguruan tinggi pendidiakn Rijkskweekschool.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Organisasi Indische Vereeniging dan Guru-Guru Pribumi di Negeri Belanda: Memperluas Studi di Luar Negeri Belanda
Guru Sam Ratulangi di Belanda adalah anak guru dari Minahasa. Sudah barang tentu Sam Ratulangi dapat dikatakan meneruskan peran sang ayahnya, Jozias Ratulangi. Bagaimana dengan seniornya Soetan Casajangan di Belanda? Hal itulah boleh jadi terasa ada yang khusus antara kedekatan, paling tidak karakter antara Soetan Casajangan dan Sam Ratoelangi. Ayah Soetan Casajangan sejatinya juga adalah seorang guru. Ayah Sam Ratulangi lulusan sekolah guru di Belanda.
Pribumi pertama studi ke Belanda adalah Sati Nasoetion, berangkat tahun 1857.
Setelah mendapat akta guru hulpacte di Haarlem tahun 1860, Sati Nasoetion alias
Willem Iskander kembali ke tanah air pada tahun 1861. Pada tahun 1862 Willem
Iskander di kampong Tanobato, afdeeling Angkola Mandailing, residentie
Tapanoeli mendirukan sekolah guru. Sekolah guru (kweekschool) Tanobato adalah
kweekschool ketiga di Hindia Belanda (setelah di Soerakarta dibuka 1852 dan di
Fort de Kock 1856). Salah satu siswa pertama Willem Iskander adalah Mangaradja
Soetan (ayah Soetan Casajangan). Sehubungan dengan tingginya kualitas
Kweekschool Tanobato, pemerintah membuat program pengiriman guru-guru muda untuk
studi guru ke Belanda dalam rangka upaya untuk meningkatkan kualitas guru dan
sekolah pribumi. Tiga yang pertama tahun 1874 adalah Barnas Lubus dari Angkola Mandailing,
Raden Soerono (Soerakarta) dan Raden Adhi Sasmita (Bandoeng). Untuk membimbing
ketiganya, ditunjuk Willem Iskander dan pemerintah menyediakan beasiswa untuk
Willem Iskander untuk mendapatkan akta guru di Belanda, dan sepulangnya Willem
Iskander diproyeksikan sebagai direktur sekolah guru yang baru yang akan dibuka
di Padang Sidempoean tahun 1879. Namun sebelum kembali ke tanah air, Willem
Iskander meninggal dunia di Amsterdam tahun 1876 (sebelumnya Barnas Lubis dan
Soerono meninggal dunia). Sasminta belum menyelesaikan pendidikannya di Haarlem. Pemerintah kembali mengirim tiga guru muda yakni
Raden Kamil, Raden Soejoed dan Hamsah, berangkat Juni 1877 (lihat Algemeen
Handelsblad, 30-06-1877). Pada tahun 1878 pemerintah kembali mengirim dua guru
muda adalah Jozias Ratulangi dan Elias Kandou, berangkat bulan April 1878
(lihat Bataviaasch handelsblad, 27-04-1878). Hamsah dan Adhi Sasmita dipulangkan
ke tanah air berangkat April 1879 (lihat Het vaderland, 14-04-1879). Keduanya hanya
mampu menyelesaikan sebagian. Raden Kamil, Jozias Ratulangi dan Elias Kandou menyelesaikan
studinya dan kembali ke tanah air Desember 1880 (lihat Opregte Haarlemsche
Courant, 06-12-1880). Disebutkan dari Amsterdam tanggal 4 Desember berangkat
dengan tujuan akhir Batavia kapal ss Prins van Oranje dimana diantara penumpang
terdapat nama Raden Kamil, Jozias Ratulangi dan Elias Kandou. Tondano (didirkan 1873), Jozias
Ratulangi dan Elias Kandou diangkat menjadi guru di kweekschool Tondano (didirikan
1873). Kweekschool Padang Sidempoean dibuka tahun 1879. Salah satu siswa yang
diterima pada tahun 1884 adalah Soetan Casajangan. Jozias Ratulangi sempat
ditempatkan di Ambon, dan pada tanggal 21 Maret 1886 kembali ke Tondano (hingga
pensiun). Nama J Ratulangi sebagai guru di Tondano masih tercatat dalam Regerings-almanak
voor Nederlandsch-Indie, 1904. Soetan Casajangan yang lulus di kweekschool Padang
Sidempoean tahun 1887 dan menjadi guru di Padang Sidempoean dalam
perkembangannya tahun 1903 berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi.
Setelah guru generasi pertama berlalu (termasuk Jozias Ratulangi, ayah Sam Ratulangi), Soetan Casajangan mempelopori guru pribumi di Hindia untuk melanjutkan studi di Belanda. Soetan Casajangan, seperti disebut di atas, pada tahun 1907 lulus ujian dan mendapatkan akta guru LO. Soetan Casajangan tidak puas dan melanjutkan studi untuk mendapatkan akta guru MO (dan begasil tahun 1910). Pada saat ini Soetan Casajangan adalah ketua organisasi pelajar/mahasiswa pribumi Indische Vereeniging di Belanda. Soetan Casajangan diangkat menjadi guru di Handelschool di Amterdam, guru pribumi pertama mengajar di Belanda. Pada saat ini ada satu anggota Indische Vereeniging yang studi bidang keguruan di Leiden yakni Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia. Pada tahun 1911 ketua Indisch Vereeniging yang baru dipilih Raden Noto Soeroto (periodenya menjadi satu tahun). Pada tahun 1912 guru-guru muda tiba di Belanda, Dahlan Abdoellah, Ibrahim Tan Malaka dan Sam Ratoelangi. Soetan Casajangan kembali ke tanah air 1913 (diangkat menjadi direktur Kweekschool di Fort de Kock).
Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, setelah lulus ELS di Sibolga
melanjutkan studi ke Belanda tahun 1911. Setelah menyelesaikan akta guru huplacte
lalu melanjutkan studi untuk mendapatkan akta guru LO (lulus 1915). Dahlan
Abdoellah, Ibrahim Tan Malaka sama-sama lulusan sekolah guru di Fort de Kock. Sam
Ratoelangi. tiba di Belanda sebagai lulusan sekolah guru di Tondano dan lulusan
sekolah teknik di Batavia.
Dengan dua akta, Sam Ratoelangi yang lebih fasih berbahasa Belanda (lulusan KWS Batavia) tampaknya menyelesaikan studi keguruannya dan mendapat akta guru MO tahun 1915. Tan Malaka mendapat akta guru MO tahun 1916. Setelah menyelesaikan studi akta guru MO, lalu apakah Ratoelangi kembali ke tanah air?
Pada saat kongres Pendidikan Hindia di Belanda tahun 1916 turut dihadiran
anggota Indische Vereeniging, sudah tentu termasuk para guru-guru pribumi seperti
Ratulangi. Kongres ini dipimpin oleh JA Deventer (lihat Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indie, 01-09-1916). JA Deventer adalah pernah menjadi direktur
Pendidikan Hindia Belanda (1900-1905).
Sam Ratulangi cukup lama tidak terinformasikan. Pada bulan Agustus 1918 di Den Haag Ratoelangi hadir dalam satu pertemuan antara pelajar/mahasiswa Cina dan pribumi asal Hindia (lihat De locomotief, 28-08-1918). Disebutkan di Den Haag, 23 Agustus (Aneta). Pada pertemuan orang Cina dan Indonesia yang diadakan di Den Haag di bawah pimpinan Ratoelangi, sebuah seksi 'Belanda' didirikan oleh Perhimpunan Pelajar Asia (Vereeniging van Aziatische Studenten) di Zurich. Sekretaris ditunjuk seorang Siam, insinyur Hiengtire, bendahara seorang Korea Lee. Beberapa kota besar Erropa menyatakan simpati mereka terhadap asosiasi ini, termasuk sekitar 1500 pelajar/mahasiswa di London. Siapapun yang merasa Asia bisa menjadi anggota asosiasi ini, termasuk Indo-Eropa.
Dalam hubungannya dengan organisasi Asia di Belanda yang dipimpin Sam
Ratoelangi, lantas apakah selama ini Ratoelangi berada di Zurich? Kota Zurich
dalam hal ini kota yang (masih) termasuk wilayah Jerman. Apakah Sam Ratoelangi
sedang studi di Zurich? Pada dasarnya pelajar/mahasiswa asal Hindia tidak hanya
studi di Belanda, juga ada di luar Belanda seperti Abdoel Rivai (di Gent, Belgia).
Sehubungan dengan pembentukan Kantor Berita Indonesia di Belanda, dalam satu
brosur Ratulangi memberi kontrirbusi satu artikel (lihat Het vaderland, 08-11-1918).
Dalam Kongres Indonesia yang diadakan bulan Agustus 1918 juga dihadiri Ratulangi.
Setelah membentuk federasi mahasiswa Asia di afdeeling Belanda, Ratoelangi tidak terinformasikan lagi. Namanya kemudian diketahui sudah berada di Batavia dengan gelar doctor (Dr) sebagai guru HBS di Prins Hendrik School (PHS). Ratoelangi diangkat pemerintah (Departemen Pendidikan Hindia Belanda) ditempatkan di PHS. Dimana gelar doctor Ratoelangi di peroleh? Di Belanda, di Zurich? Pada tahun 1920 termasuk salah satu kandidat untuk Volksraad (lihat Deli courant, 11-11-1920).
Sekolah Prins Hendrik School dibuka pada tahun 1915. Sekolah PHS menyelenggarakan
sekolah HBS. Salah satu siswa lulusan PHS tahun 1919 adalah Mohamad Hatta yang
kemudian melanjutkan studi ke Belanda. Pada tahun 1921 ini satu lagi lulusannya
berangkat ke Belanda adalah Ida Loemongga. Sejak kapanm Ratoelangi mengajar di
PHS ridak terinformasikan. Oleh karena Ratoelangi adalah guru IPA, apakah pernah
mengajar Ida Loemongga Nasoetion?
Pada tahun 1922 Dr Ratoelangi diketahui setahun telah meninggalkan sekolah PHS di Batavia (lihat De Indische courant, 05-01-1922). Disebutkan Dr Ratoelangi tidak lagi hadir di sekolah PHS di Batavia, tetapi diketahui sebagai guru Matematika di Midlebare Technisch School di Djogjakarta. Ada apa Dr Ratoelangi keluar dari sekolah pemerintah. PHS adalah satu dari dua sekolah menengah elit di Batavia dan memilih sekolah swasta di Djogjakarta.
Pada tahun 1921 didirikan satu perusahaan asuransi pribumi dengan menggunakan
nama Indonesia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-10-1921).
Siapa yang menjadi pengurus perusahaan asuransi Indonesia ini adalah.Dr. Ratu
Langi sebagai ketua, Darma Koesoema sebagai wakil ketua dengan komisaris Djajadiningrat,
Abdoel Rivai, Soetan Toemenggoeng, Wreksodiningrat, Mangoenkoesoemo dan Sastrodipoera
yang berkedudukan di Bandoeng (lihat De locomotief, 14-10-1921). Perusahaan yang
menggunakan nama Indonesia sudah terlebih dulu ada di Padang dengan nama NV
Indonesia yang dipimpin oleh (alumni Belanda) Zainoedin Rasad dengan modal
f12,000 (lihat
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 19-02-1921). Nama Indonesia sendiri sudah lama dikenal di
luar Pemerintah Hindia Belanda. Nama ini umum digunakan di dalam hubungannya
dengan akademik. Pada tahun 1917 di Belanda diadakan Kongres Hindia. Sejumlah anggota
Indische Vereeninging yang menjadi pengurus seperti Sorip Tagor, Dahlan
Andoellah dan Goenawan Mangoenkoesoemo, dalam kongres tersebut mengusulkan di
forum agar digunakan Indonesia untuk menggantikan nama Hindia (Belanda). Usulan
ini tampaknya diterima. Lalu kemudin pada kongres Hindia tahun 1918 nama
kongres sudah diubah menjadi Indonesia Congres. Salah satu keputusan yang dibuat
antara oarganisasi Belanda, Cina dan primuni asal Hindia dibentuk federasi yang
diberi nama Indonesia Verbond Studerent. Sejak inilah nama Indonesia resmi
digunakan di kalangan mahasiswa asal Hindia di Belanda. Nama Indonesia juga
mulai diadopsi di Volksraad (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 29-04-1921). Disebutkan
dalam sidang Volksraad tanggal 29 April, Van Hinloopen Labberton, Cramer dan
Vreede mengusulkan mengandemen konstitusi Pasal-1 nama ‘Nederlandsc Indie’
untuk diganti dengan nama ‘Indonesia’. Sementara Stokvis dan Koesoemo Joedo
mengusulkan dengan Insulinde. Namun Ketika diajukan voting, menolak perubahan
sebanyak 18 melawan lima. Siapa yang lima tersebut sudah pasti tiga diantaranya
Labberton, Cramer dan Vreede. Catatan: Volksraad anggota pribumi Laoh, Raden Kamil,
Koesoemojoedo, de Gueljoe, Waworentoe, Djajadiningrat, 'Dwidjosewojo, Soselisa,
Soetan Toemenggoeng dan Abdoel Moeis. Berita dari Volksraad ini menjadi viral
di Eropa/Belanda. Sudah barang tentu pengubahan kemungkinan juga akan ditolak
oleh Tweede Kamer. Namun yang menjadi tanda tanya bergitu banyak anggota
pribumi di Volksraad hanya dua yang setuju dengan nama Indonesia.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar