*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini
Mr. Soepomo, PhD lahir di Solo, meraih gelar doktor (PhD) di bidang hukum di Universiteit Leiden tahun 1927 dengan judul desertasi ‘De reorganisatie van 't agrarisch stelsel in het Gewest Soerakarta’ (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 09-07-1927). Yang bertindak sebagai promotor adalah Prof. Carpentier Alting. Keutamaan Dr Soepomo, PhD adalah orang Indonesia kedua peraih gelar PhD dengan predikat Cum Laude. Ini suatu prestasi sendiri pada masa itu. itu.
Prof. Dr. Mr. Soepomo lahir 22 Januari 1903 di Sukoharjo adalah seorang politikus dan pengacara Indonesia. Ia memulai pendidikannya tahun 1917 di ELS di Boyolali. Ia lulus pada tahun 1920, dan melanjutkan studinya ke MULO di Surakarta. Pada tahun 1923, ia pindah ke Batavia dan bersekolah di Rechtsschool. Ia bekerja di sebuah pengadilan negeri di Surakarta, sebelum berangkat ke Belanda untuk melanjutkan Pendidikan di Universitas Leiden, dan belajar hukum di bawah Cornelis van Vollenhoven. Ia lulus tahun 1927 dengan tesis berjudul "Reformasi Sistem Agraria di Wilayah Surakarta". Sekembalinya ia menjadi pegawai pengadilan di Yogyakarta, kemudian dipindahkan ke Departemen Kehakiman di Batavia. Saat bertugas di Departemen Kehakiman, ia mengambil pekerjaan sampingan sebagai dosen tamu di Rechtshoogeschool. Ia kemudian bergabung dengan asosiasi pemuda Jong Java, dan menulis sebuah makalah berjudul "Perempuan Indonesia dalam Hukum", yang ia presentasikan bersama dengan Ali Sastroamidjojo pada Kongres Perempuan 1928. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Soepomo, lulusan Rechtschool studi ke Belanda raih doktor hukum dengan cum laude? Seperti disebut di atas, Soepomo memulai studi hukum di Batavia dan melanjutkan studi ke Belanda. Bagaimana hubungan Soepomo dengan Boedi Oetomo? Lalu bagaimana sejarah Soepomo, lulusan Rechtschool studi ke Belanda raih doktor hukum dengan cum laude? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Soepomo, Lulusan Rechtschool Studi ke Belanda Raih Doktor Hukum dengan Cum Laude; Boedi Oetomo
Pada rahun 1925, Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi lahir di Batang Toroe Padang Sidempoean dinyatakan lulus di Universiteit Leiden dan mendapat gelar doctor (Ph.D) dengan desertasi berjudul: ‘Het grondenrecht in de Bataklanden: Tapanoeli, Simeloengoen en het Karoland’. Radja Enda Boemi adalah ahli hukum pertama dari Tapanoeli dan orang Indonesia kedua yang meraih gelar doktor (PhD) di bidang hukum.
Orang Indonesia pertama yang mendapat gelar doktor (PhD) di bidang hukum
adalah Mr. Gondokoesoemo pada tahun 1922 di Universiteit Leiden dengan judul
desertasi adalah ‘Vernietiging van Desabeslissingen in Indie’ (lihat De Tijd:
godsdienstig-staatkundig dagblad, 22-06-1922). Gondokoesoemo lahir di Blora
adalah salah satu alumni pertama dari Rechts School di Batavia. Radja Enda Boemi lulus di Rechtschool
Batavia tahun 1914.
Seperti halnya alumni STOVIA, alumni Recht School di Batavia juga semakin banyak yang melanjutkan studi ke Belanda. Sebuah laporan pada tahun 1918, jumlah mahasiswa pribumi yang kuliah di bidang kedokteran di Belanda sebanyak 22 orang (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 01-02-1919). Saat mana Radja Enda Moeda tengah menyelesaikan program doktoralnyam pada tahun 1924, Soepomo tiba di Belanda.
Soepomo memulai pendidikan tinggi di Rechts School di Batavia. Pada tahun 1922 Soepomo
naik dari kelas dua ke kelas tiga (Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 16-05-1922), Pada tahun 1923 Soepomo lulus ujian akhir dan
berhak mendapat gelar ahli hukum (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 23-06-1923). Lalu kemudian diangkat pemerintah ditempatkan di
pengadilan Landraad Sragen. Setahun kemudian muncul berita bahwa Soepomo akan
melanjutkan studi ke Belanda (lihat De
Indische courant, 30-07-1924). Soepomo berangkat tanggal 27 Agustus dari
Batavia menuju Amsterdam dengan kapal Princess Juliana (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 26-08-1924). Kapal yang ditumpangi Soepomo berlabuh di
pelabuhan Amsterdam tanggal 28 September 1924 (lihat Algemeen Handelsblad, 24-09-1924).
Selama di Belanda nama Soepomo tidak pernah terinformasikan. Boleh jadi Soepom sangat intens belajar. Tiba-tiba muncul nama Soepomo tahun 1927 disebut lulus doktor di bidang hukum di Universiteit Leiden dengan prestasi Cum Laude (lihat Algemeen Handelsblad, 15-06-1927).
Ini suatu prestasi sendiri karena Soepomo meraih gelar sarjana hukum (MR)
dan gelar doktor (Ph.D) dalam tempo singkat, kurang dari tiga tahun. Seperti kita lihat nanti
hal serupa ini juga diraih oleh Dr Aminoedin Pohan, dimana tiba di Belanda pada
tahun 1930 dan raih gelar doctor di bidang kedokteran di Leiden pada tahun
1932. Satu keutamaan Mr Soepomo meraih gelar doctor dengan predikat Cum Laude
(seperti yang pernah diraih Hoesein Djajadiningrat tahun 1915, gelar doctor dengan
cum laude).
Mr. Soepomo, PhD tidak lama kemudian pulang ke tanah air dengan kapal Jan P. Coen pada tanggal 30 Agustus 1927 dari pelabuhan Amsterdam menuju Batavia (lihat Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad, 30-08-1927). Di dalam manifes kapal namanya tercatat sebagai Mr. Dr. Soepomo (baca: Mr. Soepomo, Ph.D). Di Djogjakarta, Mr. Soepomo, Ph.D langsung bekerja. Diantara waktunya, Mr. Soepomo, Ph.D diberitakan mengisi kekosongan sekretaris administrasi pusat asosiasi Boedi Oetomo, yang fungsinya sebelumnya diisi oleh Adipoetranto (lihat De Indische courant, 13-12-1927).
Sebagai akademisi yang berprestasi Mr. Soepomo, Ph.D mendapat hadiah
Gadjamadaprijs dari Java Instituut (Algemeen Handelsblad, 15-02-1928). Berapa
besar nilai hadiah tersebut tidak disebutkan. Namun hadiah tersebut dapat
dianggap sebagai penghargaan yang tinggi bagi seorang pribumi yang diberikan
oleh kalangan orang-orang Belanda. Sarjana-sarjana Belanda yang bekerja di
Hindia Belanda, disamping tugasnya seperti di pemerintahan mereka juga
mendirikan lembaga-lembaga kajian karena memiliki minat yang sama untuk
mengumpulkan data, menganalisis dan mendessiminasi untuk wilayah tertentu.
Selain Java Instituut juga diketahui keberadaan lembaga Batak Instituut,
Minangkabaoe Instituut dan Oostkust Sumatra Instituut.
Organisasi Boedi Oetomo didirikan tanggal 20 Mei 1908 di Batavia. Dalam kongres yang pertama bulan Oktober 1908 terpilih ketua baru dan administrasi kantor pusat berkedudukan di Djogjakarta. Kantor pusat Boedi Oetomo berpindah-pindah sesuai dengan dimana ketua terpilih berdomisili atau bertugas tetap. Pada tahun 1927 kantor pusat kembali berada di Djogjakarta. Kehadiran Mr. Soepomo, Ph.D di Beodi Oetomo dianggap penting karena Mr. Soepomo, Ph.D diharapkan dapat memberikan perubahan besar di dalam organisasi besar Boedi Oetomo.
Organisasi Boedi Oetomo selama ini kerap diejek sebagai organisasi
kedaerahan, eksklusif, pro Belanda dan banyak mendapat dukungan dari
pemerintah. Organisasi Boedi Oetomo sebagai organisasi besar yang merasa tidak
perlu untuk mendukung organisasi nasional (baca: Indonesia) untuk mencapai
cita-cita kemerdekaan bersama. Bahkan di dalam kongres Boedi Oetomo ke-16 tahun
1925 di Solo muncul suara-suara di forum ‘Boedi Oetomo tersebut yang menyatakan
bahwa Boedi Oetomo menuntut kemerdekaan di Jawa tetapi memberi tolerasi
kolonialisasi di luar Jawa’. Suara-suara ini sempat dibalas oleh sebagian
orang-orang Boedi Oetomo lainnya di
dalam kongres dengan nada yang menentang suara false tersebut.
Para intelektual asal Jawa, terutama mahasiswa dan lulusan di Belanda yang sangar refornmis, mengharapkan kehadiran Mr. Soepomo, PhD di Boedi Oetomo yang berpusat di Djogjakarta dapat dan segera memberi kontribusi. Beberapa intelektual Jawa, lulusan Belanda yang sinis dengan Boedi Oetomo di Djogjakarta antara lain Dr Sardjito, doctor lulusan Belanda dan Dr Soetomo yang kembali studi dari Belanda tahun 1924 (pendiri klub studi Indonesia di Soerabaja). Dr Soetomo dalam hal ini sejatinya adalah salah satu pendiri Boedi Oeotmo.
Pada tahun 1927 ini Parada Harahap, sekretaris Sumatranen Bond
menginisiasi persatuan
diantara organisasi-organisasi kebangsaan yang ada di Batavia. Pada bulan
September 1927 dibentuk organisasi kebangsaan yang bersifat nasional.
Organisasi supra kebangsaan (federasi oraganisasi kebangsaan) ini disebut Permoefakatan
Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia, disingkat PPPKI. Dalam
pembentukannya, Mohammad Hoesni Thamrin didaulat menjadi ketua dan tentu saja
Parada Harahap sebagai penggagas diposisikan sebagai sekretaris. Mohammad
Hoesni Thamrin dan Parada Harahap adalah sama-sama pengusaha. Usaha MH Thamrin
bergerak di bidang perdagangan dan industri pengolahan di Batavia. Sedangkan
Parada Harahap pengusaha di bidang media dan percetakan. Parada Harahap adalah
ketua pengusaha di Batavia (semacam Kadin pada masa ini). Pertemuan pembentukan PPPKI diadakan di rumah Mr.
Husein Djajadiningrat (yang turut dihadiri Soetan Casajangan, Direktur sekolah
Normaal School di Meester Cornelis). Mr. Husein Djajadiningrat, Ph.D saat itu adalah
salah satu dosen di Rechthoogeschool di Batavia. Rumah Soetan Casajangan dan
Husein Djajadiningrat di Kramat tidak terlalu jauh. Bataviaasch nieuwsblad, 26-09-1927: ‘Minggu di
Weltevreden para pemimpin yang berbeda dari Serikat pribumi bertemu di Batavia
di rumah Mr Husein Djajadiningrat. Diputuskan untuk mendirikan organisasi yang
terdiri dari para pemimpin dari berbagai serikat pribumi, dengan ketua komite
adalah MH Thamrin dan sekretaris Parada Harahap. Serikat yang hadir adalah
Boedi Oetomo (baca; Boedi Oetomo
afdeeling Batavia), Pasoendan, Kaoem Betawi, Sumatranenbond, Persatoean Minahasa, Sarekat
Amboncher dan NIB (Perserikatan Nasional Indonesia). Soetan Casajangan dan Husein Djajadiningrat adalah senior para mahasiswa
Indonesia, keduanya adalah angkatan pertama di Indisch Vereeniging di Belanda.
Pada awal pendirian tahun 1908 Soetan Casajangan sebagai Ketua dan Husein
Djajadiningrat sebagai sekretaris. Soetan Casajangan menyelesaikan studi
menjadi sarjana tahun 1910 dan Husein Djajadiningrat meraih PhD tahun 1913.
Dalam kongres pertama yang diadakan di Bandoeng bulan November 1927, PPPKI
diformalkan dengan mengangkat pengurus yang dipimpin oleh Ir Anwari (PNI).
Pada bulan September 1928 diadakan Kongres PPPKI di Batavia. Yang menjadi ketua kongres adalah Dr Soetomo. Kongres PPPKI ini (senior) diintegrasikan dengan Kongres Pemuda (junior) pada bulan Oktober.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Boedi Oetomo: Dr Soeponio di Djogjakarta
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar