*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Apakah
ada bahasa Minahasa? Apakah ada etnik Minahasa? Tentu saja ada semuanya. Bahasa
Minahasa adalah bahasa-bahasa di Minahasa. Bahasa-bahasa yang dimaksud lebih
tepat sebagai dialek bahasa-bahasa seperti halnya dalam bahasa Batak, bahasa
Jawa, bahasa Sunda dan bahasa Minangkabau, Bagaimana dengan bahasa Manado di
wilayah Minahasa? Bahasa Manado adalah sebuah dialek bahasa Melayu. Bahasa
Melayu Manado memiliki kesamaan dengan dialek bahasa Melayu di wilayah Sunda (bahasa
Betawi).
Rumpun bahasa Minahasa adalah sekelompok bahasa Melayu-Polinesia yang di pertuturkan di Sulawesi Utara. Kelompok ini termasuk dalam rumpun bahasa Filipina. Bahasanya adalah: Kelompok Minahasa Utara: Kelompok Timur Laut: bahasa Tondano; bahasa Tombulu; bahasa Tonsea; bahasa Tonsawang; bahasa Tontemboan. Adelaar dan Himmelmann (2005) mengklasifikasikan Sangirik dan Minahasa sebagai cabang dari bahasa Filipina. Namun, analisis 2008 dari Austronesian Basic Vocabulary Database ditemukan moderat (80%) dukungan bagi keluarga Sangir-Minahasa, yang ditempatkan dalam suatu kelompok bahasa Melayu–Polinesia Inti (Wikipedia). Bahasa Minahasa dialek Tountemboan dituturkan di Desa Poopo, Passi Timur, Bolaang Mongondow; Desa Paku Ure II, Tenga dan Desa Ritey, Amurang Timur, Minahasa Selatan; Desa Tombasian Atas, Kawangkoan Barat, Minahasa; Desa Saluan Satu, Tareran, Minahasa; Desa Tumaratas, Langowan Barat, Minahasa; Dialek Toulour Jaton dituturkan di Desa Pulutan, Remboken, Minahasa; Desa Kakenturan, Modoinding, Minahasa Selatan; Desa Kayuroya, Lembean Timur, Minahasa; Dialek Tombulu dituturkan di Desa Lemoh, Tombariri Timur, Minahasa dan Kelurahan Woloan Dua, Tomohon Barat, Kota Tomohon. Persentase perbedaan antardialek itu berkisar antara 68%--77% (Wikibuku).
Lantas bagaimana sejarah bahasa-bahasa di Minahasa? Seperti disebut di atas bahasa Minahasa terdiri dari dialek-dialek bahasa Tondano, Tombulu, Tonsea, Tonsawang, Tontemboan. Lalu bagaimana sejarah bahasa-bahasa di Minahasa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa-Bahasa di Minahasa; Dialek-Dialek Bahasa Tondano, Tombulu, Tonsea, Tonsawang, Tontemboan
Apakah ada bahasa Minahasa? Yang jelas ada Tanah Minahasa, suatu wilayah teritorial sejumlah kelompok populasi dengan nama tungga Minahasa. Dalam hal ini, Minahasa bukan nama bahasa tetapi nama wilayah dan nama kelompok populasi (etnik) Minahasa. Apakah ada bahasa Minahasa?
Seperti dikutip di atas, di wilayah Minahasa ada bahasa Tondano; bahasa Tombulu; bahasa
Tonsea; bahasa Tonsawang; bahasa Tontemboan. Persentase perbedaan antar bahasa tersebut berkisar antara 68-77 persen.
Angka ini tentulah sangat tinggi. Antara satu bahasa dengan bahasa lainnya
dapat dikatakan bahasa-bahasa yang terpisah atau bahasa sendiri-sendiri (karena
persamaannya hanya 23-32 persen saja). Bandingkan antara bahasa Jawa dengan
bahasa Bali persamaannya hanya 24 persen dan antara bahasa Jawa dengan bahasa
Madura sebesar 52 persen, serta antara bahasa Sunda dengan bahasa Jawa
persamaannya 36 persen.
Jika tidak ada bahasa Minahasa di Tanah Minahasa lalu apakah penutur bahasa-bahasa Tondano, Tombulu, Tonsea, Tonsawang dan Tontemboan adalah etnik yang berbeda-beda? Sebab pepatah lama menyatakan ‘bahasa menunjukkan bangsa/etnik’. Hal ini karena persamaannya hanya 23-32 persen saja. Bagaimana dengan di pulau Jawa? Apakah penutur bahasa Madura dan bahasa Sunda dapat dikatakan etnik Jawa juga?
Bagaimana sejarah kelompok populasi yang terjadi di Tanah Minahasa?
Bahasa-bahasa yang secara geografis berdekatan saling berbeda. Jumlah penutur
bahasa dari kelompok-kelompok populasi yang ada tidak terbilang banyak (relative
populasi Sunda dan Madura di Jawa). Kelompok-kelompok bahasa serupa ini
sebenarnya tidak hanya di Tanah Minahasa, juga di Tanah Mamuju (Sulawesi Barat)
dan wilayah lainnya di pulau Sulawesi. Apa yang menyebabkan terjadi keragaman
bahasa dalam jumlah yang relative sedikt itu?
Tunggu deskripsi lengkapnya
Dialek-Dialek Bahasa Tondano, Tombulu, Tonsea, Tonsawang, Tontemboan: Bahasa Manado di Wilayah Minahasa
Nama Minahasa menunjukkan nama kesatuan dari empat kelompok populasi yang berbeda: Tombulu, Tonsea, Tontemboan dan Toulour. Nama Toulour kemudian disebut Tondano. Empat kolompok populasi yang berdekatan, untuk memperkuat diri dari masuh dilakukan persatuan (federasi). Minahasa dalam hal ini dapat dikatakan nama federasi. Diantara tiga/empat bahasa tersebut, bahasa Tontemboan dalam sejarah Minahasa. Mengapa?
Bahasa Tontemboan adalah bahasa yang digunakan
oleh suku Tontemboan, yakni sub-suku Minahasa di Kabupaten Minahasa, khususnya
di daerah kecamatan Tareran, Sonder, Kawangkoan, Langoan, Tenga, Tumpaan,
Amurang, Motoling, dan Modoinding. Bahasa Tontemboan ini termasuk kelompok
bahasa Austronesia di pulau Sulawesi bagian utara. Tontemboan salah satu
sub-dialek bahasa Minahasa, sub-kelompok dari rumpun bahasa Filipina. Arti Tontemboan adalah 'orang gunung' atau 'orang
yang berasal dari beberapa daerah dataran tinggi di Minahasa'. Selain itu,
bahasa Tontemboan juga digunakan oleh sebagian warga keturunan Minahasa di desa
Kaaruyan, kecamatan Paguat, di Gorontalo. Nama lain dan nama dialeknya adalah
Makela'i-Maotow, Makelai, Matana'i-Maore', Matanai, Pakewa, Kumawangkoan,
Tompakewa, Tumompaso, Sonder, dan Tountemboan. (Wikipedia)
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar