Sabtu, 21 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (92):Bahasa Ogan di Daerah Aliran Sungai Ogan; Hulu Batas Bengkulu Barat Baturaja, Muara di S Musi, Palembang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Ogan (Hang Ugan, Jeme Ugan) adalah salah satu kelompok etnis bermukim di kabupaten Ogan Komering Ulu (Baturaja, Ulu Ogan, Semidang Aji, Lubuk Batang, Peninjauan, Pengandonan), Kabupaten Ogan Komering Ilir (Muara Baru, Anyar dan Banding Anyar), Kabupaten Ogan Ilir (Kecamatan Muara Kuang) di sepanjang aliran Sungai Ogan (Ayakh Ugan). Selain di Sumatera Selatan, Suku Ogan dapat dijumpai dalam jumlah yang sangat besar di Lampung meliputi Kabupaten Way Kanan.


Bahasa Ogan adalah bahasa yang dituturkan oleh Suku Ogan yang banyak mendiami daerah-daerah di kabupaten Ogan Komering Ulu (Baturaja, Pengandonan, Ulu Ogan, Muara Jaya, Semidang Aji, Lubuk Batang, Peninjauan, Sinar Peninjauan, Lubuk Raja, Kedaton Peninjauan Raya), Kabupaten Ogan Ilir (Kecamatan Muarakuang dan Lubuk Keliat), Ogan Komering Ilir (Desa Muara Baru, Banding Anyar dan Anyar), dan kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (Mendah dan Tugu Harum). Bahasa Ogan yang dituturkan oleh masyarakat dari Suku Ogan (Uhang Ugan) yang sebagian masyarakat yang tinggal di pesisir atau tepian hulu Sungai Ogan. Sungai Ogan berasal dari beberapa aliran kecil mata air dari Bukit Nanti bersatu menjadi satu aliran besar Sungai Ogan, yang pada akhirnya bermuara di sungai Musi Palembang. Bahasa Ogan, mirip bahasa orang Malaysia. Semakin ke hulu DAS (Daerah Aliran Sungai) Ogan, logat bahasa akan terdengar keras, makin ke hilir makin halus dan agak terdengar berlagu: ‘daerah hulu sungai Ogan, tepian sungai Ogan agak kecil arus airnya deras berbatu dan berbukit, daerah hilir tepian sungai Ogan lebar dan arus air tenang tidak berbatu. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Ogan di daerah aliran sungai Ogan? Seperti disebut di atas bahasa Ogan dituturkan orang Ogan di daerah aliran sungai Ogan. Hulu sungai di batas Bengkulu sebelah barat Baturaja, muara di aungai Musi di Palembang. Lalu bagaimana sejarah bahasa Ogan di daerah aliran sungai Ogan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Ogan di Daerah Aliran Sungai Ogan; Hulu Sungai Batas Bengkulu Barat Baturaja, Muara di Sungai Musi Palembang

Nama Ogan paling tidak sudah diinfprmasikan tahun 1825 (lihat Utrechtsche courant,11-11-1825). Nama Komering belum diidentifikasi. Namun dalam perkembangannya nama Ogan dan nama Komering keduanya dijadikan sebagai nama wilayah setingkat onderafdeeling: ibu kota onderafdeeling Ogan di Indralaja dan ibu kota onderafdeeling Ogan Ilir di Kajoeagoeng. Sedangkan onderafdeeling Komering Oloe berada di arah hulu sungai Komering.


Secara geomorfologis bagian hilir sungai Ogan dan sungai Komering diduga awalnya adalah perairan yang dibagian dalam teluk (Palembang) bermuara sungai Musi. Di depan muara sungai Musi terdapat suatu pulau sedimen yang kini disebut Bukit Siguntang (suatu banua baru didirikan di era Sriwidjaya pada abad ke-7). Dengan menyempitnya teluk Palembang, lalu wilayah tangkapan air di tenggara teluk terjadi proses sedimen jangka panjang yang mana terbentuk dua jalan air menuju laut ke arah utara, yang dalam hal ini sungai Ogan dan sungai Komering bermuara ke sungai Musi. Hal itulah kemudian diduga yang menyebabkan kota Indralaja dan kota Kajoeagoeng terbentuk di sisi barat kedua sungai.

Pasca dilikuidasinya Kesultanan Palembang tahun 1826 Pemerintah Hindia Belanda diangkat sejumlah pemimpin lokal di Residentie Palembang termasuk di distrioct Ogan dan di district Komering. District Ogan dipimpin oleh Toemenggoeng Poepa di Nata (lihat Almanak 1833). Pada tahun 1853 dilakukan reorganisasi pemerintahan dimana onderafdeeling Ogan Ilir dan Komering Ilir masuk afdeeling Palembang. Onderafdeling Ogan Oloe yang dibentuk dimasukkan ke afdeeling kedua termasuk onderafdeeling Komering Oeloe (lihat Almanak 1852). Hal itulah mengapa nama afdeeling Ogan Komering Oeloe (en Enim) dengan ibu kota di Batoeradja.


Sungai Ogan dan juga sungai Komering terbilang sungai yang panjang jauh ke pedalaman. Pada masing-masing dua daerah aliran sungai ini dibentuk onderfadeeling ilir dan onderfadeeling oeloe. Ogan Ilir dan Komering Ilir menjadi bagian dari afdeeling Palembang; sedangkan Ogan Oeloe dan Komering Oloe masuk afdeeling Ogan Komering Oeloe. Lantas apakah Ogan Ilir dan Ogan Oeloe menjadi wilayah kelompok populasi Ogan? Demikian juga apakah Komering Ilir dan Kemering Oeloe menjadi wilayah kelompok populasu Komering?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Hulu Sungai Batas Bengkulu Barat Baturaja, Muara di Sungai Musi Palembang: Asal Usul dan Terbentuknya Bahasa Ogan

Bagaimana dengan bahasa Ogan? Satu yang terpenting yang terinformasikan sejak awal adalah tentang kelompok populasi Ogan di daerah aliran sungai Ogan yang menjalankan praktek djoedjoer (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1852). Disebutkan pada tahun 1846 adat djoedjoer dihapuskan di district-district KomeringIlir, Komering Oeloe, Ogan Ilir dan Ogan Oeloe, sebagian besar Musi, seluruh Banjoeassing, sebagian dari Lamatang dan Rawas. Informasi ini mengindikasikan bahwa wilayah-wilayah di sekitar (kesultana) Palembang bukan kelompok populasu Jawa dan juga bukan kelompok populasi Melayu. Dalam hal ini orang Ogan memiliki adat sendiri.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar