*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku
Dayak Iban adalah salah satu rumpun suku Dayak di Sarawak, Kalimantan Barat dan
Brunei. Kata Iban berasal dari bahasa Iban asli yang bermaksud manusia atau
orang. Iban terkenal karena mempraktikkan pengayauan dan migrasi teritorial.
Sejak kedatangan orang Eropa dan kolonisasi selanjutnya di daerah tersebut,
pengayauan berangsur-angsur menghilang dari praktik. Mereka secara tradisional
tinggal di rumah panjang yang disebut rumah panjai atau betang (batang).
Bahasa Iban atau Bahasa Dayak Iban adalah bahasa yang digunakan etnik Dayak dari suku Iban yang tinggal majoritas di Sarawak, Malaysia, dan minoritas di Kalimantan Barat. Di Sarawak, penuturnya mencangkum bukan etnis Iban sahaja, namun menjadi bahasa perantaraan antara masyarakat. Bahasa Iban adalah bahasa terlindung di bawah Kementerian Pendidikan Malaysia serta menjadi salah satu bidang di sekolah-sekolah serta universitas Malaysia. Bahasa Iban adalah salah satu bahasa Dayak yang termasuk dalam Sijil Pelajaran Malaysia bermula tahun 1970 sehingga kini sebagai subjek elektif. Penerbitan Kamus Iban mempunyai beberapa produksi di bawah Dewan Bahasa dan Pustaka Cawangan Sarawak. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Iban di Borneo utara, bahasa pengantar di wilayah Sarawak? Seperti disebut di atas bahasa Iban dituturkan orang Iban. Orang Iban kini umumnya di wilayah Satawak. Orang Iban dan rumah panjang di Kapuas. Lalu bagaimana sejarah bahasa Iban di Borneo utara, bahasa pengantar di wilayah Sarawak? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Iban di Borneo Utara, Bahasa Pengantar di Wilayah Sarawak; Orang Iban dan Tradisi Rumah Panjang
Dimana wilayah populasi penutur bahasa Iban? Dalam konteks pulau Borneo//Kalimantan, kita harus merujuk pada pembagian wilayah yurisdikssi antara Belanda dan Inggris. Sebab dalam sejarahnya, sejak era Portugis, pulau Borneo akhirnya menjadi dua wilayah yang berbeda setelah dilakukan perjanjian antara Belanda dan Inggris di London tahun 1824 (Traktat London).
Pasca penduduk Inggris di Jawa, Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan pada
tahun 1816. Lalu dalam perkembangannya terjadi dialog antara Inggris dan
Belanda, yang mana wilayah Inggris di pulau Sumatra (Bengkoelen) dilakukan
tukar guling dengan wilayah Belanda di Semenanjung Malaya (Malaka). Pertukaran
wilayah ini disepakati dalam Traktat London. Sejak inilah Inggris membentuk
koloni The Strats Settelement (Penang, Malaka dan Singapoera). Seiring dengan
semakin intensnya para peneliti (Inggris dan Belanda) melakukan studi, di
wilayah Hindia Belanda yang berpusat di Batavia dan Singapoera, seorang
pedagang Inggris di pantai barat Sumatra (Tapanoeli), James Brooke tahun 1838 memulai
usahanya di pantai utara pulau Borneo. Sejak kehadiran Brooke inilah wilayah
pantai utara pulau Borneo mendapat perhatian dan semakin intens dalam
pemberitaan. Sebagai suatu wilayah yang masih independent, Brooke menemukan
para kelompok populasi sedang berselisih yakni antara kelompok populasi Dayak
dengan kelompok populasu Melayu (Kerajaan Brunai). Atas bantuan Brooke, Radja
Brunai memberi hak dan gelar bagia Boroke sebagai Rajah Sarawak tahun 1842.
Dengan legitimasi Brunai, Brooke kemudian disokong oleh Pemerintah Inggris
dengan membuka konsulta di Laboehan, dimana cabang pemerintahan Inggris sebelumnya
sudah dibentuk di The Strait Settlement. James Brooke memiliki kuasa di wilayah
Serawak hingga kematiannya tahun 1868, yang kemudian digantikan keponakannya
Charles Johnson Brooke.
Lantas apakah nama kelompok populasi Iban sudah dikenal di Serawak selama pemerintahan James Brooke? Satu yang jelas, bahwa Singapoera telah menjadi pusat para peneliti Inggris di Hindia Timur. Pada tahun 1850 di Singapoera diterbitkan majalah ilmiah yang diberi nama Indian Archipelago dimana salah satu pendukung kegiatan ilmiah ini adalah Richard Logan. Dalam konteks inilah (kehadiran James Brooke di Serawak dan majalah ilmiah Indian Archipelago di Singapoera, nama kelompok populasi Iban mulai dikenal.
Studi-studi kelompok populasi, khususnya yang berada (jauh) di pedalaman
baru dimulai pada periode akhir era VOC. Satu nama yang penting yang coba
memperhatikan kelompok-kelompok populasi adalah William Marsden, seorang
penulis Inggris di Bengkoeloe, yang bukunya diterbitkan tahun 1781 berjudul The
History of Sumatra. Masrden membedakan kelompok populasi di Sumatra terdiri
dari Melayu, Atjeh, Batak, Minangkabau, Redjang dan Lampong. William Marsden
dalam studinya juga memperhatikan bahasa-bahasa di Sumatra, terutama bahasa
Melayu. Lalu kemudian disusul Raffles yang juga berawal dari Bengkulu mulai
melakukan kajian secara khusus di Jawa, terutama selama penddudukan Inggris
dimana bukunya berjudul The History of Java diterbitkan tahun 1818. Selanjutnya
peneliti Inggris Jhon Crawford menerbitkan bukunya berjudul The History of the Indien
Archipelago (lihat Nederlandsche staatscourant, 02-06-1823). Singkatnya para
peneliti Inggris semakin banyak seperti Russel, sementara para peneliti Belanda
di Batavia mulai berkiprah sejak 1838 seiring dengan diterbitkannya majalah ilmiah
Tijdschrift voor Neerland's Indie. Majalah ini menerbitkan tulisan-tulisan para
peneliti Belanda dan para pejabat Pemerintah Hindia Belanda di berbagai daerah.
Tulisan yang ada terutama yang terkait dengan geografis, etnografi, bahasa dsb
di wilayah Hindia Belanda. Lalu bagaimana dengan di wilayah Borneo Utara?
Tunggu deskripsi lengkapnya
Orang Iban dan Tradisi Rumah Panjang: Tradisi Lama Orang Iban
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar