Rabu, 20 Maret 2024

Sejarah Padang Lawas (1): Narasi Sejarah Padang Lawas; The Forgotten Kingdoms in Sumatra FM Schnitger, Leiden 1939


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Lawas dalam blog ini Klik Disini

The Forgotten Kingdom judul sebuah drama film 2013. Nama itu juga The Forgotten Kingdom judul sebuah novel 2021. Tentunya masih banyak versi lainnya. Artikel ini tidak sedang membicarakan narasi versi-versi fiksi tersebut. FM Schnitger sepulang melakukan eskavasi kepurbakalana dari Padang Lawas menulis suatu monograf berjudul Forgotten Kingdoms in Sumatra yang diterbitkan di Leiden tahun 1939.


Padang Lawas: Kerajaan Panai yang Penting Bagi Mancanegara Purbakala.. Afkar Aristoteles Mukhaer. Selasa, 14 Juni 2022. Nationalgeographic.co.id. Teks Nagarakertagama menyebutkan beberapa daerah dikuasai Majapahit, salah satunya Pane (Panai). Nama kawasan disebutkan dalam Prasasti Tanjore di India pada abad ke-9. Isinya menginginkan kawasan Panai untuk ditaklukkan di bawah Kerajaan Chola. Nama ini menjadi misteri bagi sejarawan di mana negeri Panai itu, dan apa yang membuatnya harus ditaklukkan. Lisda Meyanti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), memperkirakan lokasi kedua kerajaan itu berada di Padang Lawas, Sumatra Utara. Pemaparan di jurnal AMERTA Juni 2019. Dia menjelaskan, alasan Padang Lawas sebagai "Kerajaan Panai" karena ditemukan prasasti juga menyebutkan kata Panai disana. Prasasti itu pun dinamai Panai yang ditemukan di Komplek Candi Padang Lawas. "Banyak peneliti yang berusaha menemukan lokasi Panai, tetapi bukti yang mereka kemukakan berupa tulisan asing dan benda (artefak) yang berasal dari daerah lain," tulis Lisda. Prasasti bertuliskan sepuluh baris itu mendeskripsikan kawasan sekitarnya, sehingga lebih kuat untuk memberikan kesaksian. (https://nationalgeographic.grid.id/)

Lantas bagaimana sejarah narasi sejarah Padang Lawas? Seperti disebut di atas, di wilayah Padang Lawas ditemukan banyak candi yang berasal dari masa lampau, suatu wilayah terbanyak candi di Sumatra. The Forgotten Kingdoms in Sumatra FM Schnitger, Leiden 1939. Lalu bagaimana sejarah narasi sejarah Padang Lawas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Narasi Sejarah Padang Lawas; The Forgotten Kingdoms in Sumatra FM Schnitger, Leiden 1939

Seberapa tua sejarah Padang Lawas? Meski belum diketahui, tetapi pertanyaan itu penting untuk dijawab. FM Schnitger dalam menografnya berjudul The Forgotten Kingdoms in Sumatra mengutip catatan Tiongkok sudah dikenal pada abad ke-6 dengan nama Poeni atau Poli.


FM Schnitger sendiri pertama kali ke Padang Lawas pada bulan Juni 1935. Keberadaan candi-candi dan benda kepurbakalan sudah diketahui satu abad yang lampau oleh Junh Huhn. Pada tahun 1840 Juhn Huhn dan von Rosenberg melakukan eskpedisi ilmiah di wilayah Angkola. Mengapa begitu lama jarak antara Juhn Huhn yang melaporkan pertama dengan Schnitger yang melakukan eskapasi pertama? Pertanyaan ini idem dito: mengapa selama ini soal kepurbakalaan belum ada penyilidikan yang komprehensif dilakukan?

Ptolomeus dalam catatan geografisnya pada abad ke-2 juga melampirkan peta semenanjung Aurea Chersonesus. Dalam bahasa Latin aurea=emas dan Chersonesus=semenanjung. Dalam catatannya disebutkan bahwa kamper didatangkan dari Aurea Chersonesus (pulau Sumatra) bagian utara. Sementara di dalam peta Aurea Chersonesus diidentifikasi nama (kota) Tacola. Apakah nama Tacola ini adalah Angkola? Kita lihat nanti. Masih pada abad ke-2 catatan Tiongkok disebutkan utusan Radja Yeh Tiao dari selatan telah menghadap kaisar Tiongkok untuk membuka pos perdagangan. Dimana pos perdagangan ini? Kita lihat nanti.


Kamper adalah salah satu komoditi perdagangan kuno (lainnya adalah kemenyan, emas dan getah puli yang ditemukan di wilayah Angkola). Kamper digunakan dalam pembalseman pada masa Mesir kuno. Kamper hanya ditemukan di Asia Tenggara. Tempat yang terdekat dengan barat berada di pantai barat Sumatra. Aksara Batak diduga sudah sangat tua dan mirip dengan aksara Fenisia (lihat A Phoenician Alphabet on Sumatra by EEW Gs Schröder ini Journal of the American Oriental Society, Vol. 47, 1927).  Fenesia adalah aksara kuno yang sudah punah di Laut Mediterani (sekitar Suriah yang sekarang) yang menjadi cikal bakal aksara Arab dan Latin. Bagaimana aksara Batak mirip aksara Fenesia?.

Pada abad ke-5 dalam literatur Eropa disebutkan bahwa kamper diimpor dari pelabuhan yang disebut Baroussa. Apakah nama Baroissa ini adalah Barus? Kita lihat nanti. Lantas apakah informasi ini bersesuaian dengan catatan Tiongkok pada abad ke-6 yang dikutip Schnitger tentang nama Poeni atau Poli? Kita lihat nanti.


Sumber tertua yang ditemukan di pulau Sumatra yang berasal dari abad ke-7 berada di pantai barat dan pantai timur. Di pantai barat di Barus ditemukan makam kuno orang Arab dimana pada nisan bertarih tahun 662. Sementara itu di pantai timur di Palembang ditemukan prasasti Kedoekan Boekit beratarih 682. Dalam teks prasasti ini ditulis dengan menggunakan aksara Pallawa dalam bahasa Sanskerta dan bahasa Batak. Dalam teks disebutkan raja berangkat dari Minanga. Apakah Minanga adalah kota Binanga yang sekarang di Padang Lawas? Kita lihat nanti.

Tunggu deskripsi lengkapnya

The Forgotten Kingdoms in Sumatra FM Schnitger, Leiden 1939: Barus di Pantai Barat, Binanga di Pantai Timur

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar