Rabu, 05 April 2017

Sejarah Kota Padang (7): Koffiecultuur, Koffiestelsel dan Koffiesocieteit; Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Gudang Kopi (koffiepkhuizen) di Kota Padang, 1867
Kota Padang telah menjadi kota pelabuhan kopi di Sumatra. Kopi-kopi itu mengalir dari Padangsch Bovenlanden, Mandailing dan Angkola. Produksi kopi sejak 1847 telah melonjak tajam dan mendapat apresiasi harga kopi tertinggi dunia tahun 1862. Lelang kopi di Kota Padang semakin menjadi perhatian perusahaan perdagangan dari Batavia. Itulah hasil introduksi budidaya kopi (koffiecultuur) yang kemudian ‘digenjot’ dengan system yang baru (koffiestelsel). Ketika harga kopi Mandailing dan Angkola menjadi kopi terbaik dan harga tertinggi dunia, kopi telah dianggap sebagai berkah dan bukan siksaan lagi tetapi telah menjadi bagian terindah dalam kehidupan penduduk di pedalaman (koffiesocieteit).

Dampaknya, penduduk diberi fasilitas pendidikan, dengan mendirikan sekolah-sekolah. Penduduk juga semakin mudah mendapat akses pelayanan kesehatan. Infrstruktur jalan dan jembatan dibangun. Pembangunan infrastruktur yang semula hanya ruas Kota Padang, Fort de Kock dan Lima poeloeh Kota telah diperluas ke Tapanoeli hingga ke Sibolga melalui Padang Sidempuan. Era baru moda transportasi darat dimulai. Itu semua karena ekonomi kopi. Kota Padang dengan sendirinya lebih cepat tumbuh dan berkembang.

Introduksi Kopi

Ekonomi gula di Jawa telah mulai terseok-seok. Introduksi kopi dimulai tahun 17??. Keberhasilan koffiecultuur di Preanger telah meluas hingga ke Semarang dan sekitarnya. Ekspansi kofficultuur terjadi pasca Perang Jawa (yang dipimpin Pangeran Diponegoro). Para Bupati di Preanger semakin giat, karena hubungan psikologis antara Preanger dan Jawa telah terputus. Para bupati mulai leluasa memimpin penduduknya untuk menggiatkan kembali kofficultuur.

Introduksi kopi sesungguhnya sudah dimulai dari era VOC. Namun sempat terabaikan ketika terjadi pendudukan Perancis atas Batavia. Setelah Pemerintah Hindia Belanda menggantikan VOC, coba mengeksploitasi kopi yang sudah menghasilkan di Preanger dengan munculnya pembangunan jalan pos trans-Jawa (via Buintenzorg, Tjiandjoer, Bandoeng dan Sumedang). Namun terkendala lagi ketika terjadi pendudukan Inggris (1811). Justru yang memanfaatkan pertama kali kopi Preanger (investasi VOC) adalah Inggris. Namun Inggris tidak lama dan berakhir 1816. Pemerintah Hindia Belanda mulai eksploitasi kopi Preanger 1818.

Seperti diketahui pada tahun 1819 Kota Padang dikembalikan oleh Inggris kepada Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1820 introduksi koffiecultuur dimulai di Padangsche. Ketika introduksi kofficultuur dimulai di Mandailing dan Angkola tahun 1840, produksi kopi dari Padangsche Bovenlanden sudah lama menghasilkan dan produknya mengalir ke Kota Padang. Inilah awal perekonomian kopi di Pantai Barat Sumatra dengan pusat perdagangan utama di Kota Padang.

Courante uyt Italien, Duytslandt, &c., 16-07-1633
Munculnya komoditi primadona baru, kopi secara perlahan telah menggantikan komoditi sebelumnya seperti rempah-rempah. Komoditi primadona ini berganti setiap era. Ketika VOC memulai koloni di Batavia (1619) dalam daftar manifest kapal-kapal VOC belum teridentifikasi kopi dan gula. Yang teridentifikasi adalah lada, puli, kamper, kemenyan dan emas, ritan, jahe (lihat antara lain surat kabar Courante uyt Italien, Duytslandt, &c., 16-07-1633). Produk ini merupakan gabungan dari hasil perdagangan kecil (antar pulau) di Hindia Timur yang berasal dari Maluku, Sulawesi, Sumatra. Produk melalui Batavia ke Belanda juga ada yang didatangkan dari Siam, Tiongkok (porselin) dan produk tembaga dari Jepang   Kemudian dari komoditi kuno ini bergeser menjadi komoditi gula dan kini begeser lagi menjadi komoditi kopi (kelak bergeser lagi menjadi tembakau, kina, teh, karet, kelapa sawit dan seterusnya)..

Keberhasilan koffiecultuur di Preanger menjadi inspirasi bagi Belanda untuk mengembangkannya di Sumatra. Namun perlu dicatat, kopi di Pantai Barat bukanlah penyebaran kopi dari Jawa (introduksi Belanda). Kopi di Pantai Barat tampaknya sudah menyebar yang diduga dilakukan oleh Inggris. Sebagaimana diketahui, VOC pernah berkuasa di Malabar dan kemudian dilanjutkan oleh Inggris. Baik kopi di Jawa maupun kopi di Pantai Barat Sumatra diduga menyebar dari pantai Malabar di India.

Introduksi Pendidikan dan Pengembangan Kesehatan

Tidak lama setelah introduksi koffiecultuur dimulai tahu 1820 di Padangsche Bovenlanden, introduksi pendidikan (modern) juga dimulai. Pada tahun 1822, K. Spruit ditempakan di Kota Padang sebagai guru yang pertama. Guru-guru terus ditambah dari waktu ke waktu. Oleh karena luasnya, wilayah Pantai Barat Sumatra guru-guru Eropa/Belanda tidak cukup, lalu digantikan dengan guru-guru pribumi yang merupakan hasil pelatihan guru-guru di Soerakarta tahun 1851. Guru-guru Eropa/Belanda menjadi guru Eropa di Kota Padang (seiring dengan semakin banyaknya orang Eropa/Belanda yang tinggal dengan keluarga). Untuk guru-guru pribumi hasil pelatihan dari Soerakarta disebar ke beberapa tempat seperti di kota-kota pantai, di pedalaman Padangsch Bovenlanden dan di Mandailing dan Angkola.

Ekonomi kopi yang terus tumbuh dan berkembang (intensifikasi dan ekstensifikasi) guru-guru kiriman dari Jawa tidak cukup, lalu pada tahun 1856 didirikan sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock. Pilihan lokasi di Fort de Kock diharapkan agar sekolah guru ini mudah mendapatkan calon siswa dari Padangsch Benelanden, Padangsche Bovenlanden dan Tapanoeli, dan jika setelah tamat kembali ke kampong halaman masing-masing.

Pada tahun 1854 dua siswa dari Mandailing dan Angkola diproyeksikan menjadi dokter. Kedua siswa tersebut yang bernama Si Asta dan Si Angan, karena kecakapan dan kemampuan orang tua membiayai lalu difasilitas pemerintah untuk sekolah kedokteran di Batavia. Sekolah kedokteran yang baru dibuka tahun 1850 ini, kehadiran Si Asta dan Si Angan merupakan dua siswa pertama yang diterima dari luar Jawa.

Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws-en advertentieblad, 18-01-1855: ‘Batavia,  25 November 1854. Satu permintaan oleh kepala Mandheling dan Angkola (Batta-landen) dan didukung oleh Gubernur Sumatra’s Westkust, beberapa bulan yang lalu, ditetapkan oleh pemerintah, bahwa kedua anak kepala suku asli terkemuka, yang telah menerima pendidikan dasar dibawa untuk akun negara ke Batavia dan akan mengikuti kedokteran, bedah dan kebidanan. Para pemuda yang disebut Si Asta dan Si Angan di rumah sakit militer di sana dan kedua murid ini baru saja tiba dari (kota) Padang disini, dan akan disertakan di pelatihan perguruan tinggi (kweekschool) dokter asli.’

Pada tahun 1856 (bersamaan dengan dibukanya Kweekschool Fort de Kock) dua siswa asal Mandailing dan Angkola diterima lagi di sekolah kedokteran di Batavia (kemudian disebut Docter Djawa School), Si Dorie dan Si Napang. Sementara itu, setelah selesai kuliah Si Asta dan Si Angan lalu ditempatkan sebagai dokter Si Asta di Mandailing dan Si Angan di Angkola. Sedangkan dokter baru berikutnya, setelah lulus kuliah Si Dorie ditempatkan di Mandailing untuk membantu Dr. Asta, sementara Si Napang ditempatkan di Padangsche Bovenlanden.

Pada tahun 1857, satu siswa di Mandailing, yang namanya kemudian disebut Willem Iskander lebih memilih untuk menjadi guru. Boleh jadi Willem Iskander berpikir, sudah banyak yang menjadi dokter, tetapi belum satupun yang menjadi guru. Willem Iskander berinisiatif untuk sekolah guru langsung ke Belanda. Permintaanya diteruskan Asisten Residen Mandheling en Ankola ke Menteri Pendidikan di Batavia. Namun permintaan sempat tertahan di Dewan di Batavia karena soal pembiayaan. Hal ini tidak masalah bagi siswa dokter di Batavia karena orang tua mereka masih mampu membiayainya. Akan tetapi sekolah ke Belanda tentu sangat mahal. Akhirnya Dewan mengabulkan Willem Iskander berangkat ke Belanda, hanya karena satu hal: produksi kopi di Mandheling en Ankola terus meningkat dan harga kopi Mandheling dan kopi Ankola telah melambung harganya (dan terbukti harga kopi Mandheling dan kopi Ankola diapresiasi sebagai harga kopi tertinggi dunia tahun 1862). Setelah selesai studi, Willem Iskander pulang ke tanah air tahun 1861. Di Batavia mengurus administrasi pendirian sekolah guru yang akan didirikannya di Mandailing. Setelah melakukan pelayaran dari Batavia ke Padang, lalu melanjutkan ke Natal dan terus ke Mandailing. Pada tahun 1862 Willem Iskander mendirikan sekolah guru (kweekschool) di Tanobato, afdeeling Mandaling en Angkola.

Pengembangan Infrastruktur

Jalan akses pertama dari dan ke Kota Padang yang pertama kali dibuka adalah jalan poros Kota Padang ke Padang Pandjang pada tahun 1824. Pembukaan jalan untuk mengantisipasi produksi kopi yang mana kofficultuur sudah diintroduksi beberapa tahun sebelumnya. Jalan poros ini dibangun untuk memungkinan gerobak pedati bergerak lebih baik. Jalan poros ini kemudian diperluas ke Fort van der Capellen, Agam dan Lima Poeloh Kota. Perluasan pembangunan jalan ini sempat terhenti karena Perang Padri.  

Setelah berakhirnya Perang Padri perluasan pembangunan jalan dilanjutkan ke selatan hingga ke Solok dan ke utara di Bondjol.  Dengan perluasan jalan-jalan ini maka di Padangsch Benelanden dan Padangsche Bovelanden sudah terhubung satu sama lain. Semua jalan-jalan itu menuju jalan poros yang menghubungkan Kota Padang dan Fort de Kock. Meski demikian, arus yang mengalir ke Kota Padang adalah produk-produk ekspor dari pedalaman. Arus orang ke Kota Padang belum terlihat signifikan. Hal ini karena di pedalaman yang berpusat di Fort de Kock perkembangan sosial juga sangat pesat.

Koneksi jalan antara Padangsche Bovenlanden denga Tapanoeli baru terealisasi kemudian. Dalam Keputusan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda No. 22, tanggal 21 November I862 yang dimuat dalam lembaran pemerintah (Staatsblad) No. 141, jalan poros (jalan Negara) ruas Tapanuli merupakan bagian dari dari jalan poros Sumatra’s Westkust dari Padang ke Fort de Kock, lalu Kotanopan, Padang Sidempoean dan Sibolga. Dalam keputusan ini, diantaranya dinyatakan, jalan poros (utama) di wilayah hukum Gouvernement Sumatra’s Westkust adalah sebagai berikut:

dari Kotta Nopan ke Laroe (½ etappe)
dari Laroe ke Fort Elout (Penjaboengan) (1 etappe)
dari Fort Elout (Penjaboengan) ke Siaboe (1 etappe)
dari Siaboe ke Soeroematingi (1 etappe)
dari Soeroematingi ke Sigalangan (1 etappe)
dari Sigalangan ke Padang Sidempoean (1 etappe)
dari Padang Sidempoean ke Panabassan (1 etappe)
dari Panabassan ke Batang Taro (1 etappe)
dari Batang Taro ke Loemoet (1 etappe)
dari Loemoet ke Parbirahan (1 etappe)
dari Parbirahan ke Toeka (½ etappe)
dari Toeka ke Sibogha (½ etappe)

Postwagen di Jawa, 1867
Dengan dibukanya jalan poros ruas Tapanoeli, maka jalan poros di Province Sumatra’s Westkust sudah terhubung dari Kota Padang hingga ke Sibolga. Yang dimaksud jalan poros adalah jalan yang digunakan untuk arus barang dan orang yang juga merupakan jalan yang digunakan petugas pos dimana secara regular transportasi pos dilakukan. Sebagaimana di Jawa, rute jalan pos ini ditetapkan sesuai dengan potensi-potensi ekonomi wilayah. Foto postwage di Jawa, 1867

Hal serupa ini juga di Jawa pada tahun 1810 Daendels telah membuka jalan pos trans-Java antara Anjer dan Panaroekan. Ukuran jalan pos di Sumatra’s Westkust, seperti halnya di Jawa adalah etappe, suatu ukuran jarak tempuh kuda beban pengangkut barang-barang pos menurut waktu (bukan menurut panjang). Pada setiap etappe terdapat pos (bongkar muat pos). Di setiap pos ini post-man dan kuda beristirahat dan kemudian melanjutkan perjalanan ke pos berikutnya.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar