Sabtu, 14 April 2018

Sejarah Kota Medan (66): Dr. T. Mansur, ‘Anak Asahan’; Bahasa Batak Digunakan Bahasa Sehari-hari (The Untold Story)


*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini

Siapa Dr. Tengku Mansur sudah sejak lama kisahnya secara singkat telah diriwayatkan dan dipersepsikan secara umum. Tengku Mansur memulai kiprahnya sebagai Ketua Jong Sumatra di Batavia (1917). Tengku Mansur telah berinisiatif ‘menjaga’ para korban Revolusi Sosial di Sumatra Timur (1946). Para pangeran kesultanan di Sumatra Timur mendaulat Tengku Mansur untuk menjadi Wali Negara Sumatra Timur (1948-1950). Ketika arus gelombang menginginkan Sumatra Timur ‘merdeka’, Tengku Mansur justru berinisiatif membantu Republiken mengintegrasikan Sumatra Timur (kembali) ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Overzicht van de Inlandsche pers, No 21, 19-02-1930
Sejarah Tengku Mansur sudah banyak diriwayatkan. Namun siapa Tengku Mansur sebenarnya kurang mendapat tempat di dalam sejarah yang diceritakan di Sumatra Timur. Profil seseorang seharusnya diurai dari dua sisi (both side). Sejarah yang tidak diceritakan (the untold story) tentang Tengku Mansur sangat berlimpah. Satu contoh: Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh Tengku Mansur adalah Bahasa Batak (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1930, No 21, 19-02-1930).
  
Lantas siapa sebenarnta Dr. Tengku Mansur? Riwayat ini yang akan dideskripsikan dalam artikel ini. Dr. Tengku Mansur (jika boleh dikata) adalah sosok unik dalam sejarah Indonesia. Dr. Tengku Mansur bukanlah tokoh berkpribadian ganda, tetapi justru figur berkpribadian tunggal (unik). Riwayat Dr. Tengku Mansur yang asli inilah yang tidak ditemukan dalam sejarah (kontemporer) di Sumatra Timur. Mari kita telusuri.

Jong Sumatra: Tengkoe Mansjur Dipandu oleh Sorip Tagor

Mansoer (lahir di Tanjung Balai 1897) memulai pendidikan tinggi di Inlandsch Artsen School (STOVIA) di Batavia tahun 1911. Satu angkatan dengan Mansoer (tingkat satu) adalah Abdoel Moenir Nasution. Kakak kelas mereka di tingkat dua (masuk 1910) adalah Ma’moer Al Rasjid Nasution. Di tingkat tiga (masuk 1909) ada Sjoeib Paroehoeman Harahap dan Soeleman Hasiboean.

Di Recht School (sekolah hukum) terdapat Alinoedin Siregar (masuk 1909). Di sekolah kedokteran hewan (Inlandsche Veeartsen School) di Buitenzorg terdapat Sorip Tagor (masuk 1907). Pada tahun berikutnya di Veeartsen School (masuk 1910) Tarip Siregar dan Alimoesa Harahap. Pada tahun 1910 Abdul Firman Siregar berangkat dari Medan melalui Batavia untuk melanjutkan perjalanan studi ke negeri Belanda. Pada tahun 1911 menyusul Todoeng Harahap studi ke Belanda. Sebelumnya pada tahun 1905 di Belanda sudah lebih dahulu tiba Radjioen Harahap.

Hingga tahun 1917 yang begelar tengku yang memasuki perguruan tinggi di Jawa nyaris tidak ada (jika boleh dikatakan tidak satu pun) kecuali Tengku Mansoer. Dalam situasi serupa itu Tengku Mansoer tidak kekurangan teman di Batavia (Artsen School dan Recht School) dan di Buitenzorg (Landbouwschool dan Veeartsen School). Tengku Mansoer sangat dekat dengan mahasiswa-mahasiswa asal Afdeeling Padang Sidempoean (sebelumnya bernama Afdeeling Mandailing en Angkola) di Residentie Tapanoeli. Mengapa Tengku Mansoer begitu dekat dengan mahasiswa-mahasiswa asal Padang Sidempoean?

Di Medan sudah sejak lama dikenal seorang dokter pribumi bernama Mohammad Daoelaj. Pada tahun 1910, Mohammad Daoelaj memimpin rumah sakit kusta di )pulau) Sicanang. Dr. Mohammad Daoelaj bertugas di Medan untuk menggantikan Dr. Abdoel Hakim Nasution. Di Pematang Siantar sejak 1908 juga terdapat seorang dokter pribumi bernama Mohammad Hamzah Harahap. Mereka ini bukan alumni STOVIA tetapi alumni Dokter Djawa School (pada tahun 1902 berubah nama menjadi STOVIA). Mohammad Hamzah Harahap lulus tahun 1902, sedangkan Mohammad Daoelaj lulus tahun 1905. Saat Tengku Mansoer masuk STOVIA tahun 1911, Radjamin Nasoetion lulus (angkatan pertama STOVIA). Di Dokter Djawa School, Abdoel Hakim Nasution sekelas dengan Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Radjamin Nasution sekelas dengan Soetomo. Siswa-siswa dari Afdeeling Mandailing dan Angkola (kini Afdeeling Padang Sidempoean) sudah ada sejak 1854 di Dokter Djawa School (siswa pertama yang diterima dari luar Jawa).  

Tunggu deskripsi lengkapnya

Negara Sumatra Timur: Djabangoen dan Mansjoer. Beda Misi Tetapi Satu Visi

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar