Sabtu, 03 Agustus 2019

Sejarah Tangerang (7): Awal Pemerintahan di Tangerang; Dari Era Tanah Partikelir VOC Hingga Era Demokrasi Afdeelingraad


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini, wilayah Tangerang terbagi tiga: Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Jika kelak, Kabupaten Tangerang menjadi Kota, maka namanya menjadi Kota Tangerang Utara. Namun bukan itu yang ingin kita kaji, tetapi bagaimana pemerintahan di (wilayah) Tangerang pada masa lampau. Tentu saja itu, tidak ditemukan di dalam sejarah pemerintahan Tangerang masa ini. Padahal sejarah pemerintahan di (wilayah) Tangerang bukan muncul kemarin sore, tetapi jauh di masa lampau. suatu titik mula yang menjadi awal dari tiga pemerintahan yang ada sekarang.

Wilayah Tangerang (Peta 1695)
Sejarah adalah sejarah. Bukan dongeng, fakta adalah fakta. Tanah dan penduduk Tangerang adalah itu-itu juga. Yang berubah adalah rezimnya. Rezim VOC, rezim Pemerintah Hindia Belanda, rezim Pemerintah Pendudukan Inggris, rezim  Pemerintah Hindia Belanda (kembali), rezim Pendudukan Militer Jepang, lalu baru rezim Pemerintah Republik Indonesia dan sempat disela rezim NICA sebelum rezim Republik Indonesia kembali (hingga masa ini). Dalam hal ini, sejarah pemerintahan di Tangerang secara utuh haruslah dimulai dari awal, bahkan sejak era VOC. Dengan cara berpikir serupa itu, kita akan mendapatkan gambaran utuh bagaimana sejarah pemerintahan di Tangerang berproses yakni pemerintahan yang mengadministrasikan tanah dan penduduk Tangerang itu sendiri.   

Lantas bagaimana semua ini bermula? Itulah pertanyaannya dan tetap akan menjadi pertanyaan serta terus ditanyakan. Untuk mencari jawaban, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Wilayah Tangerang bukan hanya milik penduduk masa kini, tetapi juga penduduk masa lampau. Mereka memiliki pemerintahan yang berbeda dengan kita pada masa ini. Oleh karena itulah jawaban pertanyaan ini menjadi penting. Mereka berhak sejarah mereka dicatat dalam sejarah Tanah Tangerang.   

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Schout Tangerang: Pemerintahan Sipil Pertama di Tangerang

Meski VOC sudah dibubarkan 31 Desember 1799 dan diambil alih Kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda, sistem pemerintahan masih mirip sistem pemerintahan VOC. Di setiap wilayah masih dipimpin oleh Koopman atau Hoofdkoopman sebagai Resident. Yang membedakan Gubernur Jenderal diangkat oleh Pemerintah Kerajaan Belanda. Pada fase transisi ini, sistem yang lama masih digunakan tetapi sistem yang baru mulai diterapkan. Pada era Gubernur Genderal Daendels (1808-1811) diperkenalkan pemerintahan di Stad (ibukota) Batavia dan Bataviasche Ommelanden.

Di Residentie Batavia, di Stad Batavia dipimpin oleh President dan Schepenen. Sementara untuk Batavia Ommelanden dipimpin oleh Schout dan secretaries. Bentuk pemerintah tampak berbeda-beda. Penerapan President dan Schepenen di Batavia mengindikasikan bahwa Presiden menjalankan fungsi pemerintahan semacam wali kota sedangkan Schepenen sebagai fungsi dewan. Keduanya membentuk dewan kota. Sementara itu di Batavia Ommelanden di Meester Cornelis berkedudkan Asisten Residen. Demikian juga di Buitenzorg dipimpin oleh seorang Asisten Residen. Sedangkan di Tangerang dipimpin oleh Schout yang dibantu seorang sekretaris. Residen membawahi Presiden dan Schepenen di stad Batavia, Asisten Residen di Meester Cornelis dan Buitenzorg dan Schout di Tangerang. Sehubungan dengan kebutuhan uang tunai, Gubernur Jenderal Daendels menjual sejumlah lahan di Afdeeling Crawang di sisi barat sungai Tjitaroem seperti Tjabangboengin, Tjikarang dan Tjibaroesa dan memasukkannnya ke wilayah Bekasi. Penjualan ini dilakukan tahun 1810 dan lahan-lahan tersebut kemudian menjadi land partikelir. Sisa Afdeeling Krawang kemudian dipimpin oleh seorang Asisten Residen.

Schout Tangerang yang pertama diangkat JF Carels. Dalam perkembangannya JF Carels dipindahkan ke Tjikao sebagai Opziener (lihat Bataviasche koloniale courant, 16-03-1810). Namun sebulan kemudian JF Carels ditunjuk menjadi Schout di Stad Batavia (lihat Bataviasche koloniale courant, 13-04-1810).   

Nama JF Carels kali pertama diberitakan tahun 1801. Disebutkan JF Carels diangkat menjadi tweede Deurwaarder'by den Hoogen Raad van-Justitiƫ aangesteld den Wachtmeester (lihat Leydse courant, 21-10-1801). Jabatan ini adalah sebagai petugas pengadilan kedua di Dewan Tinggi Kehakiman.

Untuk schout di Batavia Ommelanden (Tangerang) adalah N. Arends. Lalu kemudian N Arends di Tangerang (Schout van Noord-Weser Kwartier) digantikan oleh Johan Frederik Neef (lihat Bataviasche koloniale courant, 11-01-1811).

Dalam struktur pemerintahan di Residentie Batavia fungsi Schout kemudian ditambahkan di Stad Batavia yang dalam hal ini dijabat oleh JF Carels. Ada perbedaan Schout di Stad Batavia dengan Schout di Tangerang. Di Stad Batavia hanya memiliki tupoksi semacam polisi (jaksa). Sedangkan Schout di Tangerang tidak hanya fungsi polisi, juga fungsi administrasi dan sekaligus hakim. Sementara fungsi hakim di stad Batavia dijalankan oleh Schepenen.

Dalam perkembangannya jabatan President dan Schepenen digabungkan dengan nama baru Algemeenen Ontvanger. Ini sehubungan dengan penetapan wilayah Residentie Batavia menjadi terdiri dari lima Afdeeling: Stad Batavia en Weltevteden, Meester Cornelis, Buitenzorg, Tangerang dan Bekasi. Untuk Afdeeling Meester Cornelis dan Afdeeling Buitenzorg tetap dipimpin oleh masing-masing Asisten Residen. Seementara Afdeeling Tangerang ditingkatkan yang dipimpin oleh Hoofdschout, sedangkan Afdeeling Bekasi dipimpin oleh Schout. Dalam hal ini, Hoofdschout berada di bawah Algemeenen Ontvanger Stad Batavia en Weltevreden dan Schout Bekasi berada di bawah Asisten Residen Meester Cornelis. Dalam hal pengadilan untuk kasus kecil cukup diselesaikan di Tangerang atau Bekasi, tetapi untuk kasus yang lebih besar dilakukan di Weltevreden atau di Meester Cornelis.

Pada era VOC, fungsi pemerintahan berada di tangan Resident yang dibantu oleh sejumlah aparatur. Tidak ada pemerintahan yang lebih rendah. Yang ada adalah pemerintahan lokal dengan mengangkat beberapa regent (bupati) atau demang. Bupati ini pada dasarnya hanya sekedar perpanjangan tangan dari Residen. Para bupati ini mendapat hak pendapatan dan juga memiliki kewajiban untuk menggerakkan penduduk untuk tujuan VOC. Di wilayah tanah-tanah partikelir persoalannya berbeda.

Di wilayah yang memiliki tanah-tanah partikelir seperti di Residentie Batavia, penduduk justru bertuan kepada pemilik tanah (land). Pemerintah VOC atau Bupati tidak bisa mengintervensi para pemilik land. Pemerintah VOC dalam hal ini memberikan layanan keamanan dan para pemilik land memberi kontribusi kepada pemerintah dalam bentuk pajak (verponding). Para pemilik land mengutip sewa dari para penggarap dan pada waktu tertentu penduduk diwajibkan untuk pekerjaan rodi untuk pemilik land. Yang melanggar akan terkena sanksi. Pembangkangan dan pemberontakan diatasi oleh pemerintah VOC.

Wilayah (district) Tangerang terbagi habis ke dalam sejumlah land. Tidak ada bupati atau demang. Yang ada adalah pemilik land (landheer). Pemerintah VOC di Batavia hanya mengawasi dan memberikan layanan keamanan jika diperlukan. Dalam hal ini pemilik land dapat meminta bantuan militer. Untuk urusan pengadilan dilaksanakan oleh Schout. Oleh karena itu jabatan Schout di Tangerang (dan juga Bekasi) juga disebut Schout van den Landrost der Bataviasche Ommelanden.

Pada era pendudukan Inggris (1811-1816), Schout van Noord-Wester Kwartier ini masih terus dilanjutkan, tetapi tidak lagi berkedudukan di Tangerang tetapi di Batoetjeper (lihat Java government gazette, 06-08-1814). Untuk jabatan Onderschout berada di Katapang. Ketika Pemerintahan Hindia Belanda kembali, Schout kembali berkedudukan di Tangerang, tetapi onderschout tetap berada di Katapang.

Satu hal yang baru pasca pendudukan Inggris ini di Tangerang sudah dibentuk Landraad. Itu berarti schout tidak bertindak sendiri lagi, tetapi pengadilan dilakukan di mahkamah (landraad). Ketua landraad ini dijabat oleh orang Eropa/Belanda (bukan schout). Perubahan lainnya adalah bahwa land-land yang berada di sisi barat sungai Tjitaroem dimasukkan ke district Bekasi seperti Tjabangboengin dan Tjikarang. Sementara di Krawang dipimpin oleh seorang Asisten Residen.

Sementara jabatan Hoofdschout di Tangerang (dan juga schout di Bekasi) tetap berlaku, di wilayah lain yang baru, jabatan yang selevel disebut Controleur. Residen atau Asisten residen membawahi Controleur. Fungsi para Controleur ni tidak hanya sebagai fungsi pengendali seperti Schout, Controleur juga memiliki fungsi pembangunan seperti pembangunan pertanian dan pengembangan sosial penduduk. Di wilayah Tangerang dan Bekasi, seperti umumnya di wilayah tanah partikelir, pembangunan dan pengembangan pertanian dikaitkan dengan keberadaan dan kekuasaan para pemilik land.

Pemerintahan Hindia Belanda yang beribukota di Batavia awalnya hanya terdapat di tiga Afdeeling: Batavia, Semarang dan Soerabaja. Struktur Pemerintah Hindia Belanda saat permulaan masih tampak sederhana. Pada era pendudukan Inggris sejak 1815 dua orang Residen ditempatkan di luar Jawa yakni di Palembang en Banca dan Banjermasin dan satu Asisten Residen di Macassar (Almanak 1815). Pada tahun 1822 pemerintah memperluas pemerintahan dan membentuk pemerintahan baru di wilayah Sumatra’s Westkust (Pantai Barat Sumatra) yang dikepalai oleh seorang Residen dengan dibantu tiga asisten residen. Pada tahun 1834 status Sumatra’s Westkust ditingkatkan menjadi province yang dikepalai oleh seorang gubernur (Colonel AV Michiels).

Sementara itu di Jawa pada era pendudukan Inggris dibentuk 16 Residentie yang masing-masing dikepalai oleh Residen. Jumlah ini bertambah pada Pemerintahan Hindia Belanda berikutnya (setelah tahun 1816). Tidak ada gubernur di (pulau) Jawa, dan hanya satu-satunya gubernur di Sumatra’s Westkust.

Asisten Residen Menjadi Controleur

Pada tahun 1848 pemerintah menata kembali pengadilan bagi pribumi dengan dikeluarkannya beslit Gubernur Jenderal tentang Nieuwe zamenstelling der inlandsche regtbanken en geregten op Java en Madura en eenige daarmede in verband staande ondertterpen (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant : staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 27-05-1848). Pengadilan pribumi ini terdiri dari empat tingkatan.

Dalam beslit ini pengadilan tingkat pertama (eerste afdeeling) terdapat di Residentien Batavia, Bantam, de adsistent-residentiƫn Buitenzorg, Krawang en de residentiƫn Preanger-Regentschappen en Cheribon. Tingkat dua (tweede afdeeling) meliputi Resideutien Samarang, Pekalongan, Kedoe, Tagal, Banjoemaas en Baglen. Tingkat tiga (derde afdeeling) meliputi Residentien Japara, Rembang, Madion, Kediri en de adsistent-residentie Patjitan. Tingkat empat (vierde afdeeling) meliputi Residentien Soerabaija, Pasaroean en Bezoeki. Tingkat lima (vier afdeelingen) di Batavia , Samarang, Madion en Soerabaija. Selain tersebut tingkat dua juga termasuk Residentien Soerakarta en Djokjokarta.

Khusus untuk di tingkat satu juga diadakan di Serang, Tjiringien, Warong-goenong, Batavia Meester-Cornelis, Tangerang, Bekassi. Poerwakarta, Buitenzorg, Tjiandjor, Bandong, Soemadang, Garoet, Manondjaja en Cheribon. Untuk tingkat dua di Tagal, Pekalongan, Magelang, Samarang, Salatiga, Demak dan Grobogan. Untuk tingkat tiga di Pattie, Rembang, Toeban en Bodjonegoro. Tingkat empat di Soerabaija, Grissee, Modjokerto, Madura, Sumanap, Pamakassan, Pasoeroewan, Malang, Bezoeki, Probolingo en Banjoewangie.

Pada tahun 1848 diperkenalkan jabatan Demang di Tangerang. Jabatan demang ini dijabat oleh seorang pribumi yang mendapat gaji dari pemerintah. Fungsi dan tugas demang ini untuk membantu Hoofdschout. Tugas-tugas yang terkait langsung penduduk pribumi yang sebelumnya ditangani schout didelegasikan kepada para demang. Dengan kata lain, demang adalah perpanjangan tangan dari Hoofdschout. Pada tahun 1854 status (district) Tangerang ditingkatkan menjadi Asisten Residen. Sementara di Bekasi masih setingkat Schout.

Rotterdamsche courant, 29-04-1854
Penataan kembali struktur pemerintahan berdasarkan  beslit Gubernur Jenderal tanggal 2 Maret 1854 (lihat Rotterdamsche courant, 29-04-1854). Disebutkan bahwa Ommelanden der Residentie Batavia dibagi ke dalam dua afdeeling, yakni Afdeeling Zuider en Oster district Meester Cornelis en Bekasi dan Afdeeling  wester district Tangerang. Masing-masing Asisten Residen di dua afdeeling mendapat gaji sebesar f6.000

Dengan demikian di Residentie Batavia terdapat empat Asisten Residen yakni di Meester Cornelis en Bekasi, Buitenzorg, Krawang dan Tangerang. Pada tahun 1905 jabatan Demang digantikan dengan Wedana. Wedana juga pejabat pemerintah yang berasal dari pribumi. Wedana dibantu oleh Asisten Wedana. Wedana berkedudukan di Tangerang. Salah satu Asisten Wedana berkedudukan di Teloknaga.

Afdeeling Tangerang, Residentie Batavia, 1880
Sejak tahun 1908 jabatan Schout di Bekasi duganti dengan jabatan Controleur, nama jabatan yang berlaku secara umum di Hindia Belanda.

Pada tahun 1924 status Tangerang diturunkan dari Asisten Residen menjadi Controleur (lihat Nieuwe Apeldoornsche courant, 11-02-1924). Jabatan ini tidak berubah hingga berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda (dan digantikan oleh Pemerintah pendudukan militer Jepang tahun 1942).

Pada awalnya Afdeeling Tangerang dibagi ke dalam tiga district (onderfadeeling) yakni Tangerang, Maoek dan  Balaradja. Dalam perkembangannya district Tangerang dimekarkan dengan membentuk district Tjoeroeg. Sementara Afdeeling Meester Cornelis en Bekasi terdiri dari empat district yakni Meester Cornelis, Kebajoran, Bekasi dan Tjabangboengin.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar