Senin, 23 Agustus 2021

Sejarah Makassar (39): Majene di Pantai Barat Sulawesi dan Penduduk Berbahasa Mandar; Kota Antara Polewali dan Mamuju

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Nama Mandar dan Toraja sudah dikenal sejak lama. Orang Mandar di wilayah pantai dan orang Toraja di pedalaman. Wilayah Mandar adalah wilayah terpenting sejak zaman lampau. Tidak hanya karena keutamaan pelabuhan (Polewali) di teluk Mandar, juga orang Mandar juga sudah dikenal sejak lampau sebagai pelaut yang hebat (yang setara dengan Bugis dan Makassar). Lantas bagaimana dengan sejarah Majene? Penduduk Majene tidak berbahasa Mamuju tetapi umumnya berbahasa Mandar.

Wilayah Majene berada di antara pelabuhan Polewali dan pelabuhan Mamuju. Meski penduduk Mejene berbahasa Mandar, lalu apakah penduduk Majene memiliki asal usul yang sama dengan orang Polewali-Mandar? Penduduk Majene berbahasa Mandar, Bahasa Mandar sendiri memiliki beberapa dialek seperti dialek Majene (Banggae), dialek Pamboang di wilayah pesisir Pamboang, dialek Awok Sumakengu di desa Onang, kecamatan Tubo Sendana. Pada era Hindia Belanda ibu kota wilayah pantai barat Sulawesi (afdeeling Mandar) berpusat di Polewali. Pada nera Republik Indonesia eks wilayah Mandar dibentuk tiga kabupaten: Polewali Mamasa, Majene dan Mamuju. Lalu kabupaten Polewali Mamasa dilikuidasi dan kemudian dibentukan kabupaten Polewali Mandar dan kabupaten Mamasa. Sementara itu wilayah bagian utara Mamuju dimekarkan dengan membentuk kabupaten Mamuju Tengah dan kabupaten Mamuju Utara (kini berganti nama kabupaten Pasangkayu). Pada tahun 2004 wilayah eks Afdeeling Mandar ini dibentuk menjadi provinsi Sulawesi Barat dengan ibu kota di Mamuju, Ini mengindikasikan ibu kota wilayah awalnya di timur-selatan Majene di Polewali (Mandar) kini berada di barat-uta di Mamuju (Mamuju).

Lalu bagaimana hubungan sejarah Majene dengan sejarah Mandar? Seperti disebut di atas bahwa penduduk Majene berbahasa Manadar. Meski Majene dan Polewali berbahasa sama (Mandar) lantas mengapa antara Polewali dan Majene nseakan terpisah atau dipisahkan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

 

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Majene di Wilayah Mandar: Penduduk Berbahasa Mandar

Sejarah Majene adalah bagian sejarah yang tidak terpisahkan dari sejarah Mandar. Mandar berada di pantai, memiliki wilayah yurisdiksi antara Kaili paling utara dan Binuang paling selatan (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1846). Kota-kota pelabuhan di pantai barat Sulawesi antara lain Mapili, Bonko dan Tjiampalagi. Kota pelabuhan Tjiampalagi adalah negeri (orang) Toradja (di bawah Bellanipa). Kota-kota lainnya adalah kota-kota yang biasa  disebut angeran dari tujuh sungai yaitu Bellanipa, Madjene, Binoang, Pamboang, Tjinrana, Tampalang dan Mamoedji. Satu lagi adalah kota Madjene.

Diantara kota-kota pantai itu, pasca perang Gowa, VOC menandatangani kontrak dengan Tjiampalagi, Mapili dan Bonko pada tahun 1669 dan kemudian Ballanipa pada tahun 1674. Kota-kota Mapili, Bonko dan Tjiampalagi tetap berada di tangan Aroe Palaka, karena ketiga kota ini berutang budi karena telah dibebasksan dari Makassar yang memperbudak mereka sejak penaklukan Makssar di masa lampau. Dalam kontrak Bongaja disebutkan bahwa kota-kota itu semua harus dilepaskan Makassar dan diminta untuk bergabung dengan VOC. Namun Belanipa menolah bergabung dan kemudian dikirim ekspedisi ke Bellanipa, tetapi orang-orang Belanipa melarikan diri ke pegunungan. Namun kemudian mereka dapat dikendalikan oleh Aroe Palaka. Sementara itu Madjene dan Tjinrana saat perang di bawah Makassar berhasil ditaklukkan di Boeton.

Kota-kota pantai barat Sulawesi itu memiliki riwayt yang berbeda-beda. Riwayat Madjene sendiri adalah yang tunduk kepada Makassar dan ikut berperang melawan VOC tetapi pasukan Madjene berhasil ditaklukkan VOC dan pengikutnya di Boeton. Mandar yang menjadi pemimpin wilayah di masa lampau, setelah ditaklukkan Makassar dijadikan budan tetapi pasca perang Gowa dibebaskan VOC dan Aroe Palaka. Di Wilayah kota-kota Mandar inilah VOC membuat kontrak khusus yang menjadi tempat VOC membangun pelabuhan (kelak bernama Polewali). Hal itulah yang menjadi posisi Mandar dengan kota terbesar Binuang dan kota VOC (Polewali) menjadi penting.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Wilayah Majene dari Masa ke Masa

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar