Sabtu, 12 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (466): Pahlawan Indonesia-Tan Malaka 1963; Para Pahlawan Indonesia yang Berstatus Pahlawan Nasional

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Tan Malaka berhasil mendapat akta guru. Tan Malaka, guru tetaplah guru.Tan Malaka adalah pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional. Seperti guru Soetan Casajangan dan guru Djamaloeddin, Tan Malaka yang belum lama lulus dari sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock, malanjutkan studi ke Belanda pada tahun 1913. Tan Malaka berhasil mendapat akta guru. Tan Malaka, guru tetaplah guru. Tan Malaka tidak berumur panjang meninggal tahun 1949. Pada tahun 1963, Tan Malaka ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Sutan Malaka (2 Juni 1897 – 21 Februari 1949) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia, juga pendiri Partai Murba, dan merupakan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Lahir di Suliki, Ayah dan Ibunya bernama HM. Rasad, seorang karyawan pertanian, dan Rangkayo Sinah, putri orang yang disegani di desa. Pada tahun 1908, ia didaftarkan ke Kweekschool di Fort de Kock. Setelah lulus dari sekolah itu pada tahun 1913, mrelanjutkan studi di Rijkskweekschool. Setelah Revolusi Rusia pada Oktober 1917, ia mulai tertarik mempelajari paham Sosialisme dan Komunisme. Sejak saat itu, ia sering membaca buku-buku karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin. Friedrich Nietzsche juga menjadi salah satu panutannya. Saat itulah ia mulai membenci budaya Belanda dan terkesan oleh masyarakat Jerman dan Amerika. Karena banyaknya pengetahuan yang ia dapat tentang Jerman, ia terobsesi menjadi salah satu angkatan perang Jerman. Dia kemudian mendaftar ke militer Jerman, namun ia ditolak karena Angkatan Darat Jerman tidak menerima orang asing. Setelah beberapa waktu kemudian, ia bertemu Henk Sneevliet, salah satu pendiri Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV, yakni organisasi yang menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia). Ia lalu tertarik dengan tawaran Sneevliet yang mengajaknya bergabung dengan Sociaal Democratische-Onderwijzers Vereeniging (SDOV, atau Asosiasi Demokratik Sosial Guru). Lalu pada bulan November 1919, ia lulus dan menerima ijazahnya yang disebut hulpactie. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Tan Malaka? Seperti disebut di atas, Tan Malaka adalah guru lulusan sekolah guru (kweekschool) Fort de Kock yang kemudian melanjutkan studi di bidang keguruan di Belanda. Lalu bagaimana sejarah Tan Malaka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan Tan Malaka: Guru Studi Keguruan di Belanda

Tan Malaka diduga diketahui sudah berada di Belanda tahun 1916 (lihat Algemeen Handelsblad, 26-08-1916). Disebutkan seorang Melayu dari Soeliki pertama kali studi sekolah guru di Fort de Koek. Disana dia lancar dalam studi dan lulus ujian akhir dengan sangat baik sehingga Studiefond Suliki memutuskan untuk mengirim pemuda itu ke Belanda untuk mendapatkan sertifikat guru Eropa.

Pada tahun 1903 dua guru Radjieoen Harahap gelar Soetan Casajangan dabn Djamaloedin yang dipimpin Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda (pemimpin surat kabar Pertja Barat) berangkat ke Belanda untuk membantu Dr AA Fokker dalam meneribitkan majalah dwimingguan Bintang Hindia. Dja Endar Moeda adalah pensiunan guru yang juga pemilik sekolah swasta di Padang adalah kakak kelas Soetan Casajangan di sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean. Sedangkan Djamaloedin adalah lulusan sekolah guru Kweekschool Fort de Kock yang menjadi asisten editor Dja Endar Moeda pada majalah Insulinde yang dipimpin oleh Dja Endar Moeda. Pada awal tahun 1905 Soetan Casajangan kembali ke Padang Sidempoenan untuk melakukan persiapan akan melanjutkan studi dan tiba kembali di Belanda pada bulan Agustus 1905. Pada tahun 1908 Soetan Casajangan mendirikan organisasi mahasiswa pribumi Indische Vereeniging. Soetan Casajangan lulus ujian dan mendapat akta guru LO tahun 1909. Sementara itu Djamaloedin juga melanjutkan studi di sekolah menengah pertanian di Wagenigen. Pada tahun 1911 Soetan Casajangan lulus ujian akta guru MO (sarjana pendidikan, setara lulusan IKIP sekarang). Pada bulan Juli 1913 Soetan Casajangan kembali ke tanah air dan diangkat sebagai direktur Kweekschool Fort de Kock.

Mengacu pada keterangan tahun 1916, disebutkan pada tahun 1913 di Soeliki terdapat guru swasta (bukan guru pemerintah) Saidi Ibrahim gelar Maharadja Soetan (lihat Sumatra-bode, 13-02-1913). Disebutkan Saidi Ibrahim gelar Maharadja Soetan diangkat sebagai guru di Padang, seorang guru swasta di Soeliki. Perpindahan Saidi Ibrahim ke Padang diduga bersamaan dengan perubahan status dari guruu swasta menjadi guru pemerintah. Namun beberapa hari kemudian disebutkan kandidat guru di Padang Oemar Ali gelar Saidi Maharadja cuti sebulan karena sakit ke Batavia (lihat Sumatra-bode, 15-02-1913).

Saidi Ibrahim gelar Maharadja Soetan diduga kuat menggantikan posisi guru sebelumnya di Soeliki, yakni Dahlan (lihat De Preanger-bode, 05-10-1912). Disebutkan guru honorer di Soeliki, Dahlan mengundurkan diri terhitung sejak tanggal 16 Juni 1912. Pertanyaannya: apakah Dahlan adalah Dahlan Abdoellah dan Saidi Ibrahim gelar Maharadja Soetan atau Oemar Ali gelar Saidi Maharadja adalah Tan Malaka?

Lantas kapan Tan Malaka berangkat studi ke Belanda? Yang jelas pada akhir tahun 1913 Soetan Casajangan sudah berada di sekolah guru Kweekschool Fort de Kock. Sementara Dahlan Abdoellah lulus ujian Onderwij Hulp Akte pada bulan Juni 1915 di Belanda (Haagsche courant, 05-06-1915). Pada bulan Juni 1916, Sedangkan Sorip Tagor Harahap lulus ujian kandidat dokter hewan di Rijksveeartsenijschool, Utrecht (lihat Algemeen Handelsblad, 19-06-1916).

Kepengurusan Indisch Vereeniging tahun 1916 diketuai oleh Raden Loekman Djajadiningrat. Dalam kepengurusan ini Dahlan Abdoellah duduk sebagai archivaris (Nieuwe Rotterdamsche Courant, 10-08-1916). Pada tahun sebelumnya, tahun 1915 di Belanda diadakan kongres pertama Pendidikan Hindia (lihat Algemeen Handelsblad, 24-03-1916). Dalam kongres hampir semua yang hadir orang Belanda. Kongres ini diketuai oleh JH Abendanon. Dalam kongres ini turut hadir Dahlan Abdoellah.

Pada bulan Januari 1917, diadakan pertemuan anak-anak Sumatra. Dalam pertemuan ini dideklarasikan organisasi anak Sumatra dengan nama Sumatra Sepakat. Dalam struktur kepengurusan, Sorip Tagor Harahap sebagai ketua, Dahlan Abdoellah sebagai sekretaris dan Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia sebagai bendahara. Para komisaris antara lain adalah Ibrahim Datoek Tan Malaka dan Mohammad Iljas.

Sorip Tagor kelahiran Padang Sidempoean, setelah lulus sekolah guru di Fort de Kock melanjutkan studi ke sekolah kedokteran hewan di Veeartsenschool di Buitenzorg pada tahun 1907. Sorip Tagor lulus tahun 1912 dan diangkat sebagai asisten dosen. Pada tahun 1913 Sorip Tagor berangkat studi ke Belanda dan terdaftar sebagai mahasiswa di sekolah kedokteran di Utrecht pada tahun akademik 1913/.1914. Sementara Soetan Goenoeng Moelia tiba di Belanda tahun 1911. Sedangkan Mohammad Iljas berangkat ke Belanda tahun 1913 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 30-07-1913).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Tan Malaka: Para Pahlawan Indonesia yang Berstatus Pahlawan Nasional

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar