Selasa, 13 September 2022

Sejarah Jambi (34): Pertambangan di Hulu dan Hilir Daerah Aliran Sungai Batanghari; Geomorfologi - Peta Geologi Wilayah Jambi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Dulu terdapat tambang minyak di Kenali Asam, Kota Jambi, namun ladang yang lebih potensial ditemukan di hilir sungai Batanghari. Kini di Jambi lebih populer dengan pertambangan batubara. Namun harus diingat jauh di masa lampau di zaman kuno, tembang emas ditemukan di wilayah hulu sungai Batanghari. Ini ibarat wilayah Jambi, kaya logam emas di hulu pada zaman doeloe, kini kaya produk fosil di hilir sungai Batanghari (minyak dan batubara).


Dalam sejarah pertambangan Indonesia, sejak era Pemerintah Hindia Belanda yang pertama ditemukan dan diekploitasi adalah tambang batubara. Hal ini karena masa itu energi BBM masih mengadalkan untuk kebutuhan kapal uap. Tidak terpikirkan adanya minyak di Hindia Belanda. Eksplorasi dan eksploitasi awal batubara dimulai di daerah aliran sungai Mahakam di Samarinda (1850an) dan di pantai barat Sumatra di Ombilin (1860an). Sejak eksploitasi batubara di Hindia Belanda, kapal-kapal uap Belanda tidak tergantung sepenuhnya lahi dengan produksi Inggris. Seiring dengan ditemukannya mesin diesel dalam pengembangan mobil dan mesin-mesin diesel di Eropa, penumuan awal sumur minyak diTjepoe (Jawa Tengah) memulai sejarah awal pertambangan minyak bumi. Dalam hubungan ini era pertambangan modern (batubara dan minyak bumi) dimlaui, tetapi era zaman kuno tembang emas tetap berlangsung. Yang baru adalah, selain besi adalah timah di pulau-pulau di hadapan sungai Batanghari.

Lantas bagaimana sejarah pertambangan di hilir dan di hulu sungai Batanghari? Seperti yang disebut di atas, tambang-tambang emaslah yang mendahului sebelum terbentuk wilayah Jambi yang sekarang. Dalam hubungan ini pertanyaan mengenai geomorfologi wilayah Jambi akan menjelaskan mengapa peta tambang batubara dan minyak bumi ditemukan di hilir sungai Batanghari. Lalu bagaimana sejarah pertambangan di hilir dan di hulu sungai Batanghari? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pertambangan di Hilir dan di Hulu Sungai Batanghari; Geomorfologi dan Peta Geologi Wilayah Jambi

Penemuan tambang batu bara di daerah aliran sungai Mahakam pada tahun 1850 telah mendorong seorang pedagang Amerika Serikat yang tengah berada di Hindia untuk melakukan eksplorasi pertambangan di daerah aliran sungai Batanghari. Boleh jadi itu karena tahun 1843 sudah ada yang melakukan eksplorasi pertambangan batubara di daerah aliran sungai Batang Toengkal. Bagaimana selanjutnya kurang terinformasikan hingga muncul niat seorang Amerika di Palembang yang akan melakukan eksplorasi di wilayah Djambi. Namun upaya orang Amerika ini itu harus tertunda karena dituduh melakukan Tindakan subversif.


Orang Amerik tersebut bernama Gibson. Pada saat itu Gibson sedikit membuat kerusuhan di pelabuhan Palembang, dan kemudian kapalnya ditahan. Saat mana Gibson ditangkap ditemukan di geladak kapalnya suatu surat perjanjian dalam bahasa Melayu dalam aksara Jawi antara dirinya dengan Sultan Jambi dimana isinya persekongkolan melawan otoritas Pemerintah Hindia Belanda di Jambi. Saat itu pusat Belanda di Jambi berada di Moeara Kompeh. Atas dasar surat itulah Gibson dituduh makar dan ditangkap dibawah ke Batavia untuk diadili, Saat mana tengah mempersiap persidangan di pengadilan tinggi Batavia, Gibson dengan menyamar pakaian polisi melarikan diri dan Kembali ke Carolina Selatan. Pemerintah Belanda dan Pemerintah Amerika Serikat menjadi bermasalah karena ada tuntutan dari Washington akan ganti rugi ke Belanda di Den Haag karena dianggap melakukan pencemaran nama baik (Gibson). Sidang ini sempat berlarut-larut karena Pemerintah Belanda kukuh menolak permintaan ganti rugi. Catatan: Sejak 1798 Amerika Serikat di Filipina yang berpusat di Manila (menggantikan Spanyol). Konsulit Amerika di Batavia sudah ada.  Tampaknya pihak konsulat terlibat dalam pelarian Gibson dari penjara. Sementara itu, jauh sebelum Amerika Serikat di Filipina, kapal-kapal Amerika (dari Boston dan Phliadelpia melalui Afriak Selatan) sejak era VOC sudah hilir mudik berdagangan ke Hindia khususnya Batavia.

Upaya eksplorasi pertambangan batubara di Jambi baru muncul kembali pada tahun 1877 (lihat Provinciale Drentsche en Asser courant, 17-12-1877). Seorang pengusaha dari Belanda, Sandvoort segera setelah tiba Batavia bergegas di Jambi melalu Palembang. Pengusaha itu datang sendiri dengan kapal sendiri yang ditemani oleh Insinyur Hermans. Setelah menghadap Sultan dan memberikan upeti, ekspedisi dimulai dengan membawa peta danau-danau. Namun Sandvoort dengan tim tidak mudah, khususnya di wilayah hulu sungai Batanghari di atas Jambi mereka mendapat perlawanan dari masyarakat.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Geomorfologi dan Peta Geologi Wilayah Jambi: Seberapa Luas Potensi Pertambangan Wilayah Jambi?

Sebaran area potensi batubara di suatu wilayah, sebanarnya adalah gambaran sejarah geomorfologis suatu wilayah. Seperti dikutip di atas dalam peta potensi batubara di wilayah (provinsi) Jambi sangat luas, mulau dari area sekitar Kota Jambi hingga jauh ke pedalaman di Sarolangun, Bungo dan Tebo. Area-area potensi batubara berada di berbagai wilayah ketinggian mulai dari yang terendah di Tanjung Jabung hingga ke Sarolangun dan Bungo-Tebo.


Area potensi batubara tidak ditemukan di dua kawasa, yakni Kawasan pegunungan/perbukitan (seperti pegunungan 30, pegunungan 12 dan wilayah Bukit Barisan) dan kawasa daerah aliran sungai. Sebagaimana diketahui batubara terbebntuk dari bahan fosil, proses pelapungan jangka panjang massa padat yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Dalam hal ini dapat dibayangkan di masa lampau dan zaman kuno bagaimana massa padat ini tertimbung di dasar permukaan air yang kemudian terjadi proses sedimentasi jangka panjang yang membentuk daratan (daratan yang kini mengandung bahan baku fosil-batubara). Dua kawasan utama potensi batubara terdapat di dua wilayah: sisi barat pegunungan 30 dan kawasan diantara sungai Tembesi dan sungai Batanghari di sebelah hulu pegunungan 12. Kawasan-kawasan ditemukan potensi batubara ini diduga kuat di zaman lampau adalah cekungan perairan, apakah perairan laut atau perairan danau/rawa. Dengan kata lain daerah aliran sungai (Batanghari dan Tembesi) dimana sungai mengalir hingga sekarang adalah siswa Kawasan perairan zaman kuno. Oleh karenanya, pada suatu masa di zaman lampau Sebagian besar wilayah Jambi yang sekarang adalah perairan (laut). Sebagaimabna di catat sekarang ketinggi di wilayah Sarolangun, Pemenang (Merangin), Rantau Pandjang (Bangko) dan Muara Tebo ketinggiannya tidak lebih dari 50 m, suatu Kawasan yang terbilang rendah dari atas permukaan laut. Secara teknis pemukaan tanah telah meningkat tiga tahap: di atas dasar perairan tergantung kedalaman, di atas permukaan air terbentuk tanah alluvial seperti massa padat dari lumpur dan massa sampah vegetasi (paling tinggi tiga merter) dan kenaikan permukaan tanah karena pelapukan vegetasi (humur) atau dampak atktivitas vulkanik. Wilayah rawa-rawa dan wilayah (daratan) gambut adalah pendahulu dari proses terbentuknya bahan fosil seperti batubara.

Kualitas batubara tidak ditentukan oleh ketinggian wilayah (dpl), tetapi dipengaruhi oleh factor teknis lainnya seperti usia terbentuknya, jenis endapan dan unsur tanah (lumpur) yang tercampur dengan kualitas batubara.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar