Rabu, 09 November 2022

Sejarah Bengkulu (3): Benteng di Bengkulu, Benteng Inggris Fort Marlborough; Sejarah Benteng-Benteng Belanda di Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini 

Di Indonesia umumnya benteng-benteng masa lampau dibangun oleh orang-orang Belanda. Semua benteng dibanngun pada era berbeda-beda. Namun ada beberpa benteng yang dibangun oleh orang Inggris dan orang Portugis. Benteng Inggris terdapat di Bengkulu dan Natal. Benteng Inggris di Bengkulu yang disebut Fort Marlborough sangat strategis bagi Inggris dalam hubungannya dengan ekspansi ke Australia.


Benteng Marlborough (Inggris: Fort Marlborough) adalah benteng peninggalan Inggris di Kota Bengkulu. Benteng ini didirikan oleh East India Company (EIC) tahun 1714-1719 di bawah pimpinan gubernur Joseph Callet sebagai benteng pertahanan Inggris. Benteng ini didirikan di atas bukit buatan, menghadap ke arah Kota Bengkulu dan memunggungi Samudra Hindia. Benteng ini pernah dibakar oleh rakyat Bengkulu; sehingga penghuninya terpaksa mengungsi ke Madras. Mereka kemudian kembali tahun 1724 setelah diadakan perjanjian. Tahun 1793, serangan kembali dilancarkan. Pada insiden ini seorang opsir Inggris, Robert Hamilton, tewas. Dan kemudian pada tahun 1807, residen Thomas Parr juga tewas. Keduanya diperingati dengan pendirian monumen-monumen di Kota Bengkulu oleh pemerintah Inggris. Marlborough masih berfungsi sebagai benteng pertahanan hingga masa Hindia Belanda tahun 1825-1942, Jepang tahun 1942-1945, dan pada perang kemerdekaan Indonesia. Sejak Jepang kalah hingga tahun 1948, benteng itu manjadi markas Polri. Namun, pada tahun 1949-1950, benteng Marlborough diduduki kembali oleh Belanda. Setelah Belanda pergi tahun 1950, benteng Marlborough menjadi markas TNI-AD. Pada tahun 1977, benteng ini diserahkan kepada Depdikbud untuk dipugar dan dijadikan bangunan cagar budaya. Benteng ini berada di tanah seluas 44.000 meter2; Ukuran fisiknya sekitar 240 x 170 m. Ketinggian dinding bervariasi dari 8 sampai 8.50 meter, dengan ketebalan 1.85 sampai 3 meter. Pertahanan benteng terdiri dari 72 meriam. Di dalam benteng terdapat beberapa baris bangunan dengan atap berbentuk segitiga. Bangunan tersebut memiliki krepyak teras dengan barisan tiang besi. Catatan yang ada mengatakan bangunan ini difungsikan sebagai barak, penjara, dan kantor. Di bagian tengah benteng ini juga terdapat lapangan besar yang berfungsi sebagai halaman dalam (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah benteng di Bengkulu, benteng Inggris Fort Marlborough? Seperti disebut di atas di Bengkulu terdapat benteng yang dibangun orang Inggris dan didunakan oleh orang Inggris. Lalu bagaimana sejarah benteng di Bengkulu, benteng Inggris Fort Marlborough? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Benteng di Bengkulu, Benteng Inggris Fort Marlborough; Sejarah Benteng-Benteng Belanda di Indonesia

Pada tahun 1665 pemimpin lokal di Padang bekerjasama dengan VOC untuk mengusir kekuasaan Atjeh di Padang (lihat Groninger courant, 14-12-1824). Tahun inilah diduga awal pendudukan Belanda di  Sumatra’s Westkust. Selanjutnya pada tahun 1668 VOC melanjutkan ekspansi ke Baros dan Singkel. Lalu post VOC di Baros ditarik. Di Singkel tahun 1672 VOC membuka pos perdagangan. Pada tahun 1679 kembali VOC (Cooper) ke pantai barat Sumatra dengan fokus eksplorasi tambang batubara di Solok dan tahun 1681 memulai pertambangan emas (di Passaman?). Dalam perkembangannya, Inggris mengirim seorang utusan ke Atjeh dan mendapat persetujuan untuk mendirikan maskapai di Pariaman tahun 1684 untuk perdagangan lada (Oprechte Haerlemsche courant, 11-04-1686).


Pada tahun 1681 terjadi perselisihan di kraton Banten, sang anak memberontak melawan sang ayah, Sultan Banten. Sang anak meminta bantuan ke Batavia. Tentu saja itu diterima. Apalagi sang ayah, Sultan Banten lebih dekat dengan Inggris. Awalnya dikirim ekspedisi yang dipimpin oleh Kapten Jonker, tetapi gagal mengatasi situasi, bahkan lebih runyam. Pada tahun 1684 dikirim ekspedisi ke Banten yang dipimpin oleh Major St Martin dan berhasil. Sebagai konsekuensinya wilayah Batavia (VOC) yang sebelumnya hanya sebatas sungai Tangerang diperluas kea rah barat hingga batas sungai Tjikande. Tidak hanya itu, VOC juga mendapat hak perdagangan di Lampong dan Toelang Bawang.

Pada tahun 1685 terjadi pertempuran berdarah antara Inggris dan Belanda di pantai barat Sumatra. Gagal di Pariaman atas restu kesulatan Atjeh, Inggris mendapat angin dari pemimpin Selebar yang ingin melepaskan diri dari Banten (yang tengah kacau). Pada tahun 1686 Inggris pindah ke Bengkulu. Inilah awal Inggris berada di Bengkulu. Pada tahun 1693 Belanda membuat kontrak dengan Raja Baros, untuk berbagai kebutuhan pokok. Sementara itu, berdasarkan Peta 1695 post-post perdangan VOC/Belanda di pantai barat Sumatra berada di Salida, Troesan, Padang, Pariaman dan Baros.

 

Berdasarkan sketsa yang dibuat (landmeter/kaartenmaker) Isaac de Graaff pada tahun 1695 diidentifikasi benteng VOC/Belanda di Baros dan Padang. Benteng baru VOC lainnya terdapat di Bogor (Fort Padjadjaran), di Samarang, di Soerabaja dan benteng Rotterdam di Makassar. Benteng pertama VOC dibangun pada tahun 1619 di Batavia (Casteel Batavia). Dalam perkembangannya, pasca serangan Mataram dan Banten (1626) beberapa benteng dibanguan di luar Batavia untuk mengawal Casteel Batavia yakni di Jacatra dan Antjoel di timur, Jembatan Lima dan Anke di barat, serta benteng Riswijk dan Noordwijk di selatan.

Inggris yang berpusat di India (Calcutta) boleh jadi mulai khawatir tentang keberadaan orang Inggris di Hindia Timur. Lebih-lebih setelah benteng-benteng VOC semakin banyak di Jawa dan di luar Jawa khususnya di Sumatra. Untuk memperkuat pertahanan Inggris di pantai barat Sumatra, pada tahun 1714 benteng dibangun di Bengkulu. Namun penetrasi Inggis di Bengkulu memunculkan pemberontakan penduduk pada tahun 1719 (lihat Groninger courant, 14-12-1824).  Besar dugaan karena ada pemberontakan dari dalam dan ancaman dari luar (VOC), Inggris kemudian memperkuat benteng di Bengkulu.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Benteng-Benteng Belanda di Indonesia: Mengapa Fort Marlborough Penting Bagi Inggris?

Inggris menetap di Natal pada tahun 1755 dengan membangun benteng. Benteng yang dibangun tahun 1755-1756, Benteng Natal panjangnya 212 meter, lebar 150 meter dengan empat Bastions yang tinggi 10 meter masing-masing, dan dikelilingi oleh parit yang dalamnya 10 kaki dan lebar lebar 14 kaki. Benteng ini dibuat untuk melindungi penduduk di belakangnya dari musuh (dari darat) maupun dari laut (orang asing).


Wilayah di sekitarnya di arah utara terdapat Linggabojo, Mandailing dengan populasi 3.000 jiwa dan di selatan terdapat Batahan, Mandailing dengan 2.500 jiwa. Populasi Natal sendiri terdiri dari berbagai asal-usul. Di dalam benteng sendiri terdapat satu bangunan tinggal dan empat bangunan untuk gudang rempah-rempah, tempat persenjataan, tempat tenaga kerja dan lainnya. Benteng ini mirip Casteel Batavia (di awal kehadiran Belanda). Di luar benteng yang  jaraknya 200 meter di sepanjang pantai terdapat rumah perjabat dan pegawai, termasuk Asisten Residen dan rumah sakit. Di sekitar bukit terdapat taman-taman botani dan taman-taman pemerintah. Di sebelah atas benteng adalah pasar dimana terdapat 200 rumah.  .

Pada tahun 1760 benteng Natal direbut Prancis (lihat Leydse courant, 26-06-1761). Disebutkan pada tanggal 4 Februari 1760 kapal Prancis berlabuh di Aijer Bangis dan 7 Februari 1860 Inggris mengambil pelabuhan Natal dari Perancis. Pelabuhan Natal ini diduduki oleh 40 Eropa dan 60 orang pribumi. Namun tidak lama kemudian Inggris meninggalkannya. Pada tahun 1761 Raja Inggris telah mengumumkan bahwa benteng Marlbourg, yang terletak di Bencoolen di pantai barat Sumalra, menjadi sebuah paroki, dan telah menempatkan seorang Burgmeester dan Aldermen di dalamnya (lihat Middelburgsche courant, 27-01-1761). Pada tahun 1761 Inggris telah melakukan perjanjian dengan Radja Baros dan Airjer Bangie. Inggris kemudian membangun pos perdagangan di teluk Tapanoeli di pulau Pontjang Ketjil. Lambat laun Belanda mundur dari Air Bangies dan memusat di Padang. Belanda juga memperluas ke Indrapoera,


Setelah ditinggal Inggris, benteng dan bangunan ini tidak menjadi perhatian VOC lagi dan hingga kehadiran Belanda kembali sudah banyak yang rusak berat, VOC/Belanda pada tahun 1764 mengambil Air Bangis (yang telah ditinggalkan Prancis/Inggris) dan menjadikannya sebagai post perdangan, Di pihak lain Inggris menginginkan Padang dan Bengkulu disatukan.

Pada tahun 1772 Inggris mengirim Charles Milliter untuk melakukan ekspedisi ilmiah ke pedalaman Tanah Batak di Angkola melalui pos perdagangan Inggris di teluk Tapanoeli. Sementara itu, James Cook 1772 memulai pelayarannya dari Batavia untuk ekspedisi ilmiah ke (benua) Australia dan Pasifik. Satu pejabat di Bengkulu, William Marsden juga mulai melakukan penyelidikan bahasa-bahasa di Sumatra dan penyusunan bahasa Melayu, Tidak diketahui apa maksudnya semua itu? Yang jelas Inggris di pantai timur Amerika terus tertekan karena pemberontakan di dalam negeri. Lalu kemudian Amerika (Serikat) memproklamasikan kemerdekaan (dari Inggris) pada tahun 1774.


Laporan Charles Miller kemudian diterbitkan. Demikian juga laporan James Cook diterbitkan di Inggris tahun 1775. Orang-orang di Belanda gelisah. Dalam laporan James Cook, terdapat rekomendasi bahwa (benua) Australia dapat dijadikan pemerintah Kerajaan Inggris sebagai koloni. Kegelisahan orang Belanda di Hindia maupun di Belanda karena selama ini wilayah Australia adalah wilayah perdagangan VOC yang berpusat di Batavia. Rekomendasi James Cook tampaknya disambut oleh Perdana Menteri (kerajaan) Inggris yang akan segera mengirim koloni pertama ke Australia. Ini ibarat, belum lama kehilangan Amerika, dapat koloni baru di Australia,

Tampaknya pemerintah Inggris tidak menyia-nyiakan koloni baru di Australia setelah kehilangan harga diri di Amerika. Koloni Inggris di Australia, yang sebelumnya berpusat di Sidney telah diperluas ke pantai barat di Perth. Untuk menjaga koloni baru, Gubernur Jenderal Hindia Timur Inggris di Calcutta memerintahkan skuadron Inggris yang berpusat di Madras dipindahkan ke Bencoolen pada tahun 1779. Pedagang-pedagang VOC di pantai barat Sumatra secara perlahan-lahan meninggalkan pantai barat memusat ke Jawa (Batavia). Inggris di pantai barat Sumatra semakin menguat, tidak hanya untuk meratakan jalan dari India ke Australia via Bencoolen, juga Inggris meratakan jalan ke China melalui selat Malaka (via Atjeh). Sementara itu VOC yang gigit jari dengan Australia dan kehilangan wilayah perdagangan di pantai barat, para pedagang VOC mulai melemah.


Pada tahun 1781 buku William Marsden terbit di London. Judulnya The History of Sumatra. Di dalam buku ini juga dilampirkan hasil penyelidikannnya tentang bahasa Melayu dan juga kamus singkat bahasa Melayu. Seperti kita lihat nanti, Thomas Stamford Raffles yang juga pernah bekerja di Bengkulu, boleh jadi terinspirasi dari W Marsden, pada saat dirinya menjadi Letnan Gubernur Jenderal di Jawa melakukan penyelidikan dan kemudian menerbitkan buku dengan judul The History of Java (terbit 1818).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar