Selasa, 12 Desember 2023

Sejarah Bahasa (171)Bahasa Melayu Bangsa Melayu Alam Melayu; Mengapa Bisa Cara Membaca Berbeda dengan Cara Memikirkan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Di Malaysia Melayu adalah sebagai penduduk peribumi yang bertutur dalam bahasa Melayu, beragama Islam, dan yang menjalani tradisi dan adat-istiadat Melayu. Di Malaysia, penduduk pribumi dari keturunan suku-suku di Indonesia, seperti Minangkabau, Aceh, Bugis, Mandailing, Banjar, Jawa yang bertutur dalam bahasa Melayu, beragama Islam dan mengikuti adat-istiadat Melayu, semuanya dianggap sebagai orang Melayu (Anak Dagang) selain daripada Melayu Anak Jati yang berasal daripada Tanah Melayu itu sendiri.

 

Bahasa Melayu merupakan sebuah bahasa dalam rumpun bahasa Austronesia yang dituturkan terutama di Asia Tenggara Maritim. Bahasa ini memiliki sekitar 290 juta penutur (dengan 30 juta sebagai "bahasa Melayu" dan 260 juta sebagai "bahasa Indonesia" di seluruh dunia. Bahasa ini menjadi bahasa kebangsaan dan bahasa resmi di Malaysia (juga dikenal sebagai bahasa Malaysia), Brunei Darussalam, Singapura, dan menjadi akar dari bahasa Indonesia yang merupakan bahasa resmi dan bahasa kebangsaan di Indonesia. Selain itu, bahasa Melayu tempatan merupakan salah satu bentuk bahasa daerah di Sumatra, Kalimantan, dan sebagai kreol di berbagai daerah di Indonesia dan bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa kerja di Timor Leste (bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa kerja selain bahasa Inggris). Penggunaan istilah "bahasa Melayu" di Indonesia pada umumnya merujuk pada dialek bahasa Melayu yang merupakan bahasa daerah di Indonesia (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Melayu bangsa Melayu alam Melayu? Seperti disebut di atas bahasa Melayu di Malaysia digunakan bangsa Melayu. Ada apa alam Melayu? Cara membaca berbeda dengan cara memikirkan. Lalu bagaimana sejarah bahasa Melayu bangsa Melayu alam Melayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Melayu Bangsa Melayu Alam Melayu; Mengapa Cara Membaca Berbeda dengan Cara Memikirkan

Indonesia dan Malaysia pada masa ini dua negara yang berbeda, yang mulai dibedakan sejak Traktat London 1824 antara Inggris dan Belanda. Wilayah Semenanjung Malaya dan Borneo Utara berada di bawah yurisdiksi Inggris. Sejak ini pulau bahasa Melayu mulai berkembang sendiri-sendiri. Hasil perkembangan itulah yang kini berbeda antara Malaysia dan Indonesia.


Definisi Melayu di Malaysia penduduk asli dan penduduk pendatang yang berbahasa Melayu dan mengikuti adat Melayu. Para pendatang bisa Arab, India, Cina dan suku-suku dari Indonesia. Definisi Melayu di Indonesia adalah penduduk asli sebagai salah satu dari ratusan suku di Indonesia.

Definisi dan cara pandang berbeda pada suatu hal tidak akan ditemukan titik temu. Sebab di Malaysia yang digunakan adalah ‘memelayukan’ sedangkan di Indonesia mengidentifikasi Melayu diantara suku-suku yang ada. Lantas mengapa Malaysia kukuh dengan cara pandang seperti itu. Apakah itu bermula soal cara mengklassifikasi bahasa dan bangsa di wilayah nusantara?


Klassifikasi horizontal berdsarkan ras: Kaukoasoid, Austriasiatik dan Austronesia. Untuk wilayah (ras) Austronesia dibagi kelompok bahasa dengan persebaran Asia Tenggara, Oseania, Madagaskar, Taiwan, Suriname, Tonga, Selandia Baru, Pulau Paskah, Tahiti, dan Hawai. Penggolongan bahasa sebagai salah satu rumpun bahasa utama di dunia; meski hubungan dengan rumpun-rumpun lain sudah diajukan, namun belum ada yang diterima secara luas. Bahasa induk Proto-Austronesia dengan subcabang: Rukai, Tsouik, Puyuma, Formosa Barat Laut, Formosa Dataran Barat, Atayalik, Formosa Timur, Bunun, Paiwan dan Melayu-Polinesia.

Penggolongan Melayu Polinesia tampanya yang memunculkan masalah. Mengapa nama yang diambil nama Melayu dan Polinesia. Untuk sub Melayu terdiri dari bahasa/suku Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Tagalog, Malagasi, Cebuano, Madura, Ilokano, Hiligaynon, dan Minangkabau. Jika Melayu hanya sebagai salah satu bahasa/suku, mengapa nama Malayu yang diambil dan mengapa tidak nama yang lainnya seperti bahasa/suku Batak.


Semua bahasa Austronesia utama dan resmi termasuk dalam subkelompok Melayu-Polinesia, seperti bahasa Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Tagalog, Malagasi, Cebuano, Madura, Ilokano, Hiligaynon, dan Minangkabau. Di antara lebih dari 1.000 bahasa yang tersisa, beberapa di antaranya memiliki status bahasa nasional/resmi, misalnya Tonga, Samoa, Māori, Gilbertese, Fiji, Hawaii, Palau, dan Chamorro.

Penamaan adalah suatu pemberian label identifikasi tetapi sebenarnya tidak dapat menjelaskan di dalamnya. Hal itulah di Malaysia dengan pemberian label itu mengangkat ke atas bahasa/suku Melayu dan mengebawahkan bahasa/suku yang lainnya. Bagaimana jika dibalik yakni dengan pemberian label Batak Polinesia? Apakah orang Batak di Sumatra mengangkat bahasa/suku Batak ke atas dan mengebawahkan yang lain termasuk Melayu? Tentu saja tidak. Sebab Melayu, Batak dan Jawa serta yang lainnya adalah kelompok-kelompok populasi yang dibedakan satu sama lain dalam satu himpunan besar.


Soal penamaan, pemberian label untuk kebutuhan identifikasi yang terkait geografis sangat lazim dilakukan sejak dahulu. Beberapa contoh: nama Pulau Jawa. Lalu apakah semua populasinya suku/bahasa Jawa. Meski menggunakan nama Jawa dalam nama wilayah Jawa Barat tetapi kelompok populasinya disebut bahasa/suku Sunda. Bagaimana jika nama pulau disebut Pulau Sunda (merujuk nama Selat Sunda)? Pulau Sumatra terdiri banyak bahasa/suku. Demikian juga pulau Kalimantan dan lainnya. Lalu apakah di Semenanjung Malaya semua kelompok populasi adalah bahasa/suku Melayu? Tentu saja tidak karena ada antara lain bahasa/suku Semang (suatu yang berbeda dengan bahasa Melayu dan berbeda dengan orang Melayu). Lantas apakah bahasa/suku Semang juga bahasa/suku Melayu? Analog dengan itu ada jambu, pisang, mangga dan manggis diberi label pengikat/pengidentifikasi buah-buahan. Apa jadinya jika label yang diberikan jambu? Bukankah jambu sama derajatnya dengan mangga dan minggis? Hal itulah yang terjadi mengapa timbul masalah ketika Malaysia mengangkat bahasa/suku Melayu ke atas dan mengebawahkan bahasa/suku lain. Kesimpulannya: penamaan/pemberian label Melayu-Polinesia telah memicu munculnya permasalahan. Seandainya nama/label yang diberikan adalah Nusantara-Polinesia mungkin tidak menimbulkan masalah diantara berbagai bahasa/suku yang disebut di atas. 

Bagaimana asal usul penamaan label Melayu-Polinesia? Tempo doeloe Ketika orang Eropa datang ke nusantara, mereka menyebut wilayah nusantara sebagai Indian Orentalis (Portugis) yang kemudian diterjemahkan Belanda menjadii Oost Indien dan Inggris dengan East India. Di wilayah yang luas ini mereka menemukan bahwa lingua franca adalah bahasa Melayu (bahasa yang digunakan antara pulau dan antar wilayah bahasa/suku). Bagaimana dengan bahasa-bahasa lain yang digunakan oleh berbagai suku? Awalnya mereka tidak mengetahuinya, karena mereka hanya berinteraksi dengan orang-orang di pusat-pusat perdagangan pantai yang menggunakan bahasa Melayu sebagai lingua franca (apakah mereka berbahasa/bersuku Melayu atau berbahasa/bersuku yang lain). 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mengapa Cara Membaca Berbeda dengan Cara Memikirkan: Suku Melayu Berbahasa Melayu Hanya Salah Satu Bahasa/Suku

Apa yang menjadi masalah di atas, karena sudut pandang orang Melayu di Malaysia berbeda dengan orang Indonesia di berbagai daerah. Orang Indonesia tidak bisa mengubah cara pandang orang Melayu di Malaysia. Sebaliknya orang Indonesia di berbagai daerah memiliki sudut pandang sendiri.


Orang Melayu di Malaysia juga kerap beranggapan bahwa jika ada kosa kata yang dianggap ada dalam bahasa Melayu lalu ditemukan di dalam bahasa-bahasa suku yang lain di Indonesia dianggap pula bahasa asli/suku di Indonesia tersebut sebagai sebagai dialek (bahasa) Melayu. Hm, Tidak hanya di Indonesia, bahasa Tagalog di Filipina juga dianggap sebagai dialek bahasa Melayu. Lantas apakah anggapan seperti itu benar dan dibenarkan?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar