Sabtu, 07 Desember 2024

Sejarah Bisnis Indonesia (1): Bisnis Orang Indonesia Bermula di Belanda;Para Pebisnis Indonesia Masa Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bisnis di Indonesia di blog ini Klik Disini

Bisnis adalah suatu konsep yang diterapkan suatu unit usaha untuk mencapai profit maksimal. Fungsi unit usaha dalam hal ini pada mulanya hanya pada basis membuat (produksi) yang kemudian dipertukarkan (barter). Seiring dengan penemuan uang sebagai alat pertukaran, untuk meningkatkan keuntungan dilakukan pemasaran massal namun memiliki konsekuensi pada kebutuhan tenaga kerja (human resources) yang banyak dan kebutuhan dana (finance) dalam pembiayaan yang semakin besar. Oleh karena itu unit usaha (firm) yang semakin besar lebih membutuhkan cara pengeloaan yang efisien dan efektif dengan menggunakan metode manajemen (perencanaan, implementasi dan evaluasi).   

 

Sejarah bisnis adalah bidang historiografi yang mengkaji sejarah perusahaan, metode bisnis, peraturan pemerintah, dan dampak bisnis terhadap masyarakat. Bidang ini juga mencakup biografi perusahaan, eksekutif, dan pengusaha perorangan. Sejarah bisnis sebagai disiplin akademis didirikan oleh Profesor NSB Gras di Sekolah Pascasarjana Administrasi Bisnis Universitas Harvard tahun 1927. Ia mendefinisikan pokok bahasan dan pendekatan bidang tersebut. NSB Grass dan Henrietta M Larson, Casebook in American business history (1939) mendefinisikan bidang tersebut selama satu generasi. Sejarah bisnis di AS dimulai pada tahun 1960an dengan volume produk yang tinggi dan metodologi yang inovatif. Para cendekiawan berupaya mengembangkan penjelasan teoritis tentang pertumbuhan perusahaan bisnis, studi tentang strategi dan struktur oleh Alfred Chandler menjadi contoh utama. Secara keseluruhan, tahun 1960-an menegaskan kesimpulan dari dekade-dekade sebelumnya mengenai hubungan erat antara pemerintah dan perusahaan bisnis (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah pebisnis Indonesia terawal bermula di Belanda? Seperti disebut di atas dalam konteks kesadaran berbangsa, orang pribumi mulai menumbuhkembangkan bisnis di Belanda. Sehubungan dengan nama Indonesia semakin banyak orang yang mengembangkan bisnis selama Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah pebisnis Indonesia terawal bermula di Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pebisnis Indonesia Terawal Bermula di Belanda; Pebisnis Indonesia Selama Pemerintah Hindia Belanda

Setiap orang dapat memulai bisnis, itu alamiahnya. Namun jika skala bisnis semakin besar, (bukan bisnis asongan, bukan bisnis kecil) tidak setiap orang lagi mampu menjalankannya. Hanya pebisnis yang berpengalaman atau seseorang yang memiliki pendidikan (bisnis) yang mampu melakukannya.


Perusahaan adalah unit usaha yang menerapkan konsep bisnis, mengelola sejumlah fungsi untuk mendapatkan profit. Unit usaha dalam hal ini dibedakaan antara unit usaha informal dan unit usaha formal. Sejak era Pemerintah Hindia Belanda, unit usaha formal harus diakui pemerintah sebagaai badan usaha yang memiliki dasar hukum yang antara lain terdiri dari firma (Fa) dan Commanditaire Vennootschap (CV) dan perseroan Naamloze Venootschap (NV)/kini Perseroan Terbatas (PT). Orang yang menjalankan usaha dalam bentuk badan usaha (berbadan hukum), untuk meringkas dan membatasi dalam hal ini disebut pebisnis.

Pada era Pemeirntah Hindia Belanda, pebisnis Indonesia terawal dapat dikatakan bermula di Belanda. Mengapa? Mereka membangun bisnis atas dasar pengetahuan konsep bisnis dan pemahaman terhadap hukum bisnis dalam badan usaha. Artinya, mereka tidak bertolak dari pengalaman tetapi memulai dari pendidikan (pelajaran) bisnis itu sendiri (berbisnis memulai dari awal atau mulai dari nol praktek).


Bidang bisnis paling tidak dibedakan pada tiga jenis: produksi (usaha pertanian, usaha galian); manufaktur (pembuatan sepatu, pembuatan cetakan); layanan (jasa) seperti klinik, penerbitan, toko. Salah satu pebisnis Indonesia yang terbilang berpengalaman di Hindia adalah Dja Endar Moeda di Padang. Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda lulusan sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean, setelah peensiun menjadi guru tahun 1893 sepulang dari Mekah Dja Endar Moeda direkrut Fa Baummer meinjadi editor surat kabar berbahasa Melayu di Padang Perja Barat. Pada tahun 1900, Dja Endar Moeda mengakuisisi percetakan Fa Snelpersirukkerij dan juga surat kabar Pertja Barat. Dja Endar Moeda kemudian meningkatkan badan hukum Snelpersdrukkerij menjadi Naamloze Venootschap (NV). Dengan ‘bendera’ NV Snelpersdrukkerij, selain menerbitkan surat kabar Pertja Barat, juga menerbitkan surat kabar Tapian Na Oeli (1900) dan majalah Insulinde (1901). 

Pada tahun 1914 di Belanda didirikan suatu perusahaan ekspor-impor dari dan ke Hindiai dengan nama Firma Soangkoepon en Mangkoeto (lihat Algemeen Handelsblad, 28-06-1914). Dari nama perusahaan firma ini mengindikasikan investor utamanya adalah Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon dan Amaroellah gelar Soetan Mangkoeto. 


Mangaradja Soangkoepon setelah mengikuti ujian ELS di Medan, melanjutkan studi ke Belanda tahun 1910. Di Amsterdam, Mangaradja Soangkoepon mengikuti pendidikan di sekolah menengah perdaagangan (Handelschool). Pada tahun 1913 Mangharadja Soangkoepon bersama Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan mendirikan studi fond (lihat De nieuwe courant, 03-05-1913). Setelah lulus ujian sekolah perdagangan tahun 1914 Mangaradja Soangkoepon terinformasi di Belanda, mendirikan perusahaan perdagangan. Sementara itu, Amaroellah gelar Soetan Mangkoeta pada tahun 1903 di Medan termasuk anggota pengurus organisasi kebangsaan yang dipimpin oleh Hasan Nasoetion gelar Maangaradja Salamboewe. Padai tahun 1907 diketahui Amaroellah bulan September 1906 sudah berada di Belanda (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-12-1907). Disebutkan Amaroellah adalah pensiunan guru (masih muda usia, 21 tahun, terakhir guru di Idi, Atjeh). Di Belanda, Amaroellah bekerja di majalah Bandera Wolanda. Dalam perkembangannya Amaroellah diketahui menjadi anggota Vereeniging Handelsonderwijs di Amsterdam (lihat Algemeen Handelsblad, 21-08-1909). Vereeniging ini menyelenggarakan kursus terdiri dari beberapa afdeeeling. Amaroellah mengajar bahasa Melayu pada afdeeling A (Handelschool). Sejauh ini belum diketahui apakah Amaroellah melanjutkan studi di Belanda. Yang jelas Amroellah mantan guru di Atjeh menjadi guru bahasa Melayiu di Handelschool di Amsterdam. Tampaknya Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon dan Amaroellah gelar Soetan Mangkoeto sudah saling mengenal sejak lama. Sebagaimana diketahui, Mangaradja Soangkoepon memulai karir di pemerintahan local sebagai kepala distrik di Sosa, Padang Lawas (lihat Sumatra-bode, 07-09-1906). Pada tahun 1907 Mangaradja Soangkoepon sebagai inlansch opziener dipindahkan dari Tandjoeng ke Tandjoeng Poera (lihat Sumatra post, 20-07-1907). Seperti disebut di atas, setelah mengikuti ujian ELS di Medan tahun 1910 Mangaradja Soangkoepon melanjutkan studi ke Belanda. 

Sementara Mangkoeto di Belanda, Mangaradja Soangkoepon kembali ke tanah air. Besar dugaan, Mangaradja Soangkoepon akan menjadi perwakilan firma mereka di tanah air. Mangaradja Soangkoepon diketahui pada bulan Oktober sudah berada di Medan (lihat Deli courant, 29-10-1914).


Setelah menyelesaian studi di sekolah pertanian di Wageningen, Djamaloedin Rasad kembali ke tanah air. Djamaloedin di Priaman telah berhasil membangun perusahaan pertanian bersama masyarakat (De Sumatra post, 22-03-1919). Ilmunya tidak hanya dibaktikan kepada pemerintah tetapi juga kepada rakyat. Djamaloedin Rasad dari Priaman juga memperluas gerakan kelembagaan pertanian ini ke Fort de Kock (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 24-06-1919). 

Di Pematang Siantar pada tahun 1920 didirikan bank pribumi yang diberi nama Bataksch Bank oleh Mengaradja Soeangkoepon, Dr. Mohamad Hamzah (alumni Docter Djawa School tahun 1902, saudara sepupu Soetan Casajangan), Dr. Alimoesa Harahap (alumni Veeartsenschool, 1914) dan Hasan Harahap gelar Soetan Paroehoem (lulus notaris 1917, notaris pribumi pertama di Sumatra). Tujuan pendirian bank ini untuk memfasilitas pribumi yang sulit akses ke Java Bank (Belanda) dan Bank Kesawan (Tionghoa).


Pada tahun 1921 didirikan satu perusahaan asuransi pribumi dengan menggunakan nama Indonesia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-10-1921). Siapa yang menjadi pengurus perusahaan asuransi Indonesia ini adalah.Dr. Ratu Langi sebagai ketua, Darma Koesoema sebagai wakil ketua dengan komisaris Djajadiningrat, Abdoel Rivai, Soetan Toemenggoeng, Wreksodiningrat, Mangoenkoesoemo dan Sastrodipoera yang berkedudukan di Bandoeng (lihat De locomotief, 14-10-1921). Perusahaan yang menggunakan nama Indonesia sudah terlebih dulu ada di Padang dengan nama NV Indonesia yang dipimpin oleh (alumni Belanda) Zainoedin Rasad dengan modal f12,000 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-02-1921). 

Seperti disebut di atas, setiap orang bisa memulai bisnis. Namun untuk menjalankan perusahaan dengan badan hukum haruslah dengan adanya pengalaman atau memiliki pengetahuan tentang konsep bisnis dan aturan hukum yang berlaku. Badan hukum bisnis dalam hal ini pada dasarnya untuk menghubungkan para stakeholder: perusahaan (investor), pemerintah (regulator) dan masyarakat (konsumen). 


De Preanger-bode, 16-06-1923: ‘Kantor Batak. Kami memahami bahwa Soetan Casajangan Soripada - dari wilayah Batak dan pernah bekerja di Biro Volkslectuur - saat ini sedang mempromosikan NV Casajangan, yang didirikan di Sibolga dan membutuhkan modal 125.000 gulden, untuk dikumpulkan dalam bentuk saham sepuluh gulden. Tujuannya adalah untuk mendirikan kantor hukum untuk urusan perpajakan dan sengketa lain-lain, bank simpan pinjam dan kantor perdagangan, yang melaluinya para pedagang pribumi di negara Batak dapat berhubungan dengan luar negeri. Kantor administrasi juga akan didirikan. Surat edaran luas berbahasa Melayu disebarkan di sana-sini.


Tunggu deskripsi lengkapnya

Pebisnis Indonesia Selama Pemerintah Hindia Belanda: Sekolah Bisnis dan Para Pebisnis Indonesia di Tengah Perjuangan Mencapai Kemerdekaan

Perdagangan (trade/handels) adalah satu hal, ekonomi (economy/economie) adalah hal lain, dan bisnis adalah hal lain lagi. Meski ketiganya dibedakan tetapi ketiganya saling berkaitan. Perdagangan merujuk pada pertukaran (exchange). Ekonomi tidak selalu merujuk pada upaya penghematan pada berbagai entitas, termasuk rumah tangga (household) dan unit usaha (perusahaan). Sedangkan bisnis (bedrijf) adalah suatu konsep yang melekat pada unit usaha dengan menerapkan ilmu manajemen untuk menghasilkan profit. Perusahaan dan bisnis adalah dua kata yang saling dipertukarkan.


Perdagangan, ekonomi dan bisnis adalah tiga terminology yang dapat dianggap sudah tua. Pemahaman terhadap tiga terminology ini terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan teknologi. Sekolah-sekolah dan perguruan tinggi menjadi tempat bersemainya pemikiran yang terkait dengan perdagangan, ekonomi dan bisnis. Pemerintah dan swasta mendirikan sekolah-sekolah untuk mendorong lebih banyak partisipasi individu dalam perdagangan. Sekolah-sekolah perdagangan yang telah ditingkatkan ke perguruan tinggi inilah kemudian menjadi candradimuka lahirnya sekolah-sekolah ekonomi dan sekolah-sekolah bisnis.

Pebisnis Indonesia pada era Hindia Belanda mempelajari cara yang dilakukan oleh orang Belanda. Siswa dan mahasiswa Indonesia belajar bisnis di sekolah bisnis. Namun nama yang dikenal adalah sekolah perdagangan (Handelschool) dan sekolah tinggi perdagangan (Handels Hoogeschool). Munculnya sekolah perdagangan di Belanda diduga kuat karena situasi dan kondisi ekonomi dunia yang tengah berubah.

 

De standard, 04-02-1920: ‘Herdenking. Heden is het 40 jaar geleden, dat de oud-hoogleeraar Mr. H. B. Greven. zijn ambt aan de Leidsche Universiteit aanvaardde, met het uitspreken eener rede getiteld: ‘Oude en nieuwe economie: Een poging tot verzoening’.

Sekolah perdagangan sendiri di Belanda baru muncul (baru terindormasikan) pada tahun 1823. Sekolah perdagangan in didirikan di Groningen (lihat Groninger courant, 14-01-1823). Sekolah yang baru dibuka dengan nama Handel School disebutkan akan dibuka tanggal 1 Februari. Sekolah ini diasuh seorang pedagang (Koopman) A Ekkart. Sekolah perdagangan juga kemudian dibuka di Wezel (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 21-08-1823). Disebutkan, dewan sekolah perdagangan membutuhkan satu guru bahasa Inggris.


Penyelenggaraan sekolah sudah lama adanya. Namun sekolah yang diselenggarakan umumnya adalah sekolah umum, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Bagi lulusan sekolah menengah, seiring dengan pendirian sekolah tinggi dapat melanjutkan studinya dengan program studi yang tersedia seperti di Hoogeschool te Leyden. Lalu dalam perkembangannya muncul sekolah kejuruan seperti Militaire School. Sementara itu, sekolah perdagangan (Handelschool) pertama di Prancis didirikan tahun 1768 oleh Maria Theiefia dan Joseph II. Para pemimpin lembaga ini dari waktu ke waktu antara lain Chaptal, Laffite, Dupin, Casimir-Perrier, Mallet dan La Grange. Sekolah perdagangan ini masih eksis hingga tahun 1823. Lama pendidikan selama dua tahun, di bawah bimbingan 5 profesor dan enam chef de comptoirs, yang pada kursus terakhir, mengajari mereka segala sesuatu yang perlu diketahui dalam perdagangan, bahkan cara berspekulasi secara menguntungkan. Siswa yang lulus mendapat sertifikat. Siswa yang diterima berkisar antara usia 16 hingga 20 tahun, dikenakan disiplin yang ketat (tetapi tidak berlebihan) dan hanya diperbolehkan mengunjungi kerabatnya pada hari Minggu. Pada tahun 1828 Sekolah Handels di Prancis ini memiliki 104 siswa, 83 di antaranya tinggal di asrama. Diantara siswanya adalah 2 orang Inggris, 1 orang Belanda, 1 orang Swiss, 1 orang Prusia, 1 orang Austria, 3 orang Rusia, 1 orang Portugis, 1 orang Spanyol, 1 orang Yunani, 2 orang Afrika, 8 orang Amerika Selatan (4 orang Spanyol dan 4 orang Portugis) (lihat Algemeen Handelsblad, 23-07-1828).

Perkembangan sekolah perdagangan di Prancis dan di Jerman, kemudian di Belanda memicu diskusi public untuk memperluas sekolah perdagangan (lihat De avondbode: algemeen nieuwsblad voor staatkunde, handel, nijverheid, landbouw, kunsten, wetenschappen, enz/door Ch.G. Withuys, 01-09-1838). Dalam diskusi ini ada dorongan agar pemerimtah mengambil bagian dalam perluasan sekolah apakah Indistrieschool, Handelschool atau Akademi vor Handel en Nijverheid. Sebagai konsekuensinya jumlah sekolah umum dikurangi untuk digantikan dengan pembentukan sekolah-sekolah tersebut.


Disebutkan lebih lanjut pendirian sekolah-sekolah baru tersebut diharapkan para pemuda telah mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah tersebut dan ketika dia meninggalkan sekolah menengah pada usia 14, 15 atau 16 tahun, dia telah dipersiapkan dengan baik untuk masuk universitas atau akademi militer di Breda atau memasuki sekolah industri atau komersial, atau bekerja di notaris atau kantor praktik, dll., untuk memasuki dunia nyata. Dalam diskusi ini juga sekolah-sekolah tersebut dapat memperluas pengetahuan mengenai sejarah perdagangan, teori perdagangan dan mata uang, serta rekening pertukaran dan adat istiadat, pengetahuan tentang koin, ukuran dan berat di berbagai negara; bahasa-bahasa di wilayah tersebut juga akan lebih dipertimbangkan seperti bahasa Denmark, Spanyol dan bahasa Melayu dapat diajarkan. Sebagai hasilnya, kita akan memiliki sekolah-sekolah di Belanda dimana semua lapisan masyarakat dapat membekali diri mereka dengan keterampilan ilmiah yang diperlukan, dan kemajuan kita dalam industri manufaktur dan pertanian, serta perdagangan, akan meningkat seiring dengan kemajuan negara-negara tetangga kita yang lebih tua dalam segala hal.

Usulan publik tersebut kemudian ditanggapi pemerintah dengan merencanakan pengembangan sekolah perdagangan baik pada tingkat kota (stad) maupun pada tingkat provinsi. Sekolah perdagangan yang ada selama ini di Belanda jauh lebih rendah kualitasnya jika dibandingkan dengan yang ada di Jerman dan Prancis. Di Amsterdam, Raja Willem I boleh jadi semakin antusias. Sebagaimana diketahui pada tahun 1824 didirikan perusahaan dengan nama Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) yang juga selama ini telah beroperasi di Hindia. NHM didirikan di atas investasi keluarga kerajaan.  


Vlissingsche courant, 20-04-1842: ‘Dari Amsterdam, yang dipersiapkan di bawah pemerintahan Raja Willem I sebelumnya, lahir keinginan untuk mencontoh kota-kota lain di Prancis dan Jerman, seperti Bremen, Hamburg, Berlin, Uotha, Magdeburg, Diirmstadt, Munich. Altenburg, dll (di Paris pada khususnya), untuk mendirikan sekolah Algemene Handelschool di kota Amsterdam, untuk memperluasnya, sesuai dengan rencana desain, menjadi apa yang disebut Real atau Politeknik atau sekolah industri, jadi jika hal ini merupakan kebutuhan bagi Amsterdam dan seluruh kekaisaran, khususnya warga negara (lihat rancangan sekolah perdagangan umum untuk kota Amsterdam, dll. Amsterdam oleh Diederich, 1836 halaman 22 dll.) Kita sekarang melihat gagasan yang sama terwujud dan keinginan yang diungkapkan pada saat itu, oleh karena itu, dengan puas mengharapkan bahwa artikel bermusuhan yang disebutkan di atas dalam Handelsblad akan dibantah dan dibantah bahwa, di sini jika tidak ada pengendara, seseorang atau orang lain, yang melihat masalah ini dari sudut pandang yang lebih baik dan lebih tinggi daripada sudut pandang penghematan saja, akan bertindak sebagai pejuang untuk mempertahankan rancangan menteri, untuk menghindari kesan buruk yang diberikan kepada Handelsblad yang mungkin disebabkan terlalu dini, untuk . untuk mengambil. Pembelaan tersebut baru-baru ini dikeluarkan dari Den Haag, Belanda, dan diberi judul: Akademi Kerajaan untuk Pelatihan Insinyur Sipil di Delft, di bawah perlindungan Yang Mulia Pangeran Oranye dan pimpinan Dewan Negara’.

Sekolah perdagangan Handelschool di Amsterdam adalah salah satu sekolah perdagangan di Belanda yang terbilang terkemuka. Seperti disebut di atas, orang Indonesia pertama di sekolah ini adalah Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon (masuk tahun 1910).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar